UNFORTUNATELY -9-

135 24 0
                                    

-EKSA-

Gue masih mengingat dengan jelas saat itu, untuk pertamakalinya Gita mengatakan kalau dia benci ke gue. Iya, 'Gita benci Reksa' dan entah sampai Gita akan mengakhirinya. Berhentin benci ke gue. Atau bahkan tidak sama sekali, dia akan terus membenci gue.

Bunyi klakson mobil dari luar membuyarkan lamunan gue. Gue langsung bangkit dan melemaskan otot-otot yang padahal gue hanya duduk dan menyender pada pintu beberapa menit tapi entah mengapa terasa melelahkan. Baru setelah itu gue keluar dari ruang Janitor dan masuk ke dalam mobil melalui pintu penumpang di sebelah pengemudi.

Mobil telah berjalan keluar area gedung dengan Gita yang berada di balik kemudi. Saat gue perhatikan, wajahnya tak kalah berantakan dengan wajah gue. Hal itu meperkuat keyakinan gue kalau Gita tidak dalam baik-baik saja.

"Dua hari ini gue emang lagi capek, Sa. Bang Angga tiba-tiba minta gue nyelesain kerjaan gue lebih cepat dari jadwal yang seharusnya dan deadline yang ikut di majuin," ucap Gita seperti telah membaca pikiranku.

Dia menoleh sebentar ke arah gue dan tersenyum. "Sorry ya."

"Gue cuma antisipasi aja kalau-kalau lo lepas tanggung jawab," balas gue dengan satu ujung bibir terangkat.

Gita mendorong bahu gue tanda tidak terima. "Enak aja, gue gak gitu ya! Lagian tugas gue juga tinggal nunggu sovenir datang trus diitung dan gak perlu gue packing ulang kan? Eh, tapi kalau sovenir buat keluarga atau temen-temen deket packingnya harus dikasi pemanis deh biar gak sama tamu-tamu yang lain. Ya, walaupun isinya sama sih tapi biar beda aja gitu."

See? Akhirnya nih cewek kembali cerewet lagi. Tapi emang ini sih yang gue tunggu kemarin-kemarin dari Gita. Bukan dia yang lagi pendiem, dan sok sibuk seperti baru kenal.

"Oh, ya satu lagi, sama gedung sampe selesai di dekor, dan yeayyyyy selesai deh tugas gue hehehe."

"Siapa bilang selesai? Tugas lo tuh baru selesai kalau semuanya aman sampai semua prosesi acara selesai sampai AKHIR."

Gita memberenggut. "Dih, kok gitu?!"

Gue tidak membalasnya karena tiba-tiba ponsel gue berdering ada panggilan masuk dari Jihan dan gue harus segera mengangkatnya.

"Hallo, iya sayang."

"Kamu lagi diluar ya? "

Gue melirik Gita sekilas yang masih fokus menyetir sebelum menjawab pertanyaan Jihan.

"Iya, ini aku lagi mau cari makan."

"Udah dapet?"

"Eh, belum sih. Ini masih muter-muter."

"Kalau gitu kamu mending pulang aja. Soalnya tadi aku ke rumah mama sekalian lewat ngasihin jengkol saus padang bikinan mama buat kamu. Tapi tadi aku titipin di pos satpam komplek kamu."

"Kok kamu gak bilang sih? Kan nanti aku bisa samperin trus kita bisa ketemu."

"Ya, tadinya aku udah niat gitu. Tapi mama udah wanti-wanti aku pas mau berangkat.."

Telinga gue masih setia mendengarkan Jihan bercerita lewat ponsel. Tepat sebelum menermui persimpangan lampu merah aku memukul-mukul lengan Gita memberi kode untuk membelokan mobil langsung ke arah rumah gue, bukan ke rumahnya.

Gita bertanya dengan bisikan yang keras, "Mau ngapain?!"

Gue menjauhkan ponsel sebentar untuk menjawabnya, "Udah ngikut aja napa sih?!"

Lalu gue menempelkan ponsel gue lagi ke telinga masih setia mendengarkan Jihan bercerita. Gita terlihat kesal, tapi dia menurut untuk membelokan mobil langsung mengarah rumah gue.

UNFORTUNATELYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang