0.9

206 59 1
                                    

"Bin."

"Iya, Kak?!"

Soobin yang berada di ruang tamu berlari tergesa mendengar panggilan dari sang kakak. Entah kenapa, semakin lama rasa antusiasnya memiliki kakak tumbuh begini, padahal ia sama sekali belum mengingat Yeonjun.

Yeonjun terkekeh, "Pelan-pelan aja kali."

"Hehe."

Lelaki jangkung itu duduk di ujung ranjang Yeonjun. "Kenapa, Kak?"

"Minta temenin aja, Kakak kangen."

"Alay, Kak."

Yeonjun membulatkan matanya, sudah lama sekali ia tidak mendengar nada menjengkelkan adiknya. Soobin yang melihat langsung mengerutkan alis, tidak mengerti dengan tingkah kakaknya.

"Kenapa?"

"Kakak minta maaf, ya."

Kenapa minta maaf terus menerus? Soobin bahkan tidak tahu untuk apa kata maaf itu.

Soobin hanya mengangguk dan tersenyum kecil. "Sekarang Kakak tidur."

"Makasih, ya."

Yeonjun aneh, itu yang dapat Soobin simpulkan. Ia tidak mengerti, ia tidak mengingat, tapi Yeonjun terus meminta maaf dan mengucapkan terima kasih. Lagi, Soobin hanya bisa mengangguk sambil tersenyum.

"Sini, kamu juga tidur, kita tidur bareng."

Sepasang kakak-beradik itu merebahkan tubuhnya, menghadap ke atas dengan masing-masing mata yang masih terbuka. Di kepala keduanya memikirkan masing-masing hal yang berbeda, Soobin dengan kebingungannya, dan Yeonjun dengan rencananya.

"Kakak mau jadi polisi lagi?" Pertanyaan keluar begitu saja, Soobin menoleh ke arah kakaknya dengan wajah bertanya.

Yeonjun menghela napas, "Enggak tau, bingung."

"Aku bakal bangga punya Kakak polisi."

Kini giliran Yeonjun yang menoleh, tersenyum tidak mengerti dan terkekeh pelan. "Kakak dulu polisi, 'kan?"

"Ya, tapi aku lupa."

Benar juga, Heeseung dan Jay bilang kalau Soobin melupakan segalanya tanpa tersisa. Untungnya sang adik masih bisa selamat.

"Seenggaknya kalau aku enggak bisa jadi polisi lagi, Kakak bisa."

•••

Sunghoon sedang dalam perjalanannya menuju rumah Yeonjun pagi ini. Ini masih sangat pagi, bahkan jarum jam pendek belum melintas di angka 6. Ia mengerti, memang se-sayang itu kedua orangtuanya pada Yeonjun dan Soobin. Sampai-sampai menyuruh anak semata wayangnya mengantarkan makanan, menerobos lalu lintas dalam keadaan cuaca dingin.

Namun, apakah mereka ingat memberi makan anaknya?

Memikirkan hal itu, membuat Sunghoon tertawa dalam hati. Bagaimana bisa ada orang tua semacam ini? Bahkan mereka mengabaikan Sunghoon yang sering kali pergi dan pulang larut malam karena bekerja, pekerjaan Sunghoon pun mereka tidak tahu.

Lagipula, kalau Sunghoon tidak bekerja, apa ia dapat mencukupi kebutuhannya sendiri?

Motor yang ia kendarai berhenti di halaman rumah saudaranya. Ia turun tanpa mencabut kunci dari kendaraan itu, karena ia pikir akan sebentar.

Tok tok tok

"Seben

Brughh

—tar!"

Ribut sekali.

Itu suara Soobin, sepertinya sedang melakukan perang dengan alat dapur. Tak lama terdengar suara orang berlari mendekati pintu, pintu dibuka dengan tergesa dan menampilkan perawakan lelaki jangkung yang penuh dengan tepung.

"Eh, Hoon? Ada apa?"

Sunghoon sempat terdiam, wajah Soobin yang ini polos sekali, dulu Soobin tidak menyukainya dan selalu memasang wajah sebal setiap bertemu Sunghoon.

"Ini, dari Bunda."

Soobin mengerutkan keningnya, melihat ke arah bungkusan yang Sunghoon sodorkan dan kembali menatap pemuda di depannya. "Makanan?"

Sunghoon mengangguk kecil, lebih mendorong bungkusan itu ke arah Soobin. Soobin mengambilnya dan tersenyum, matanya berbinar menatap ke arah Sunghoon.

"Makasih, kamu udah sarapan?"

Sebenarnya, belum.

"Udah."

"Serius? Kalau belum, sarapan bareng, yuk!"

"Udah!" sentak Sunghoon, entah kenapa ia mendadak kesal mendapat perlakuan baik dari Soobin begini.

"O-oh, yaudah," ujar Soobin kikuk sambil menggaruk kepalanya. "Makasih, ya. Nitip makasih juga sama Tante Park."



















Bersambung ....

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang