Dalam hidup Gita, dia tidak pernah menyangka bisa bersahabat dengan Eksa, seorang public figure, selama lebih dari 15 tahun. 'Sayangnya', dikelilingi banyak penggemar wanita dan selalu menjadi sorotan kamera membuat Gita sedikit ngeri dan muak denga...
Setelah semalam aku dan Eksa bernostalgia tentang interaksi kami pertama kali ditemani nasi goreng Cak Aji, pagi ini aku sudah berada di rumahnya karena telah berjanji untuk membantunya menghitung jumlah sisa undangan yang belum di sebarkan.
"Yang belum ada namanya tinggal lima puluh empat." Ucapku setelah menghitung jumlah undangan yang belum tertera nama penerimanya.
"Njir, banyak banget. Siapa lagi ya, yang belum gue undang?"
"List daftar undangan lo mana, sih? Bukannya kemarin udah gue kasih ya? Pakai itu aja. Kemarin udah banyak yang gue check list kok, jadi lebih gampang dan biar lo gak lupa juga kek gini."
Eksa terkekeh. "Iya-iya, Ta. Ini mau gue ambil kok. Gue lupa kalau semalem masih ketinggalan di dalem mobil kayanya."
Lalu ia bangkit untuk mengambil barang tersebut. Tidak berapa lama dia kembali dan mengejutkan ku dengan melemparkan sebuah benda kecil yang sangat familiar bagi ku.
"Ihhhhhh Eksaaaa pantesan gue cari gak ada ternyata jepit gue jatoh di mobil lo. Hehehe makasihhh ya."
"Kebiasaan. Untung bukan gincu, bisa dikira punya selingkuhan. Gagal nikah deh gue."
Aku tertawa keras. "Ya gak mungkinlah Jihan gitu. Dia kan bukan cewek alay yang kek disinetron yang biasa diliat nyokap gue."
Kami berdua tertawa bersama. Kemudian, setelah kami menghitung dan mengecek ulang semua undangan, kami segera bergegas pergi sebelum hari semakin siang dan terik. Karena kemungkinan juga kami akan mengelilingi Jakarta seharian penuh untuk mengatarkan undangan, belum lagi kami juga harus berhadapan dengan kemacetan parah mengingat ini adalah malam minggu.
***
Rumah Bang Radit menjadi tempat persinggahan kami yang terakhir. Lelaki itu merupakan gitarist sekaligus vokalis dari band Temu yang beranggotakan 4 orang, salah satunya Eksa – sahabatku sebagai bassist, Nugi sebagai drummer, dan Falah sebagai keyboardist. Bang Radit juga menjadi yang paling tertua diantara mereka berempat. Meski band tersebut kini telah bubar setelah hampir satu dekade berkarya, namun musik dan keberadaannya masih melekat di hati para penggemar mereka bahkan musisi, artis dan penikmat musik biasa.
Hubungan silahturahmi dan friends relationshiip Temu masih terjalin dengan erat, baik dari personel, sutradara sampai team managernya dan crew. Meski sekarang memilih jalan masing-masing, mereka tetap menyempatkan untuk bermain, nongkrong dan liburan bersama jika ada waktu senggang. Itu salah satu yang aku suka dari mereka.
Selain masih sukses di layar kaca, Bang Radit kini juga sukses menjadi pengusaha dengan memiliki dua cabang coffee shop di Jakarta, satu di daerah Braga, Bandung, dan akan menjadi ke-empat karena dia akan segera launching cabang baru di daerah Sleman, Yogjakarta.
Aku dan Eksa memilih singgah untuk beberapa jam di rumah Bang Radit. Dia bilang ingin menumpang istirahat dan tidur sebentar. Aku menyetujuinya karena lebih baik begitu daripada kami harus behadapan dengan kemacetan Jakarta di malam minggu yang cerah ini.
Sementara Eksa tidur di sofa ruang tengah, aku lebih tertarik melihat foto-foto bersejarah band Temu yang terpampang di sebelah pintu ruang studio Bang Radit beserta lemari kaca yang penuh dengan pengharagaan musik bergengsi. Aku sepeti tidak pernah bosan melihat itu semua. Bukti kerja keras mereka untuk Temu. Terlebih sahabat ku, Eksa.
Aku memperhatikan dan meneliti dan mengingat setiap foto Eksa bersama personel Temu yang mengalami banyak perubahan fisik dari tahun ke tahun. Tanganku tanpa sadar terangkat untuk menyentuh salah satu foto, tapi sebelum itu tejadi Bang Radit datang dan mengejutkan ku.
"Gak nyangka ya? Tuh anak akhirnya nyusulin Nugi sama Falah nikah. Padahal... tadinya gue pikir dia yang bakal duluan." Ucap Bang Radit sambil mengarahkan pandangannya pada Eksa yang masih tertidur.
Aku terdiam. Mataku refleks ikut mengarahkan pandangan pada Eksa. Tidak berlangsung lama, karena pandanganku kembali teralihkan saat Bang Radit memanggilku.
"Git."
Aku menolehkan kearah bang Radit dengan alis bertaut. "kenapa bang?"
"Lo... selama kenal tuh anak... apa lo gak pernah ngerasain 'sesuatu' gitu?" Tanya Bang Radit.
Alisku semakin bertaut tanda tidak mengerti. "Maksutnya?"
Bang Radit menghembuskan nafasnya lalu mengulang ucapannya yang dipertegas. "lo gak pernah ada perasaan ke dia?"
Hah?! Dia? Dia siapa? Perasaan apa?! Jujur aku teralu terkejut dan semakin tidak mengerti apa yang dimaksut Bang Radit.
Memahami kebingungan ku, Bang Radit menjelaskan lagi. "Lo tau kan, kalau antara cewe-cowo memiliki hubungan yang namanya 'sahabat' apalagi sampe bertaun-taun, itu gak bakal ada yang murni. Pasti kedua atau salah satu dari mereka ada yang menyimpan 'rasa'."
Aku terdiam masih mencoba mencerna semua ucapan Bang Radit. Tapi, belum cukup sampai disitu, Bang Radit mengeluarkan pertanyaan lagi yang membuatku menelan ludah.
"Atau... selama ini lo gak pernah tau kalau Eksa pernah punya rasa ke elo?"
***
Terima kasih sudah mampir untuk membaca. Harusnya kemarin jadwal buat update, tp gara2 dosen aku yang kadang suka bercanda suruh ngerjain simulasi skripsi bab 3 kurang dari 24 jam hwa mau nangis rasanya:') Jadi mohon maaf ya jika ada kesalahan dalam penulisan karena aku juga lupa ini udah aku revisi apa belum dan part ini terlalu pendek. Tapi kalau ada kritik dan saran boleh langsung add comment atau dm aku ya^^
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.