Bab 24

2.8K 287 43
                                    

Resepsi belum selesai, tapi Arta memaksa Linda untuk kembali pulang. Dengan patuh ia menuruti kemauan suaminya. 
Linda lebih dulu masuk ke kamar.
Sedangkan Arta masih memeriksa pintu dan jendela. Saat ia masuk, Linda berdiri di depan meja rias dan sudah mengenakan daster.

"Cepet amat gantinya." ucap Arta dan mencium kepala bagian belakang istrinya.

Linda tersenyum, perlahan ia membalikkan tubuh.

"Mau nunggu siapa?" ucap Linda dengan membuka biji kancing suaminya.

"Nggak nunggu aku?" goda Arta dan mencium pipi Linda.

Linda berhasil membuka seluruh kancing baju. Lalu ia menangkup kedua pipi suaminya dan menatap Arta.
Si pria merespon dengan melingkarkan lengan di tubuh istrinya.

"Kenapa harus nunggu mas Arta?" tanya Linda, dan setelahnya ia memberi kecupan singkat di bibir suaminya.

Arta tersenyum tipis dan membalas melumat bibir istrinya.
Tapi Linda sedikit meronta dan menjauhkan bibirnya dari Arta.

"Mas bau rokok! Mandi dulu!" Pinta Linda berusaha keluar dari pelukan suaminya.

Tentu saja Arta kecewa dengan penolakan istrinya. Tapi mau tak mau dia menurut.
Arta berjalan dan masuk ke kamar mandi, dia cuci muka lebih dulu.
Lalu dari pantulan cermin, Arta melihat pintu kamar mandi terbuka.

"Ruangannya bisa untuk mandi berdua?" Tanya Linda yang kini sudah masuk ke kamar mandi. Linda berjalan sambil membuka kancing dasternya.
Arta tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah laku istrinya yang sulit di tebak. Tadi Linda menolaknya, sekarang ia menggoda suaminya.

"Kalo mandi berdua, rasanya membutuhkan waktu yang lama. " Ujar Arta.

Linda mendekat, ia mencium di bagian tulang belikat suaminya lalu memeluknya dari belakang. Pelukannya tak bisa erat, karena ada perutnya yang buncit.

"Mas mau di kamar mandi berapa lama?" Bisik Linda lirih.

Arta membalikkan tubuh, ia sedikit mengangkat dagu istrinya dan bibirnya mendekat. 

"Di kamar mandi, cukup setengah jam. Di ranjang, sepanjang malam. Bagaimana?" bisik Arta tepat di depan bibir istrinya. Linda tersenyum lalu ia menjawab dengan melumat bibir suaminya, dan ini sebagai tanda malam panas mereka telah mulai.

Beberapa bulan kemudian.

Perut Linda makin membesar. Sering kali Arta meminta Linda agar segera mengajukan cuti, tapi ia menolaknya.

"Terus kamu mau cuti kapan? Aku capek liat kamu. Begah, Lin." Ucap Arta. Mereka kini sedang makan malam.

"Ya udah. Mas Arta nggak usah liat aku." Balas Linda sinis.

"Kok malah gitu?! Aku minta kamu cuti, soalnya aku kuatir. Aku_"

"Terus aku di rumah sama siapa?
Sepi......Aku nggak suka.
Lagian, kalo aku di rumah sakit, aku malah merasa lebih nyaman. Ada apa-apa tinggal teriak.
Kalo disini cuma ada Jey.
Aku teriak kadang dia nggak dengar." Linda memotong pembicaraan dan mengomel.

" Bener. Yang kamu bilang memang ada benarnya.
Tapi, aku juga kasian liat kamu nggak bisa baringan di kantor.
Padahal, kalo hari libur, kamu mau nya baringan terus." Balas Arta.

Linda merasa kesal karena Arta tak memahami kondisinya, dia meletakkan sendok dan garpu dengan kasar hingga menimbulkan denting.
Usai meneguk air putih Linda meninggalkan meja makan dan masuk kamar.
Arta hanya bisa menghela nafas. Dia meneruskan makan malamnya seorang diri.
Usai makan, Arta merokok sambil melihat aquarium.

#3 (Never) Walk Alone=={END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang