BAB 3

1.6K 214 17
                                    

4 bulan kemudian.

"Nak, besok pagi mami mau ke pabrik." Kata mami saat mereka sarapan bersama. Meskipun mami sarapan bersama, tapi mami nggak punya nafsu makan. Porsi makannya sangat sedikit sekali. Ika tak mampu merayunya. Meskipun ART sudah memasak makanan favorit, mami tetap saja susah makan.

"Mami sama siapa?" Tanya Arta.

"Sabtu aja, mi. Kita bisa temani mami." Lanjut Ika.

"Nggak bisa, nak. Sudah lama mami nggak ke sana. Biasanya Papi seminggu sekali, malah kadang seminggu 2 kali."

"Mami sama siapa?" Ika mengulang pertanyaan suaminya.

"Sama driver."

"Jangan sama driver aja, mi. Ajak teman mami juga." Ika memberikan saran, agar mami tidak bengong selama perjalanan. Selain itu, Ika juga kuatir keselamatam mami, dia takut jika tante dan omnya berbuat yang tidak-tidak kepada maminya.

"Iya. Nanti mami di temani Tante Nuning."

"Pak Satpam di ajak juga, mi." celetuk Arta. Dia tau kekuatiran istrinya kepada mami.

"Ngapain? Yang jaga rumah siapa?"

"Rumah ini nggak perlu di jaga, mi. Yang harus di jaga itu mami....Ika takut_"

"Nggak papa, nak...."

"Kalo pak Satpam nggak ikut, mami ke pabrik sama kita. Gimana?" tanya Ika membuat kesepakatan dengan mami.

Mami tersenyum.

"Kamu itu kayak papi. Iya iya, besok mami ajak salah satu satpam."

Mereka berlanjut berbincang ringan.

Esok harinya, mami sudah tiba saat Ika dan Arta memasuki rumah. Arta melanjutkan langkahnya ke kamar dan Ika masih duduk di sofa dengan mami.

"Kok mami uda datang?" tanya Ika.

"Kamu nggak suka liat mami pulang cepet?"

Ika tertawa kecil dan bergelayut manja di lengan mami.

"Bukan gitu, mi. Biasanya papi kalo ke pabrik pulangnya malam."

"Sekarang kamu mandi dulu. Abis makan malam, kita ngobrol lagi." pinta mami.

"Iya mi...." jawab Ika dengan patuh.

"Kalo uda beresin meja makan, kalian ke sini ya...." Mami berteriak seolah memanggil Ika dan Arta yang membantu membersihkan meja makan. Mami sudah duduk di depan TV.

"Iya mi...." Ika ikut berteriak.

Setelah beberapa menit, mereka duduk bersama.

"Arta, Ika, apa yang mami bicarakan ini jangan di potong lebih dulu. Mami akan jelasin semuanya. Ngerti?" tanya mami sambil melihat Ika dan Arta bergantian.

"Iya mi..." jawab mereka dengan kompak dan menganggukkan kepala.

"Sebelumnya mami minta maaf kalo keputusan mami tanpa persetujuan kalian.

Mami menawarkan pabrik kepada teman papi. Kenapa mami ngelakuin ini?

Papi berpesan, Ika dan Arta nggak boleh berurusan dengan adik papi. Selama pabrik itu berdiri atas nama papi, mereka akan mengusik kalian. Mami nggak mau. 

Mungkin Ika menyayangkan keputusan ini. Sama nak. Mami pun juga sangat sayang ke pabrik ini.  Mami nggak akan lupa perjuangan papi membesarkan pabrik ini. Tapi, keselamatan kalian yang utama. Jangan sampai ada yang mengusik anak mami!

Dan mami rasa kalian akan sulit mengontrol pabrik. Karena pekerjaan kalian.

Sebagai gantinya, mami membeli lahan sekitar kota ini. Terserah kalian, mau di sewakan untuk tempat parkir juga boleh. Karena disitu padat penduduk, kebanyakan mereka nggak punya garasi. Mami juga beli rumah untuk kos-kosan. Semua bisa kalian kelola dari sini.

#3 (Never) Walk Alone=={END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang