-GITA-
"Gitaaa..."
Terdengar seorang baru saja meneriaki namaku dari arah ruang tengah. Lalu, kembali dia memanggil namaku namun tanpa teriakan karena dia sudah dihadapan ku dengan menenteng dua dus sepatu yang sangat ku tahu. Bukan karena logo atau merk ternama yang tertera di dus tersebut, tetapi siapa yang menghadiahi dua pasang sepatu tersebut.
"Nih, yang sekiranya cocok sama lo." Dia menyerahkan dua dus sepatu tersebut padaku. Sementara aku meletakan pisau diatas telenan dan beralih menerima dua dus tersebut lalu membukanya satu persatu.
Dus pertama yang ku buka adalah sepasang high heels hitam. Diatasnya, terdapat hiasan permata-permata kecil yang sangat berkilauan, serta pengait di belakangnya yang melingkari pergelangan kaki agar tidak mudah terlepas saat digunakan dan memberikan kesan agar kaki terlihat lebih jenjang.
Dus kedua yang kubuka berisi sepsang stiletto yang juga sama berwarna hitam. Bahannya terbuat dari beludru meskipun tidak terdapat hiasan apapun disana. Tapi, hal itulah yang membuatnya terkesan elegan dan menarik, disamping stilletto tersebut tidak terlalu tinggi seperti high heals hitam tadi.
Tanpa pikir pajang aku langsung tertarik dengan stiletto itu. "Gue pinjem yang ini aja ya. Hehehe."
"Boleh. Keknya itu juga lebih cocok buat dipake sama dress lo. Tapi gak ketinggian kan?"
"Emm... Lebih tinggi sih keknya dari yang biasa gue pinjem. Tapi, it's oke lahhh. Gue juga gak lama-lama entar pas acara biar gak tersiksa."
Cewek itu tertawa padaku. Begitu lembut. "Ya udah deh. Tadinya gue bingung sih mau pilihin yang mana buat lo karena setelah yang biasanya sering lo pakai solnya udah mangap gara-gara gue salah tempat makainya."
Aku ikut tertawa mengingat cerita itu, lalu aku berkata, "oke deh. Ini gue bawa dulu ya." Sambil mengacungkan sepasang stiletto hitam tersebut di depannya.
Selepas urusan sepatu selesai aku kembali melanjutkan aktifitas ku yang sempat tertunda, yaitu memotong sayuran.
Setelah semua bumbu dan bahan telah selesai. Saatnya memasak! Cewek yang tadi meminjamkanku sepatu mengambil alih kompor, wajan dan spatula karena aku tidak bisa memasak. Tentu masakan ini juga bukan diperuntukan untukku maupun dirinya sendiri. Tetapi, untuk sang kekasih. Eksa—yang mana menjadi sahabatku juga selama kurang kebih 15 tahun.
Kalau kalian menebak aku sedang berada di tempat tinggal Jihan, itu tepat sekali! Salain sahabat, Jihan adalah salah satu tempat bagi ku untuk pinjam meminjam. Seperti semalam, Aku telah menerornya untuk meminjam sepatu untuk ku kenakan nanti malam. Itulah alasan mengapa aku bisa berada disini.
Kami saling bercerita tentang banyak hal selagi Jihan memasak dan aku hanya berdiri memperhatikannya. Sesekali aku juga bertanya jenis setiap bumbu atau bahan yang tidak aku ketahui. Memang separah itu keahlian ku dalam memasak. Nol besar. Entah akan ku beri makan apa nanti calon suamiku kalau kami sudah menikah nanti. Belum lagi omelan calon mertua yang mungkin akan mengatakan seperti ini, "perempuan macem apa yang tidak bisa diumur segini?! Anak saya jadi batang lidi kalau dia nikah sama kamu." Aku bergedik ngeri membayangkannya. Tapi, aku tidak mau ambil pusing dulu, karena calon saja aku belum ada.
Aku tidak tahu apa yang sedang dimasak Jihan. Mungkin seperti capcay dan terdapat petai didalamnya. Tapi, mencium aromanya saja sudah membuatku lapar. Apalagi rasanya, tidak diragukan lagi!
Jihan yang sudah paham, langsung menawariku untuk makan dan aku hanya membalasnya dengan cengiran kemudian dengan cepat mengambil sendok dan piring lalu setelah acara perut selesai aku berencana pulang. Ya kalau kata orang-orang Selesai Makan Pulang atau disingkat SMP, dan bisa dikatan aku memang sejenis itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNFORTUNATELY
General FictionDalam hidup Gita, dia tidak pernah menyangka bisa bersahabat dengan Eksa, seorang public figure, selama lebih dari 15 tahun. 'Sayangnya', dikelilingi banyak penggemar wanita dan selalu menjadi sorotan kamera membuat Gita sedikit ngeri dan muak denga...