UNFORTUNATELY -6-

150 22 4
                                    

-GITA-

Aku meletakan kembali ponsel di atas meja setelah melihat ada notifikasi pesan masuk dari Eksa yang meminta link thread horor kesekian kalinya dengan alasan gabut.

Gue sama sekali belum memiliki niat untuk membalas semua pesan Eksa dan lebih memilih melanjutkan pekerjaan yang dapat mengalihkan pikiranku dari hal yang membuat ku pening semenjak obrolan terakhirku dengan Bang Radit.

Saat akan melanjutkan pekerjaan, aku dikejutkan dengan seseorang yang tiba-tiba menyentuh pundaku, Sabrina, sahabat terbaik sejak kami SMA bahkan sampai kami di tempat bekerja yang sama. Dia tersenyum pada ku.

"Makan yuk, Git," Ajak Sabrina.

Aku melihat jam sebentar ternyata sudah menunjukan jam waktu istirahat. Bahkan aku baru menyadari beberapa karyawan sudah meninggalkan kubikel mereka. Pekerjaanku hari benar-benar bisa mengalihkan perhatian ku.

"Ntar deh, Zab. Gue mau ngelanjutin ini dulu, sore ini desain finalnya harus gue serahin ke mas Angga."

Sabrina mengangguk. "Oke deh, gue makan di sini aja kalau gitu." Kemudian dia menarik kursi milik Dinda yang kubikelnya bersebelahan denganku. Dan kebetulan hari ini dia membawa bekal dari rumah jadi dia tak perlu membeli dan mengantre untuk membeli makanan serta lebih efesien.

"Mau gue belikan sesuatu buat makan siang?" Tanya Sabrina.

"Gak usah, Zab. Gue bawa bekal kok."aku menjawabnya tanpa mengalihkan perhatian dari layar di depanku. Tidak lama aku memutar kursi menghapnya dan berkata, "eh, tapi keknya coklat panas boleh banget, Zab. Hehehe."

Sabrina mendengus tapi dia tetap pergi ke pentri untuk membuat minumannya dan minumanku.

Tidak lama Sabrina kembali dengan membawa dua cangkir coklat panas miliknya dan milikku yang kemudian dia letakan di atas mejaku.

"Thank's, Zab," Ucapku singkat lalu kembali melanjutkan pekerjaanku dan Sabrina melanjutkan makannya dengan sesekali mengajakku berbicara.

Sampai makanan Sabrina habis, aku masih belum menyentuh makananku sama sekali karena masih terlalu fokus bekerja.

Sabrina tidak langsung pergi kembali ketempatnya. Dia sepertinya memperhatikanku yang sesekali berdecak jika ada yang salah dengan pekerjaanku. Wanita itu juga sudah beberapa kali menyuruhku untuk makan terlebih dahulu tapi hanya kujawab dengan kata 'nanti'terus-menerus. Seperti sudah memahami keadaan ku, akhirnya Sabrina memilih bertanya.

"Kenapa lagi, Git?"

Aku berhasil menghembuskan nafas lalu menundukan kepala dan menjawab pelan, "Gak tau, Zab."

Kemudian aku menoleh kearahnya dan menarik nafas menceritakan semua yang kurasakan sejak Sabtu sore itu di rumah Bang Radit. Tidak hanya enggan membalas semua pesan Eksa, bahkan beberapa hari ini aku tidak bisa tidur dan baru bisa tertidur menjelang setengah 4 pagi.

Aku selalu mengelak jika Eksa mungkin pernah menyerahkan perasaannya padaku karena aku yakin dia pasti telah memikirkan resiko terbesar yang sayangnya akan berdampak bagi persahabat kami yang telah terjalin selama kurang lebih hampir 16 tahun. Dan, sayangnya lelaku itu juga tahu jika aku tidak ingin ada yang 'berubah' diantara kami berdua.

Selain itu, aku sangat tahu jika Eksa sangat mencintai Jihan. Meskipun sempat putus setalah tiga tahun menjalin hubungan karena Eksa harus melanjutkan studinya di Inggris dan mereka tidak ingin menjalin hubungan jarak jauh atau LDR. Selama di Inggris, aku juga sangat yakin jika Eksa belum bisa melupakan Jihan. Karena, setelah 2 tahun kepulangannya dari Inggris, Eksa selalu mencecarku dengan pertanyaan yang sama setiap hari seputar Jihan, Jihan gimana ya kabarnya? Jihan udah ada pacar gak sih? Jihan udah makan belum ya? Dan masih banyak lagi. Tidak hanya itu, bahkan aku sering memergokinya sedang menstalking social media Jihan. Sampai akhirnya, Eksa memberanikan diri untuk menanyakan kabar Jihan secara langsung melalui DM Instagram mengingat Jihan telah memblokir nomornya.

UNFORTUNATELYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang