TIGA PULUH DUA [ END ]

222 10 1
                                    


Level tertinggi di percintaan adalah mengikhlaskan bukan karena kepergian kita merasa kehilangan tapi karena harus menerima kenyataan bahwa raganya tak dapat lagi kita lihat.

🌼Happy reading🌼

● 《《《 ♡♡♡ 》》》●

Semenjak kepergian Aleta, lelaki itu bertambah kurus. Lingkaran matanya menghitam, badannya tak terurus. Rendy berulang kali menyuruh adiknya untuk makan, tetapi tidak ada sahutan dari dalam kamar.

Narez rindu Aleta, rindu ini menyiksanya. Sudah seminggu saat kekasihnya pergi meninggalkannya. Ia memeluk bingkai foto yang berisikan dia dan Aleta di dalamnya.

Di rumah sebelah, Reni hampir setiap hari mendengar suara tangisan mamanya. Kata sabar dan iklhas seperti sudah menjadi kebiasaan untuk menenangkan mamanya.

"Ma, makan dulu ya. Kakak pasti nggak suka ngeliat mama kayak gini." Rosa menatap kosong dress bermotif bunga, ia memeluk baju Aleta.

"Sampai kapan mama mau kayak gini?. Waktu terus berjalan ma, mama masih punya aku dan kak Jay."

Rosa tersadar akan ucapan Reni, tangan kurus itu membelai pipi anak perempuannya "Maafin mama, mama terlalu larut sama kesedihan mama sampai ngelupain kalian."

"Ikhlas ya ma?sabar, kakak udah tenang disana." Reni memeluk mamanya, ia juga sedih ditinggal kakaknya. Namun menangis bukanlah pilihan untuk saat ini, mereka harus tegar menerima kenyataan yang ada. Dan saling menguatkan satu sama lain.

Reni bercerita tentang Narez yang mogok makan, ia tau cerita itu dari Jay. Selesai makan, Rosa pergi ke rumah sebelah mengunjungi pacar anaknya itu.

Tok tok tok

Rendy muncul dari balik pintu, dan menyapa perempuan yang sudah nampak tua itu.

"Narez nya ada?," ucap Rosa tanpa berbasa basi

"Ada, tan." jawab Rendy sopan lalu mempersilahkan ibu dari Aleta itu untuk masuk kedalam rumah.

"Tante mau ketemu Narez, dia dimana?." tanya Rosa.

"Dikamar, dia nggak mau makan. Kondisinya memprihatinkan banget." ungkap Rendy khawatir terhadap kondisi sang adik.

"Biar tante temui dia, Ren." Rendy mengantarnya ke kamar adik laki lakinya.

"Narez, ini tante. Bisa kita bicara sebentar?." Lama menunggu akhirnya pintu itu terbuka, benar kata Rendy kondis lelaki itu benar benar memprihatinkan.

Rosa duduk disamping Narez yang termenung berhari hari, Rosa melihat Narez yang sangat suram menurut Rosa Narez adalah orang yang paling kehilangan.

"Nak," Rosa memegang kedua tangan Narez dan mengusapnya.

Narez menghadap ke Rosa dengan Tatapan sendu tampak dimatanya ia sangat lesu, tatapannya kosong.

"Aleta itu bukan milik mama dia hanya titipan dari Allah."

"Mama hanya ditugaskan untuk melahirkan dan merawat Aleta di dunia."

"Kalau Tuhan ambil Aleta dari Narez, Narez harus bisa ikhlas," kini genggaman itu beralih menjadi elusan yang menenangkan.

Aleta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang