Silakan vote dan komentarnya jangan lupa.
Mari membiasakan diri mengapresiasi suatu karya.Happy Reading♡
***
Ketika masuk SMA Naruna, salah satu alasan seorang Felicia Aghata Farren diterima adalah karena prestasinya. Di tahun pertama sekolah, Fey cukup dielu-elukan sebab dialah satu-satunya siswi dengan prestasi nasional. Nilai akademiknya juga tidak mengecewakan. Jadi saat itu pihak sekolah optimis bahwa Fey bisa membawa masa depan cerah untuk SMA Naruna.
Lambat laun optimisme itu terkikis sedikit demi sedikit. Salah satu anak kebanggaan sekolah berubah menjadi salah satu sosok murid yang disembunyikan Naruna. Berharap yang terbaik, tapi justru realita menjungkir balikan ekspektasi yang ada.
Fey,
Emas yang tidak lagi bersinar.
"Sstt ... aw," ringis Fey sesaat setelah sadar dari tidurnya. Iya, sebetulnya Fey sudah siuman dari tadi, tapi tubuhnya terlampau letih untuk memaksakan bangun. Jadilah ia berakhir tidur sampai malam di brangkar klinik.
Tangan Fey masih sakit. Nyeri dan ngilu tepatnya. Fey mendapat jahitan di lengan kanan, membuat tangan kanannya tidak bisa digunakan untuk sementara waktu.
"Kalian berdua jaga dulu di sini, bapak mau ngurus yang di kantor polisi dulu."
"Iya, pak."
Sayup-sayup suara itu yang Fey tangkap sebelum tirai pembatas disibakkan Theo. Hanya ada Theo dan Deo di sana. Kedua temannya itu langsung menghampiri Fey dengan wajah cemas.
"Fey, gimana? Masih sakit?" tanya Theo, perhatian seperti biasa.
"Ya masihlah, lo pikir dijahit nggak sakit," sambar Deo yang masih sibuk melihat-lihat lilitan perban di lengan Fey. Katanya harus dicek, perbannya rapih atau nggak. Ya mesti rapihlah, Deooo, deo.
"Gue nggak nanya lo."
Deo mendecih dengan wajah masam.
"By the way ... semuanya diringkus?" Intonasi suara Fey memelan. Sadar jika keadaannya menjadi serius.
"Iya, tapi syukurnya sebagian dari kita udah dibebasin, termasuk gue dan Deo karena nggak terbukti bawa sajam. Kecuali anak 25, mereka semua ditahan."
"Terus Ardan, Angga, Jeje mana?"
"Ardan sama Angga masih di kantor polisi buat dimintai keterangan, secara anak 25 ngancemnya lewat mereka. Kalau Jeje, dia lagi nganter Avi pulang," jelas Theo.
"Avi?" Fey baru sadar kalau Avi hampir ikut tawuran itu. Beruntung Fey cepat-cepat menariknya untuk melarikan diri. Walaupun akhirnya Fey mau nggak mau jadi turun juga.
"Beruntung banget ada dia Fey, tadi Avi yang jadi saksi buat bebasin kita-kita," ujar Deo.
"Beneran?" Kedua laki-laki itu kontan mengangguk.
Ternyata Avi berani juga. Maksudnya, nggak semua orang bersedia menjadi saksi di kasus kayak gini. Sekalipun bisa, orang lain nggak akan mau. Buang-buang waktu banget nggak sih? Bukan urusannya juga. Tetapi Avi beda. Dia justru rela waktunya terbuang percuma hanya untuk membantu para geng berandalan yang diringkus polisi.
"Beneran. Dia baru aja pulang, padahal udah jam 9 lewat gini."
Mau tahu apa yang ada dalam benak Fey saat ini?
Iya, berterima kasih.
***
"Habis ini langsung istirahat, jangan begadang!" titah Theo setelah Fey turun dari motor hitam milik lelaki itu. Baru saja Theo mengantar Fey pulang. Karena yaa ... rumah mereka tetanggaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
To RAFEL
Teen Fiction"Lo mau tahu, Ka, kenapa gue pilih hidup sebagai pembangkang?" Raka terdiam membiarkan gadis itu mengungkapkan isi hatinya sendiri. "Karena ...." Tidak ada yang tahu alasan apa yang membuat Fey betah dikenal sebagai pembangkang ulung yang disegani...