19. Fakta

242 43 399
                                    

Baca pelan-pelan, chapter ini panjang buangettt dan memuat banyak kenyataan wkwk

Happy Reading-!

.

Kediaman Kiara lumayan ramai pagi ini. Ini hari minggu. Jika biasanya dia akan bangun siang ketika libur, namun khusus hari ini dia bangun lebih awal. Senyuman secerah mentari terbit dibibir mungilnya.

"Pagi semua," sapa Kia pada semua orang yang sedang berkumpul di meja makan. Menunggu kehadirannya. Masih dengan senyuman yang sama, Kia duduk tepat disebelah Kenan.

"Pagi sayang," balas Kenan seraya mengecup pipi Kia. Membuat para orang tua yang juga duduk dimeja itu mendengus pelan.

"Masih ada orang tua disini." Yoga menegur kesal. Kia menatap Papanya sesaat lalu kembali menghadap Kenan meminta disuapkan makanan. "Papa iri, kan? Mending cari mama baru, deh, Pa."

Kenan mendorong jidat Kia hingga terdorong ke belakang. Cowok itu mencibir, "aku nggak mau punya mama tiri."

"Seru tau punya mama tiri. Nanti kalau dia nakal bisa aku hukum."

"Kasihan mama tiri aku dong Ki kalau kamu yang ngasih hukuman."

Kiara hanya mengangkat bahu acuh. "Aku 'kan nggak pernah beda-bedain orang. Walau dia mama tiri kamu, kalau dia nakal tetep bakalan aku hukum. Papa kandungku aja aku hukum karena nakal," jelas Kia sambil menarik sudut bibir kanannya samar.

Berbicara mengenai ayah kandung membuat ingatan gadis itu otomatis terlempar pada kejadian beberapa tahun silam. Saat dimana ayahnya sendiri ketahuan menyelingkuhi Nisa -mamanya- dengan wanita lain yang lebih muda. Pria itu menikah diam-diam bahkan sampai memiliki anak. Dia menceraikan Nisa dan meninggalkan Kia demi anak dan istrinya yang baru.

Saat-saat itu adalah masa paling kelam bagi Kia. Sosok yang menjadi idola sekaligus panutannya ternyata lebih memilih pergi. Meninggalkan dia dan mamanya untuk menata masa depannya sendiri. Tanpa pernah melihat bagaimana hati anak gadisnya ketika itu. Apakah Kia terluka? Apakah Kia baik-baik saja? Tidak. Ayahnya tidak pernah melihat kebelakang sedikitpun setelah memutuskan untuk hidup bersama dengan keluarganya yang baru.

Kia hancur.

Warna dalam hidupnya direnggut secara paksa. Warna-warni nya hilang. Hanya menyisakan hitam dan abu-abu yang terselimuti sendu nan membeku.

Dendam dan rasa benci perlahan bersemi didalam hati Kia yang saat itu masih begitu suci. Duka dan rasa sakit yang ayahnya torehkan membuat rasa iba dalam dirinya perlahan sirna dilahap rasa kecewa.

Sumber sakit hati harus dienyahkan agar hati kita tidak semakin bernanah berdarah-darah. Itulah yang selama ini ayahnya ajarkan. Lalu jika begini, jika ayahnya sendirilah sumber sakit hati itu, apakah dia harus memusnahkan ayahnya juga?

Dan, ya. Sebenci apapun Kia pada ayahnya, ajaran sang ayah sudah tertanam begitu dalam didalam ingatannya. Itu sebabnya, Kia memutuskan untuk mengamalkan ajaran yang sudah ayahnya berikan.

Membunuh.

Satu kata asing yang terdengar begitu menyenangkan ditelinga Kia. Jantungnya selalu berdegup lebih cepat saat merapalkan kata itu. Ada sensasi menggelitik yang Kia rasakan saat dia mengulang kata itu pada setiap malam sebelum matanya terpejam.

Dia tahu membunuh itu perbuatan keji. Tetapi ... manusia yang sudah membuat anaknya sendiri menjadi pribadi hampa dimakan sepi jauh lebih keji dari apapun bukan?

Hati Kia dibuat mati. Dan penyebab dari itu semua harus dimusnahkan dari muka bumi.

Itu sebabnya, pada suatu hari, Kiara meminta izin pada Nisa untuk menginap di rumah 'mantan' ayahnya. Beruntung Nisa mengizinkan dan mantan ayahnya pun menyambut antusias.

RepasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang