Bab 23

2.8K 273 31
                                    

Hari Senin, hari mulai beraktifitas dengan segala kesibukan.
Linda baru saja keluar dari kamar mandi. Dan ia melihat suaminya masih tidur nyenyak sambil memeluk guling. Perlahan Linda duduk di tepi ranjang di sebelah suaminya.

"Mas, nggak kerja?" tanya Linda dengan suara yang lirih. Tangannya mengusap lembut kepala Arta.

"Jam berapa?" Arta dengan suara parau. Perlahan matanya terbuka sedikit. 
Arta menyingkirkan guling ke belakangnya, ia menggeser tubuh lalu ia memeluk perut istrinya.

"Kok kamu uda mandi duluan?" tanya Arta lagi ketika mencium aroma harum tubuh Linda.

"Ini uda jam 6. Mas nggak bangun?
Aku berangkat sama mas? atau aku berangkat sendiri?" 

"Ya sama aku donk Lin." ucap Arta, tapi ia belum bergerak.

"Buruan mandi! Aku nggak mau terlambat." ucapLinda kepada suaminya yang terlihat lelet. Sedangkan waktu terus berjalan.

"Iya iya.... "

Dengan terpaksa Arta bangun dengan malas.
Tak lupa ia mencuri satu ciuman di pipi istrinya.
Linda tersenyum sambil melihat punggung suaminya yang masuk ke kamar mandi.

Wanita ini berdiri di meja rias. Dia menghela nafas lalu tersenyum. 
Meskipun Linda sudah menikah dengan Arta, tapi rasa takut itu selalu ada.
Takut dengan cobaan rumah tangga yang akan datang sewaktu-waktu.
Dia kuatir tidak bisa mengahadapi dan menyelesaikan. 

Aku tidak mau jatuh cinta dengan Arta. Kalimat ini sering ia ucapkan dalam hati. Tapi semakin sering dia menanamkan kalimat itu, hatinya semakin terisi oleh sosok Arta.
Ini terbukti ketika Arta menyentuhnya atau didekatnya.
Pikiran dan tubuhnya tidak sejalan.
Di pikirannya dia berusaha menolak dan ingin menjauh, tapi tubuhnya seolah kecanduan dengan sentuhan Arta dan ingin selalu di dekat suaminya.

Seperti biasa, Arta berhenti di area drop off. Usai mencium tangan suaminya, Linda keluar mobil.

"Lin!" Arta memanggil istrinya yang baru berjalan beberapa langkah.
Linda menoleh dan dia melihat suaminya sudah turun dari mobil.
Arta berjalan menuju ke istrinya.

"Kenapa?" tanya Linda.

"Kamu nggak berat bawa tas itu?" tanya Arta.
Selain membawa tas kerja, Linda juga menenteng tas kain yang berisi cemilannya.

"Tas makanan ini?" Linda balik bertanya dan sedikit mengangkat tas yang dimaksud suaminya.

"Iya. Aku bawain sampe ruangan ya?" Arta berusaha mengambil alih tas kain tadi.

"Nggak berat kok." jawab Linda. Namun tas sudah berada di tangan Arta.

"Nggak papa. Biar aku aja yang bawa."

"Tapi, itu mobilnya gimana? Kan nggak boleh parkir situ." ujar Linda sambil melihat mobil Arta.

"Aku uda bilang pak Satpam. Cuma bentar."

Linda tak menjawab, dia berjalan menuju ruangannya. Arta mengekori dari belakang.
Saat Linda masuk ruangan, dia langsung menuju ke mejanya. Di sana sudah ada beberapa berkas. 
Linda melihat dokumen sesaat lalu ia memandang suaminya yang masih berdiri mematung.

"Mas nggak berangkat?" tanya Linda. Ia sempat melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 07.20.

"Uda gini aja?" tanya Arta dengan wajah muram, cemberut, datar tanpa senyum.

Linda tak paham dengan maksud Arta gini aja.

"Tadi kan uda salim." kata Linda.
Dia heran melihat wajah Arta . Dia pernah melihat wajah Arta yang dingin, bukan muram yang seperti ini.

#3 (Never) Walk Alone=={END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang