11. Halusinasi

266 60 131
                                    

Sebenarnya gak ada niatan up. Karena jujur, aku lupa sama ceritaku sendiri. Gak ada keingat sama sekali buat lanjutin nii cerita :').

Tapi, berhubung ada yang *uhuk ngingetin (ini nih manusianya  RreHesa), aku berusaha nyari pelangi dan jadilah chapter yang agak nganu ini :v. Happy Reading.


•••


"Silahkan turun tuan putri."

Fikri membungkuk seperti pengawal kerajaan dan ditanggapi senyum manis oleh Shilla. Seperti biasa, Shilla akan langsung menggenggam erat tangan Fikri seolah takut kehilangan.

Cewek prikk!

"Gandengan mulu, putusnya kapan?"

Shilla dan Fikri merotasikan mata. Sudah sangat hafal dengan si pemilik suara. Dia ... Alvin. Sepupu Fikri juga teman sekelas mereka. Cowok tampan itu baru kembali bersekolah setelah menyelesaikan urusannya di luar kota.

"Kami nggak akan putus," jawab Fikri singkat pada Alvin yang kini sudah berjalan sejajar dengannya.

"Yakin amat Masnya?" ujar Alvin dengan nada yang sangat menyebalkan. Tatapan cowok itu beralih pada Shilla yang hanya diam menatap lurus ke depan.

"Emang kalian nggak akan putus Shill?"

"Ha? Eh, ya enggak lah. Aneh-aneh aja. Aku, kan sayang banget sama Fikri."

Alvin angguk-angguk. Dia merangkul sepupunya lalu berbisik pelan. Selepas mengatakan apa yang harus dia katakan, Alvin pamit ke toilet lebih dulu. Fikri mengangguk sebagai balasan.

Ketika sampai di kelas, kelas masih kosong. Belum ada satupun yang datang. "Kok tumben ya Fikri?"

"Entahlah, masuk aja dulu yuk."

Shilla mengangguk tanpa curiga, tapi baru satu langkah masuk ke dalam kelas, Fikri menahan lengan Shilla lalu melepaskan genggaman mereka. "Kenapa?" tanya Shilla bingung.

Fikri nyengir.

"Aku mau ke toilet bentar deh, perut aku tiba-tiba sakit. Kamu sendiri dulu nggak pa-pa, kan?"

"Nggak apa-apa."

Fikri segera melesat pergi. Sementara Shilla melangkah ringan menuju mejanya. Dia meletakkan tas dan menatap sekitarnya sekali lagi.

Dingin.

Dia merinding tanpa alasan. Ternyata kelas ini bisa menjadi begitu seram sewaktu tidak ada orang.

Shilla mengernyit saat samar-samar mencium bau amis yang sangat pekat. Dia menggelengkan kepala. "Perasaan aku aja."

Gadis itu memilih membaca buku. Berusaha mengalihkan pikiran-pikiran buruk yang melintas di kepalanya. Dia berdecak kesal ketika pulpennya jatuh. Dengan malas, Shilla membungkuk. Pulpen itu jatuh tepat di bawah meja. Tangannya meraba-raba, dahinya berkerut saat merasakan cairan yang terasa kental.

"Air?" gumamnya tak yakin.

Ketika dia mengangkat tangan, matanya membola begitu yang dia sentuh adalah cairan berwarna merah. Tanpa perlu mengendus, Shilla langsung dapat menyimpulkan kalau itu adalah darah. Terbukti dari bau anyir yang menguar begitu tajam.

Shilla membungkuk sekali lagi. Mengamati dari mana darah itu berasal. Walau dengan tubuh gemetar, dia tetap harus memastikan.

Tes.

Tes.

Tes.

Dia terus mengikuti arah tetesan itu sampai akhirnya sadar, itu menetes dari kolong mejanya sendiri.

RepasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang