1.6

198 55 4
                                    

Di bawah teriknya matahari, Ni-ki mendongak. Ia berada di depan rumah Kai yang tertutup, terlihat tenang padahal banyak sekali yang berlalu lalang. Halus, tapi menakutkan. Ni-ki itu istimewa.

"Kak Kai!" Lelaki Jepang itu teriak dari luar, memanggil tuan rumah yang sedetik kemudian membuka pintu dan menampilkan senyum kecilnya.

"Masuk!"

Mendapat ajakan begitu, Ni-ki mengangguk lalu melangkah ke dalam rumah Kai, mengikuti pemiliknya dari belakang dan menutup pintu. Mata tajamnya mengedar, melihat seluk-beluk rumah Kai yang seperti biasa, berantakan.

"Kak Taehyun mana?"

"Tidur."

Ni-ki ber-oh ria dan mengangguk, ia duduk di karpet yang digelar, mengeluarkan ponselnya dan menunggu Kai yang ternyata masuk ke dalam dapur. Ada rencana yang terselip, otaknya bergerak cepat untuk menentukan waktu.

"Ada apa ke sini?"

"Jenguk Kak Taehyun." Ni-ki tersenyum, "aku tau dia pasti syok ternyata rumahnya jadi TKP gitu."

Kai mengangguk setuju, "Jadi jarang ngomong."

"Emang selama ini dia bawel?"

Pertanyaan Ni-ki membuat Kai kembali berpikir, Taehyun memang jarang berbicara, tapi tidak se-diam ini. Ia akhirnya menggeleng sambil terkekeh kikuk, lelaki blasteran itu menyodorkan sekaleng soda ke arah Ni-ki.

"Minum."

"Oh iya, Kak Taehyun bukannya kerja, ya?" tanya Ni-ki dengan tangan yang membuka kaleng soda.

Kai mengangguk lagi, "Iya, tapi dikasih libur dulu, katanya biar tenang."

"Kerja di mana?"

Sebenarnya, Ni-ki tahu kalau Taehyun bekerja di sebuah toko mainan pinggir jalan raya. Namun, Kai tidak tahu kemampuannya, maka dari itu Ni-ki hanya bisa berada di posisi aman dengan beberapa pertanyaan yang sudah ia tahu jawabannya.

"Toko mainan pinggir jalan, enggak terlalu besar juga."

Ni-ki ber-oh ria, "Kak Kai?"

"Aku dipecat."

Tunggu, kenapa Ni-ki tidak tahu yang ini?

"Kenapa?"

"Dituduh sama temen kerja, biasalah."

Pasti susah lagi mencari pekerjaan, terlebih Kai hanya lulusan sekolah menengah atas, tidak memiliki gelar sarjana dan kurang pengalaman.

Kai sendiri sebenarnya sudah cukup lama diberhentikan, tapi belum ada yang tahu. Setidaknya, ia tidak hanya harus memberitahu jika tidak ada yang bertanya.

"Eh, aku ambil cemilan dulu, bentar."

Setelah mendapatkan anggukan dari Ni-ki, Kai beranjak melangkah kembali ke arah dapur. Seingatnya, ia punya beberapa toples makanan ringan. Ni-ki yang saat itu mengintip, berdiri perlahan dan melangkah di belakang Kai.

Lelaki Jepang itu melangkah dengan hati-hati, tanpa terdengar, tanpa terlihat. Tangan kirinya merogoh saku, di mana sebilah pisau ia simpan di sana untuk melayangkan aksinya. Selang beberapa detik, Ni-ki mempercepat langkahnya dan menarik leher Kai menggunakan pergelangan tangan, membuat lelaki itu hampir terjatuh ke belakang dan sedikit memekik.

"Maaf."

Jleb

Di leher, tepatnya sebelah kanan, sengaja mempersulit diri sendiri. Darah menyemprot dari sana setelah pisau dicabut, cipratan noda merah mendarat di berbagai sudut dapur. Kai mengejang, sebelum akhirnya napas terakhir ia embuskan. Pisau yang tadinya dicabut, kembali ia pasang, menidurkan korbannya di lantai dan menaruh tangan kanan Kai di atas pisau yang tertancap.

Ni-ki merogoh sakunya, napasnya sedikit terengah-engah dengan wajah gembira yang tidak dapat ia sembunyikan. Kepalanya menoleh ke ambang pintu dapur, Ni-ki yang tadinya ingin melakukan panggilan dari teleponnya, mengurungkan niat karena melihat Taehyun yang sedang bersandar di sana dengan sebelah tangan memegang satu kotak susu coklat.

Tanpa ekspresi, Taehyun mendekat dan berjongkok di sebelah jasad Kai. Matanya melihat ke arah luka, tusukan pisau yang sangat dalam.

Ni-ki yang masih ingin menjalankan rencananya, mencabut pisau tersebut dan mengarahkannya pada Taehyun, "Mau bantu kita, Kak Beomgyu?"

Taehyun mengerutkan keningnya, tidak mengerti dengan pertanyaan Ni-ki, "Apa?"

"Jangan pura-pura, aku tau semuanya." Ni-ki berdiri, masih mengarahkan benda lancip itu ke arah Taehyun.

Taehyun terkekeh dan menggeleng, "Terus ini maksudnya apa ngarah-ngarahin pisau?"

"Kalau Kakak enggak mau tutup mulut dan enggak mau bantu, aku bisa aja bunuh Kakak." Ni-ki berujar percaya diri, mengeratkan genggamannya pada pisau.

Di sana, Taehyun menahan tawanya. Ia menggeleng heran dan memasang wajah remeh, "Bunuh aku?"

"Iya."

"Kalau kamu tau semuanya, kenapa enggak hati-hati?"

Kini giliran Ni-ki yang bingung, ia mengerutkan keningnya dan berujar, "Gimana?"

"Bocah."

Sedetik kemudian, pisau di tangan Ni-ki berhasil Taehyun tarik. Telapak tangan Taehyun berdarah, tapi dirinya bisa menahan sambil menarik tangan Ni-ki dan membawanya ke dalam pelukan.

Jleb

Bukan pelukan biasa, tapi pelukan yang menyakitkan. Ujung pisau tersebut menembus perut Ni-ki, membuat pemuda Jepang itu membelalakkan mata, tidak bisa membaca situasi.

Jleb jleb jleb

"Harusnya kamu hati-hati, Nik." Taehyun berujar demikian, mendorong tubuh Ni-ki yang sudah ia tusuk berkali-kali hingga jatuh terlentang di sebelah jasad Kai.

Astaga, kini ada 2 jasad di rumah Kai.

"Aku enggak suka kerja sama, apalagi ngasih bantuan."

















Bersambung ....

















________________
Selamat malam~

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang