-EKSA-
(15 tahun yang lalu)Gue tahu, gue telah menarik Gita masuk ke dalam kehidupan gue. Setelah menjadi partner projek SAINS untuk pertamakalinya bersama, gue tidak mau interaksi gue dengan Gita berakhir begitu saja. Gue ingin mengenal Gita lebih dalam dan memasukannya dalam daftar nama orang terpenting dalam hidup gue. Terdengar egois bukan? Tidak, seharusnya Gita akan berterima kasih. 'Seharusnya'.
Sayangnya, untuk mendapatkan itu semua tentu tidak mudah. Gita benar-benar sulit untuk gue raih. Bahkan beberapa kali dia menjauh dan seperti tidak mau berurusan dengan gue. Gue sempet berpikir, apa yang salah dari gue?
Yup, gue tentu tidak menyerah begitu saja. Semua cara telah gue upayakan. Salah satunya adalah meminta Bu Dian untuk selalu menjadikan Gita sebagai partner kelompok gue dalam projek dan mata pelajaran apapun dengan alasan gue nyaman satu projek dengannya. Licik memang, tapi gue sama sekali gak peduli. Sorry ya, Ta..
Gita juga tidak langsung menerima begitu saja. Seperti yang kalian ingat saat pertama kali kami menjadi partner kelompok, Gita terlihat bersi keras untuk bertukar kelompok dengan yang lain bahkan dia mengeluarkan argumen yang membuat gue sangat tersinggung namun tidak bisa gue bantah, karena apa yang gadis itu ucapkan ada benarnya. Tapi, hal itu yang membuat gue yakin kalau Gita adalah orang yang tulus diantara yang lainnya yang menginginkan satu–dua hal dari gue.
Terbukti! Gue inget dia pernah bertanya, "Kenapa lo segitu percayanya sama gue? Lo gak takut apa gue manfaatin? Duit lo kan banyak, kalau lo gue porotin gimana? Gue biasa jajan cilok lima rebu 3 kali sehari, lho! Lo bisa berpotensi buat gue palakin tiap hari." Gue tertawa mendengar ucapannya saat itu. Maksutnya, mana ada orang mau manfaatin dan malak orang tapi bilang-bilang dulu? Lagian buat jajan cilok sampe lima puluh ribu sehari buat Gita gue gak masalah sama sekali kalau itu memang bisa membuat gue dan Gita semakin dekat.
Sampai beberapa waktu kemudian Gita akhirnya menyerah membiarkan kehidupannya setiap hari gue recokin. Dan, semakin hari gue bisa tahu kalau Gita sebenernya adalah orang yang baik, peduli dan asyik buat diajak ngobrol meskipun harus dipancing dulu baru mau ngomong panjang.
Saat Gita berhasil gue tarik masuk dalam kehidupan gue, disitu gue juga sadar. Kehidupan Gita yang awalnya tenang menjadi sedikit terusik oleh beberapa siswi usil dan iseng yang tau siapa gue saat diluar sekolah. Bahkan saat Masa Orientasi Siswa baru yang kebetulan pada saat itu gue adalah anggota Osis, dan gue denger ada beberapa siswi yang beralasan ingin bersekolah disini hanya karena ingin bertemu gue setiap hari dan ingin satu sekolah dengan gue.
Siswi-siswi iseng tersebut tentu pernah dan sering berurusan dengan Gita. Salah satunya adalah saat waktu break masa orientasi bagi siswa-siswi baru. Saat itu, gue dan panitia yang lain juga ikut beristirahat di pinggir lapangan dan kemudian Gita datang bergabung membawa dua bekal miliknya dan milik gue untuk dimakan bersama dengan yang lain. Meskipun gue mendapat jatah nasi kotak, tapi gue lebih memilih masakan yang telah dibuat Ibunya Gita karena pasti ini spesial dan khusus dibuatkan untuk gue hehehe.
Namun, saat gue akan meraih bekal dari tangan Gita, tiba-tiba salah satu Siswi dengan baju putih-merah datang lalu menyenggol bekal yang dibawa Gita hingga jatuh berserekan. Entah sengaja atau tidak, hal itu cukup membuat Gita terlihat biasa saja tapi tetap berusaha menahan emosinya karena setelah siswi itu meminta maaf padanya, Gita mengucapkan, "iya, tapi lain kali hati-hati." Dengan nada datarnya namun dapat membuat sang siswi tersebut merasa terintimidasi.
Setelah beberapa hari masa orientasi. Banyak siswi yang mana officially telah menjadi adik kelas gue, terang-terangan mendekati Gita dengan alibi meminta nomor ponsel gue. Beruntungnya Gita-ku ini sangat galak, dia bahkan tidak segan untuk bilang, "minta aja ke orangnya sendiri." Kemudian berlalu meninggalkan siswi tersebut. Atau, jika ada siswi yang ingin memberikan sesuatu ke gue tapi melalui perantara Gita, dia akan bilang, "bukan buat gue kan? Kasih aja sendiri keorangnya. Noh, orangnya disana." Sambil menunjuk gue yang tidak jauh darinya dan dia kembali melanjutkan aktifitasnya.
Sejak saat itu banyak adik kelas yang menganggap Gita adalah kakak kelas yang galak, judes, dan sombong. Bahkan gue pernah mendengar beberapa dari mereka bilang, "dih! Sombong banget mentang-mentang temenan sama artis. Trus kita gak dibolehin deket gitu sama kak Reksa." Yang lain menyahut, "cemburu kali." Gue bener-bener tertawa saat mencuri dengar obrolan mereka. Bahkan saat gue sedang main ke rumah Gita dan menceritakan hal tersebut padanya, dia hanya menanggapi santai, "biarin aja. Masih pada bocah ini mereka. Masih pada gabut buat caper." Kemudian kami tertawa bersama.
***
Gue memang terlihat tidak pernah membela Gita saat dia diusik oleh adik kelas. Bukan karena gue tidak mau atau tidak peduli, tapi gue lebih percaya kapan Gita harus terlihat bodoh amat dan kapan dia harus bertindak terhadap mereka.
Puncaknya, pada saat itu setelah gue dan Gita baru saja dari kantin dan kami baru mencapai pintu kelas, ekspresi Gita berganti yang tadi tertawa setelah bercanda dengan gue langsung menjadi kesal setelah melihat segerombolan adik kelas tengah memunguti sesuatu di sekitar area bangku kami.
Setelah Gita berlari menghampiri mereka, ternyata prakarya batik tulis untuk projek Seni Budaya miliknya yang telah selesai setengahnya berubah menjadi kotor dan ada tumpahan lilin atau malam dilantai dan mengenai kain tersebut. Padahal nantinya kain tersebut akan dipamerkan di acara pensi tahunan sekolah yang nantinya akan di isi juga oleh band Temu dua pekan lagi.
"Prakarya gue!" Ucap Gita dengan nada bergetar sambil berjongkok meratapi kain batiknya yang sudah naas.
Gue juga gak tinggal diam aja. Gue langsung menghampirinya tanpa peduli sekitar yang mulai hening dan mencekam. Kemudian gue ikut berjongkok untuk membantu memungut alat-alatnya yang berjatuhan dan menenangkannya yang sudah terlihat hampir menangis.
"Ta, ini masih bisa di perbaiki kok, nanti gue ban–" belum selesai gue ngomong gue terkejut dengan Gita yang tiba-tiba membentak gue dengan keras hingga menarik perhatian seluruh kelas.
"APA?! APA YANG BISA LO PERBAIKI?! GAK USAH PEDULIIN GUE?! LO URUS AJA TUH ADEK-ADEK LO!"
Untuk pertama kalinya guebener-bener melihat Gita marah, bukan cuma ke adik kelas yang entah apa yang sedang merekalakukan sehingga bisa masuk ke ruangkelas VIII B ini danmengusik privacy gue, tapi dia juga marah ke gue.
***
Harusnya aku mau up dari tadi, tapi keenakan ngasih selfreward karena ku syenang sekaliii gak ada revisi sama sekali disetengah bab 4 skripsiku, jadinya ya seharian tidur mulu hehehe.
Btw, Terima kasih sudah mampir untuk membaca dan memberikan bintang. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan part ini terlalu pendek. Kalau ada kritik dan saran boleh langsung add comment atau dm aku ya^^
Ditunggu part berikutnya!
Surabaya, 26 November 2021.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNFORTUNATELY
General FictionDalam hidup Gita, dia tidak pernah menyangka bisa bersahabat dengan Eksa, seorang public figure, selama lebih dari 15 tahun. 'Sayangnya', dikelilingi banyak penggemar wanita dan selalu menjadi sorotan kamera membuat Gita sedikit ngeri dan muak denga...