SUARA TEMBAKAN

23 8 1
                                    

“Lampiasin rasa lelah lo sama hal-hal yang berguna!” Yorala mengingatkan. “Cintai diri sendiri, pikirin keluarga! Apa yang akan mereka rasain kalo sampai lo kenapa-kenapa?!”

Ragafa yang tengah berjalan di koridor untuk pulang, tiba-tiba teringat Yorala. Ia terus membandingkan sikap gadis itu saat pertama kali bertemu dengan sikapnya sekarang. Sikap yang membuatnya mulai berpikir yang tidak-tidak tentang gadis itu.

Tuh anak bener-bener beda. batin Ragafa. Seplin-plannya manusia, gak mungkin bisa merubah sikap secepat itu, ‘kan?

“Ehem!” Yorala memiringkan kepalanya di depan Ragafa. “Hai, Raga!” Ia memasang wajah riangnya.

Ragafa mengangkat alisnya.

“Raga ternyata baik, ya!” pekik Yorala. Ia selalu mengingat ucapan Fathan yang mengatakan bahwa Ragafa memakan sandwich buatannya.

“Gue gak pernah mau jadi orang baik.”

“Raga suka boong, ya!” seru Yorala. “Tapi boongnya beda, bikin makin sayang!”

Ragafa mempercepat langkahnya. “Berisik.”

“Raga! Berhenti, dong!” Yorala berusaha menyamakan langkahnya dengan Ragafa. “Yora, ‘kan, masih pengen ngobrol sama Raga.”

“Gak ada hal penting yang bisa diomongin sama lo.”

“Ngobrolin masa depan?” Yorala menatap jahil Ragafa. “Yakin gak penting?”

“Gak.”

“Ya udah!” Yorala berlarian mendahului Ragafa. “Yora duluan, Raga!”
Tumben gak minta nebeng? pikir Ragafa.

“Pagi-pagi Yora bakal nemuin Raga!” teriak Yorala. “Mau ngasih sandwich!”
“Gue gak suka sandwich!” teriak Ragafa.

Yorala berbalik. “Raga boong lagi!” Ia ikut berteriak. “Ya udah! Besok Yora bawa makanan yang lain, ya!”

Ragafa berdecak malas. “Gak ada kapok-kapoknya lo, ya!”

“NGAPAIN KAPOK SAMA ORANG BAIK?” Yorala mulai menghilang dari pandangan Ragafa.

“Cewek aneh.” Ragafa berdengus. “Setelah gue perlakuin dia kayak gitu, dia tetep ngangep gue baik?”

Di sisi lain, Alisya yang sedari tadi memperhatikan Ragafa dan Yorala dari kejauhan, langsung menghubungi seseorang untuk diperintah.

“Dia udah mau keluar, lo udah siap, ‘kan?”

“Sudah, Non.”

“Gue udah kirim foto target lo selanjutnya. Jadi, lo tinggal jalanin aja tugasnya.”

***

Yorala tersenyum miring saat sampai di jalan raya. “Dia? Baik?” Ia pun berdesis. “Lawak banget gue.”

Gadis itu berubah. Ia tidak lagi bersikap kekanak-kanakkan setelah menjauh dari Ragafa. Ia kembali memikirkan sesuatu yang terus mengganjal di otaknya.

“Tapi, kenapa dia makan sandwich itu di belakang gue, ya?” Yorala bergumam.

Yorala mengibas rambutnya. Ia tidak seharusnya memikirkan itu semua. Ia tidak seharusnya memikirkan apa pun yang berhubungan dengan laki-laki itu.

Dia dalam Karya (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang