00

817 98 120
                                    

Dimohon untuk kamu, iya, kamu yang sedang membaca cerita ini. Tolong membaca setiap part-nya pelan-pelan aja, ya? Demi kenyamanan kita bersama. Supaya tidak ada kebingungan diantara kita. Skip alay.

Intinya, baca perlahan aja jangan buru-buru, okee!!

Happy Reading 💙



"Fly me to the moon, and let me play among the stars~" Dia bernyanyi dengan suara rendah, pelan, juga dalam. Bibirnya menyeringai lebar, melangkah dengan tenang seraya melanjutkan tiap bait lagunya, "let me see what spring is like on A-Jupiter and Mars~"

Setiap dia menapaki kaki, terdengar suara decitan khas kayu lapuk. Menciptakan kesan horor tersendiri, yang entah kenapa, begitu mengerikan.

Lila, gadis itu membekap mulutnya saat dia melihat kaki seorang lelaki berjalan begitu ringan, memutari ruangan yang keseluruhannya terbuat dari kayu, tua dan lapuk.

"In other words, hold my hand~" Lelaki itu kembali melanjutkan nyanyiannya. Menjaga suaranya agar tetap sesuai irama. Ditengah keheningan, ditemani pencahayaan remang, dia kembali melanjutkan nyanyiannya dengan sempurna. "In other words, baby, kiss me~"

Lila yang bersembunyi dibawah meja disudut ruangan, kian membekap mulutnya kuat dengan kedua telapak tangan. Menahan isakan yang memberontak ingin keluar. Dia tahu lagu itu. Bahkan lagu itu sering dia jadikan sebagai lagu penghantar tidur.

Namun ... entah kenapa, malam ini, lagu itu terdengar seperti nyanyian kematian.

Dia yang terus bernyanyi bersikap biasa saja, seolah tidak mengetahui ada seorang gadis yang sedang bergetar ketakutan dibawah meja disudut ruangan.

Kedua sudut bibirnya tertarik keatas, menciptakan lengkungan yang terlihat manis. "Fill my heart with song and let me sing forevermore~" Lelaki itu mengeluarkan sesuatu dari balik hoodie hitam yang dia kenakan. Lalu dengan sengaja menjatuhkan benda itu dilantai kayu yang lembab.

Gadis dibawah meja semakin mengeluarkan air mata. Deras. Seperti dua buah sungai yang terjun bebas melewati kedua pipinya.

Lelaki itu membungkuk. Memungut kembali pisau kesayangannya yang terjatuh. Ekor matanya menangkap dengan jelas wajah ketakutan gadis itu. Membuat jiwanya semakin berbunga-bunga kesenangan. Dia mengitari ruangan kosong itu, lagi, berjalan berputar-putar, sambil mengelus pisau lipat berukuran sedang -penuh kasih sayang.

"You are all I long for All I worship and adore~" Suara yang terdengar serak dan dalam itu, kembali mengudara dengan merdunya. Bulu kuduk Lila semakin meremang. Tubuhnya sudah bergetar tatkala lelaki itu, berdiri kokoh tepat didepan meja yang dia jadikan tempat bersembunyi.

Sang lelaki hanya tersenyum tipis. Menulikan pendengaran seolah tidak mendengar isakan yang samar-samar, kian jelas terdengar. Dia kembali memutar langkah, melewati meja dan membuat Lila sedikit bernapas lega.

Suara pisau yang bergesekan dengan dinding-dinding kayu, berpadu indah dengan nyanyiannya. Cahaya remang, dinding kayu lapuk, serta udara lembab terasa begitu lengkap.

Dingin.

Horor.

Mencekam.

"In other words, please be true~" Pisau di genggamannya semakin erat. Matanya yang tajam bagai elang bergerak liar. Tatapannya menghunus seperti pedang.

Ludah Lila tercekat saat melihat mata itu. Indah, namun terlihat haus akan darah. Suara merdu itu terus mengalun mendayu-dayu. Napas Lila putus-putus. Dia memejamkan mata dengan hati yang terus merapalkan doa. Lagu itu hampir mencapai penghujungnya.

"In other words," Lelaki itu berjalan pelan kembali menuju meja disudut ruangan. Berdiri disana sambil diam-diam, menikmati ketakutan gadis dibawah meja. Senyumnya melebar. Dia membungkuk, menatap wajah Lila dan mengakhiri nyanyiannya dengan amat sangat sempurna, "I love you."

Lila terkejut setengah mati. Jiwanya seakan ditarik paksa saat sebuah pisau tiba-tiba menancap tepat dimata kanannya.

Lelaki itu tersenyum manis. Menyapanya dengan nada teramat tenang seolah tidak melakukan apa-apa, "hai, beb."

Darah menetes. Tubuh Lila bergetar hebat. Rasa sakit menjalar keseluruh tubuhnya. Lidahnya kelu untuk mengucapkan sepatah kata.

"Lo sendiri yang nganterin nyawa lo ke gue," tuturnya pelan, seolah memastikan Lila memahami setiap kata yang dia lontarkan. Nadanya dingin, tidak ada emosi dalam suaranya. Dia mengendus bau darah pada pisau lipat yang sekarang di genggamnya erat. Menghirupnya dalam seolah sedang memakai benda haram. Narkoba.

"G-gue salah ap-paa?" Lila berusaha bicara ditengah rasa sakit yang dia dera. Air matanya tumpah ruah, mengalir bersama darah.

"Lo yang udah ngomongin cewek gue dibelakang gue, dan ini balasannya." Dia tersenyum. Berbanding terbalik dengan matanya yang kian tajam dan menggelap.

Lila semakin beringsut mundur saat senyuman lelaki di depannya terlihat janggal. Belum sempat dia mencerna arti senyuman itu, satu ayunan pisau kembali merobek kulitnya. Menusuknya dalam, tepat di inti kehidupannya, jantung. Matanya melebar. Melotot seakan ingin keluar. Dia terbatuk. Darah kental mengalir dari mulutnya yang terbuka.

Napas Lila kian putus-putus. Kematian seperti sudah menyambutnya dengan rentangan tangan terbuka.

Hanya perlu satu detik saat pisau itu ditarik paksa, jiwanya ikut terlepas dari raga.

Lelaki itu tersenyum keji. Memandang mayat di depannya dengan benci. Dia berdecih, kemudian berdiri dan mengambil satu jerigen minyak tanah. Menumpahkan seluruh isinya pada tubuh Lila yang bermandikan darah.

Bau minyak tanah dan amis darah membaur menjadi satu. Begitu memabukkan. Sambil menghirup aroma itu dalam-dalam, dia mengambil tiga langkah mundur, lalu menjatuhkan sebuah korek api yang langsung melahap tubuh Lila. Api kian besar dan menyebar. Lelaki itu berjalan santai keluar ruangan. Membiarkan ruangan itu hangus, terbakar bersama tubuh Lila. Lebur menjadi abu.

•••

Manusia setia tidak akan menilai dan berhenti membaca cerita cuma di prolog aja :v

15 Desember 2021

RepasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang