05. Gulali

251 70 31
                                    

Langit hitam menyelimuti bumi. Bulan dan bintang sudah mengambil alih tugas matahari. Tetapi Kiara masih asik dengan alam mimpinya sendiri. Gadis pemalas dan tukang tidur itu masih terus memejamkan matanya. Erat. Rapat.

"Ki, bangun."

Kia melenguh. Gadis itu berbalik arah menghadap kanan. Kenan yang berusaha membangunkannya sedari tadi hanya mampu menggeleng pelan.

Kenan ikut berubah posisi. Turut berbaring di samping Kia. Memperhatikan wajah gadis itu yang terlihat begitu damai. Rambut hitam dominan coklat menutupi sebagian wajah cantiknya.

"Cantik banget sih," gumam Kenan sambil merapikan rambut Kia.

"Bangun, Ki. Kamu belum makan dari siang."

Tidak ada jawaban.

"Kiara."

Masih tidak ada respon apa-apa.

Sebuah ide melintas dikepala cowok itu. Dia mendekatkan wajahnya dengan wajah Kia, lalu mulai mengecup kening, pipi, mata, serta hidung gadis itu. Kia bergerak gelisah. Merasa tidurnya terusik, dia membuka sedikit mata, melihat siapa yang berani mengganggu tidurnya. Ketika melihat Kenan, dia tersenyum kecil.

"Ini nggak sekalian?" tanya Kia dengan suara serak khas bangun tidur. Dia menunjuk bibirnya sendiri.

Kenan tertawa pelan. Dia mengusak rambut Kia, membuat rambut gadis itu semakin berantakan. "Yang itu untuk nanti. "

Kia tidur telentang. Sementara Kenan masih mempertahankan posisinya tidur menyamping menghadap Kia.

"Nanti kapan?"

"Kalau kita udah nikah."

Kia tertawa. Setelah mengumpulkan nyawanya, dia memilih duduk. Memperhatikan kamar nya sendiri yang didominasi warna abu-abu dan hitam. Lampu-lampu dikamarnya sudah menyala.

"Udah malam?"

Kenan ikut duduk. Memeluk Kia dari samping dan menyandarkan kepalanya di bahu cewek itu. Kia membiarkan. Terlalu malas hanya untuk sekedar melarang.

"Udah. Kamu kelamaan tidurnya."

"Jam berapa emang?"

Kenan melepas tangan kanannya dari pinggang Kia. Melihat jam. "Sudah jam delapan."

Saat akan memeluk Kia lagi, gadis itu menahan tangannya. Kia menelisik jam dengan warna hitam yang melingkar manis di pergelangan tangan Kenan.

"Jam baru?"

"Iya."

"Dapat dari mana?"

Kenan diam beberapa saat.

"Ken?"

"Eh? Baru aku beli. Tadi aku mau ajak kamu, tapi kamu tidurnya nyenyak banget."

Kia hanya mengangguk. Dia percaya sepenuhnya pada Kenan.

"Mandi gih, kamu bau," ujar Kenan sambik mengapit hidungnya sendiri dengan jari. Kia yang tidak terima langsung menoyor kepala Kenan pelan. "Bau tapi deket-deket."

Kenan tertawa. "Mandi, aku tunggu kamu di luar buat makan."

Kia mendengus.

Kenan sudah keluar. Menyisakan Kia dengan kesendirian. Kia benci sendiri. Karena saat dia sendiri, suatu hasrat dalam tubuhnya kembali mendominasi.

Kia turun kebawah dengan hotpants dan kaos berwarna abu-abu. Rambutnya yang basah dia lilit dengan sebuah handuk kecil.

RepasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang