-GITA-
Dengan mata masih setengah terpejam, tanganku meraba sekitar untuk mencari dimana keberadaan ponselku. Namun, saat merasakan tempat tidur yang ku tempati terasa lebih sempit dari biasanya, membuat ku langsung tersadar bahwa ini bukanlah kamar kostku.
Otak dan mataku mencoba memindai setiap benda dan sudut dari ruangan ini. Seketika aku terkejut dan terbangun dengan mata terbelalak lebar. Otak ku telah kembali menyatakun kepingan puzzle apa yang telah terjadi semalam.
Ya, aku ingat! Semalam aku tengah kalut dengan pikiran yang telah ku buat sendiri mengenai aku– si manusia aneh, yang membandingkan diri ku sendiri dengan teman-teman ku dan berakhir dengan aku yang terisak kencang.
Eksa kemudian datang menawarkan sebuah pelukan menenangkan untukku. Hingga tanpa sadar aku telah tertidur, bahkan masih dalam pelukannya. Setelah itu, aku tidak tau mengapa aku bisa berakhir di sofa bed dark grey ini, beserta sebuah selimut yang membalut tubuhku.
Satu hal yang baru ku sadari lagi, aku tidak menemukan keberadaan seseorang yang sejak semalam telah menemaniku. Aku lansgung menyibak selimut yang masih melilit tubuhku lalu bergegas bangkit dengan gusar mencari keberadaan orang tersebut di setiap sudut rumah ini.
Sial! Bisa-bisanya tuh, anak semalam gak bangunin gue. Maki ku dalam hati.
Begitu aku sampai di depan sebuah ruangan yang bertulis "Studio Room" dipintunya, aku bisa menebak orang yang kucari berada di dalam sana karena aku bisa mendengar suranya samar-samar dari balik pintu.
Segera ku buka pintu itu dan bersiap untuk memaki Eksa. Namun, baru sedikit membukanya, suara ku kembali tertahan karena melihatnya sedang berbicara secara formal dengan seseorang melalui video conference.
Mungkin urusan pekerjaan, entahlah. Karena sampai saat ini, aku tidak mau menahu perihal pekerjaannya dan tak ingin ikut campur atau terlibat sedikit pun kecuali dia sendiri yang bercerita. Hanya sekedar itu.
Baru akan menutup pintu, tapi Eksa telah menyadari keberadaanku lebih dulu yang masih berada diambang pintu. Lalu ia mengangkat ke lima jarinya sambil mulutnya yang terbuka seperti berteriak tanpa suara memberi kode, "LIMA MENIT."
Aku hanya membalasnya dengan mengedikan bahu kemudian benar-benar menutup pintu itu kembali lalu berjalan dengan lesu menuju dapur dan mendaratkan pantat ku di kursi bar.
Sebenarnya ini belum pukul lima pagi, tapi perut ku sudah lapar saja dan membayangkan telur gulung.
Di tengah meja bar, aku menemukan sebuah plastik berisi mie gacoan yang sepertinya masi utuh karena belum tersentuh, dan itu terbukti dengan packnya yang masih tertutup rapat. Bisa ku tebak ini adalah milik ku, karena aku ingat ternyata semalam memang aku sibuk menangis di ruangan ini hingga melupakan mie gacoanku sayang huu...
Pada akhirnya setelah menunaikan ibadah sholat subuh lebih dulu, aku memilih memanaskan lalu menyantap mie gacoan ku semalam karena tidak ada yang bisa dimakanan di rumah ini dan dari pada menjadi mubadzir. Untung saja, Eksa memesankan mie yang tidak terlalu pedas. Dalam artian masih aman untuk perut ku pagi ini, paling hanya melilit saja.
Saat asyik menikmati sarapan, aku mendengar salah satu pintu terbuka lalu diikuti suara langkah kaki seseorang menuju kemari.
"Morning," Sapa Eksa memasuki dapur lalu duduk di seberang ku.
Tanpa membalas sapaannya, aku langsung menyerbunya dengan berbagai macam omelan. "Heh! Bisa-bisanya lo kagak bangunin gue semalem?! Untung masih pagi, jadi keburu deh gue abis ini pulang ke kost. Btw, gue pinjem motor lo abis ini buat gue balik ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNFORTUNATELY
General FictionDalam hidup Gita, dia tidak pernah menyangka bisa bersahabat dengan Eksa, seorang public figure, selama lebih dari 15 tahun. 'Sayangnya', dikelilingi banyak penggemar wanita dan selalu menjadi sorotan kamera membuat Gita sedikit ngeri dan muak denga...