0.7

240 63 10
                                    

"Serius enggak ikut, Hyun?"

Taehyun menggeleng, "Aku mau cari kerja."

Di depan rumah Taehyun, di mana sang pemilik rumah tengah sibuk mengepel lantai teras, dimandori oleh Kai. Taehyun rasa sudah waktunya ia turun tangan mencari uang, ia takut uangnya mendadak habis dan dirinya tidak bisa kembali hidup dengan tenang.

"Huh, yaudah."

"Tau tentang Sunghoon?"

Kai mendongak, mengalihkan tatapannya dari alat pel yang bergerak ke sana ke mari. Kepalanya ia miringkan, untuk apa Taehyun menanyakan Sunghoon? "Tau, kenapa?"

"Boleh ceritain? Sedikit aja." Taehyun duduk di sebelah Kai setelah menyelesaikan agenda membersihkan lantainya. Ia memilih menunggu di teras hingga lantai benar-benar kering.

"Marganya Park, sarjana psikolog."

Taehyun membulatkan matanya, Sunghoon sarjana psikolog? Mengejutkan, Taehyun harus berhati-hati.

"Kenapa dia enggak coba nyembuhin Soobin?"

Seingatnya, seorang psikolog—atau psikiater?—dapat menyembuhkan seseorang yang mengalami amnesia, dengan sebuah metode. Kalau Sunghoon seorang sarjana psikolog—bisa saja tidak membuka praktek—apa ada alasan lain untuk dirinya tidak membantu Soobin?

"Dia enggak mau."

Why?

"Setauku sih semenjak kedua ortu Soobin meninggal, kasih sayang ortunya dibagi ke Soobin dan Kakaknya, padahal saat itu Sunghoon anak tunggal yang bener-bener diprioritasin. Mungkin Sunghoon enggak terima? Enggak tau, deh." Kai melanjutkan kalimatnya seakan-akan tahu isi pikiran Taehyun yang penasaran.

Taehyun ber-oh ria, ternyata Sunghoon adalah anak tunggal yang tidak terima kasih sayangnya dibagi? Begitu? Tidak bisa dibayangkan jika lelaki itu menjadi Kai atau dirinya, apa dendam akan tersebar dimana-mana?

"Temen-temenmu yang kemarin, pada bareng?" Taehyun mengalihkan topik, bahaya juga kalau ia terlalu banyak bertanya tentang latar belakang Sunghoon.

Kai mengangguk, "Nanti mereka ke sini, udah aku suruh."

"Dih, kenapa enggak di rumah kamu aja?" Taehyun mencibir, tidak terima rumahnya menjadi tempat berkumpul manusia yang bukan teman-temannya.

Si lelaki blasteran tersenyum tanpa dosa, "Ayolah, Hyun. Gapapa kali, ya."

Taehyun mendengus, "Yaudah, aku mau mandi dulu," ujarnya sambil berdiri dan melangkah masuk.

"Kalau udah pada dateng, cepet pergi."

•••

Sudah sampai di rumah, Yeonjun yang tadinya dipaksa masuk ke kamar untuk istirahat, malah kekeuh memilih merebahkan diri di atas sofa. Dirinya dikelilingi—lebih tepatnya dibelakangi—oleh teman-temannya yang tengah menonton film di televisinya. Semua pemuda itu membantu acara pindahannya, dengan suka rela mengangkut barang-barang Yeonjun selama 3 bulan di rumah sakit.

"Gila! Ada ciumannya!" Jay yang duduk di belakang meja, memekik antusias sambil menunjuk-nunjuk layar televisi.

"Apa nih?! Kok dewasa sih, Kak?!"

Yeonjun menghela napasnya, mendengar protes Jungwon dengan wajah tertekuk. "Kalian udah pada dewasa, lol."

Iya juga, mereka semua masing-masing sudah lulus kuliah dan lolos dari usia 20 tahun. Jadi, tidak ada salahnya melihat adegan dewasa seperti itu, 'kan?

"Iya, nih. Komentar mulu, Won." Heeseung berceletuk, mengabaikan kakinya yang menindih paha Soobin. Mereka sudah cukup dekat, sekarang saja sudah berbaring bersama.

Tok tok tok

"Nik."

Ni-ki menghela napas, "Iya."

Menjadi yang paling muda itu tidak asik, ia tidak bisa menolak perintah yang lain. Sebenarnya usia Ni-ki dengan Sunoo dan Jungwon hanya terpaut beberapa bulan, tapi tetap saja Ni-ki paling muda.

Lelaki Jepang itu akhirnya beranjak, menghampiri pintu depan dan membukanya tanpa berpikir panjang.

Di depan pintu ada Sunghoon, dengan topi hitam dan baju santai, jangan lupakan wajahnya yang tanpa ekspresi. "Kak Yeonjun udah pulang?"

(ngarep Sunghoon pake topi)

Sempat termenung sebentar, Ni-ki hanya mengangguk dan membuka pintu lebih lebar. Sunghoon masuk dan segera melangkah ke ruang televisi, karena suara ricuh ada di sana.

"Eh, Hoon? Sini masuk!" Yang pertama melihat adalah Jake. Lelaki bule yang tengah tengkurap itu melambai, mengajak Sunghoon untuk bergabung.

Sunghoon menggeleng, memilih menoleh ke arah Yeonjun yang tersenyum menatapnya. Yeonjun berpikir Sunghoon tidak akan datang untuk menjenguknya, tapi lihat sekarang, Sunghoon datang.

"Cuma mau ngambil dokumentasi Kak Yeonjun selamat sampe rumah buat Bunda sama Ayah."

Seketika itu, senyum Yeonjun pudar.












Bersambung ....












_______________
Kemungkinan, bakal cringe.

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang