Arta mengemudi mobil, Ika duduk di sebelahnya. Papi yang tak sadarkan diri ditemani mami di bangku belakang. Mereka menuju ke rumah sakit terdekat. Saat di perjalanan, Ika sempat menelepon pihak rumah sakit tentang kondisi papi.
Tiba di Unit Gawat Darurat, papi di terima oleh beberapa perawat dan langsung di berikan tindakan.
Mereka memantau dari kejauhan, masih bisa melihat tubuh papi.
Ika merangkul pundak mami yang terlihat kuatir. Tak ada satupun di antara mereka yang mengucapkan kata. Arta menyodorkan sebotol air mineral dan mengangkat dagunya seolah memerintah untuk meminumnya.
"Mami minum dulu ya...." kata Ika dengan sabar.
Mami menurut apa yang diucapkan anaknya.
Setelah hampir 40 menit, seorang pria bersnelli menghampiri mereka. Wajah mereka terlihat penuh harap, menunggu kabar baik.
"Keluarganya bapak Hadi Sudarman ya?" tanya pria yang berprofesi dokter ini.
"Iya pak..." jawab Arta lugas.
"Saat ini, Bapak sadar. Tapi kondisinya belum stabil. Jadi sementara ini, saya tempatkan bapak di ruang ICU."
"Kenapa harus di ruang ICU dok? Kata dokter papi saya sadar?" sahut Ika yang keberatan jika papi harus masuk ke ruang ICU ini.
"Karena alat yang dibutuhkan bapak hanya tersedia di ruang ICU. Bapak membutuhkan perawatan Intensive."
"Jadi nggak bisa di tunggu ya dok?" tanya mami.
"Bisa di kunjungi sebentar. Masih bisa ketemu, tapi nggak boleh lama-lama. Bapak harus benar-benar istirahat."
Mau tak mau, mereka harus menyetujui apa yang di sarankan oleh dokter. Karena tidak ada pilihan.
Mereka berjalan beriringan mendampingi ranjang papi yang menuju ruang ICU. Arta dan Ika hanya berdiri di depan pintu saat papi masuk ke ruang ICU. Sedangkan mami sudah tak sanggup berdiri lagi. Mami seolah pasrah dengan tindakan yang diberikan oleh pihak rumah sakit.
Perawat dan dokter tampak lihai memasang beberapa alat medis terhubung di tubuh papi.
Ika menyandarkan kepalanya di dada Arta, rasanya dia tak sanggup melihat."Di pasang kayak gitu, sakit nggak sih? Kasian papi... " Bisik Ika.
"Aku nggak tau. Itu terpasang biar papi cepet sembuh." Bisik Arta dan mengusap lengan atas istrinya.
Mami dan Ika tak mau pulang, mereka ingin menunggu papi di ruangan yang di sediakan khusus keluarga yang perawatan ICU. Akhirnya Arta pulang seorang diri dan mengambil beberapa baju ganti serta keperluan lainnya.
Setelah tiga hari di ruang ICU, kondisi papi sudah stabil, dan di perbolehkan pindah ke kamar rawat inap biasa. Ika memilih kamar inap VVIP. Sejak papi di rawat, mami tidak pernah meninggalkan rumah sakit. Sehingga, Arta dan Ika secara bergantian juga ikut menunggu.
Mereka cukup lega, papi sudah bebas dari alat medis yang menurut Ika mengerikan.
Alat yang ada di kamar, hanya tabung oksigen. Tapi papi tidak memakainya.
Infus tentu saja masih menempel di tangan papi."Mami kemana?" tanya papi yang baru saja bangun tidur. Suaranya masih lemah. Dia tersenyum melihat wajah Ika yang menggenggam tangannya.
"Di luar sama teman papi. Tadi teman papi masuk bentar. Terus minta keluar. Katanya, biar papi boboknya enak." Ucap Ika. Wanita ini baru saja pulang kerja.
"Kamu pulang sama siapa?" tanya papi lagi.
"Sama kak Arta. Sekarang dia pulang ke rumah, mandi sekalian ambil baju buat aku sama mami."
KAMU SEDANG MEMBACA
#3 (Never) Walk Alone=={END}
РомантикаCerita ini tentang Arta Laksono. Sepupu Aji (Cinta yang berliku) dan Angga (A Drama). Ini silsilah nya. Jangan tanya silsilah ortunya ya. Emak bingung cari nama. 1. Arta + Akmal 2. Abimana+Amira+Aksa 3. Angga+Arya 4. Aji+Amar 5. Aline+Adila