Sebelum dibaca, yuk vote dan komentarnya jangan lupa. Mari membiasakan diri mengapresiasi suatu karya.
Happy Reading♡
***
"Lo bilang apa?"
Raka yang saat itu berdiri di samping motornya persis di depan gerbang SMA Naruna, terhenyak dengan kalimat yang diucapkan si penelepon. Lama ia bergeming dengan pikiran yang mendadak carut-marut. Entah kenapa.
"Ya udah nggak apa-apa, itu urusan gue. Jaga diri lo baik-baik," ucapnya sebelum sambungan telepon diputus.
Smartphone yang sebelumnya digenggam, kini sudah tersimpan di dalam saku celana abu-abunya. Raka tidak lagi diam, tapi pikirannya juga tidak kunjung lurus. Banyak hal yang ia khawatirkan sejak malam itu.
"Paijo."
Akh! Seperti orang bodoh saja.
Felicia Agatha Farren pasti sudah berpikir yang tidak-tidak. Lelaki itu sangsi, haruskah ia menyiapkan jawaban seumpama Fey betulan menanyainya hal itu? Entahlah pikirannya sudah kacau pagi-pagi begini.Mengenyahkan ribuan kata bagaimana dalam otak, Raka beralih menilik arloji pada pergelangan tangan kirinya. Sudah pukul 06.55, tetapi gadis yang ditunggu bahkan belum muncul juga. Siapa lagi jika bukan Fey? Kemarin Raka bilang akan menunggu 'kan? Dan sekarang lelaki itu menepati ucapannya. Raka tidak sekalipun masuk meski bel nyaris saja berbunyi.
Kepalanya celingak-celinguk cemas. "Dia masuk nggak sih?!"
Ini kalau Raka biarkan, dirinya juga akan terlambat. Jadi dengan gesit ia memakai kembali helm-nya. Kemudian melajukan motornya sembari mencari keberadaan sosok yang ia tunggu-tunggu. Dalam hati ia merapalkan harapan semoga Fey benar-benar masuk sekolah pagi ini.
Nah,
Itu dia!
Obsidian gelap itu menemukan objek pandangnya. Cepat-cepat Raka menghampiri gadis yang masih ada di ujung persimpangan. Sekitar seratus meter dari gerbang sekolah. Lantas, ketika Raka dan motornya berhenti tepat di samping Fey, gadis itu terkejut bukan main.
"Ayo naik!"
"Hah?" Fey tidak diberi waktu untuk berpikir saat Raka sudah menarik tangannya. Yang sakit.
"Aww!"
"Ayo cepat naik, nanti terlambat." Bukannya merasa bersalah, Raka justru tidak mengindahkannya. Seolah-olah fokusnya cuma satu, yaitu bagaimana cara mereka sampai di sekolah tanpa terlambat sedetikpun.
Tepat saat Fey sudah duduk di jok belakang, Raka sesegera mungkin melajukan motornya. Menambah kecepatan yang sontak membuat Fey berpegangan pada jaketnya karena hampir terlontar ke belakang.
Sialan lo Raka!, batin Fey meraung. Mengutuk seorang Raka Andrian menjadi keong saja kalau tahu laki-laki itu bisa secepat ini.
"Pegangan aja nggak apa-apa!" Raka tahu Fey berpegangan pada ujung jaketnya, jadi daripada pegangan kecil itu lepas, lebih baik pegang yang banyak. Biar kuat.
Fey mau tidak mau menurut. Ia genggam kedua sisi jaket Raka erat-erat. Membiarkan lelaki itu berkejaran dengan waktu yang semakin menipis.
Satu menit ...
Hampir sampai.
40 detik ...
Sedikit lagi.
Lalu, pada detik ke dua puluh, mereka berhasil memasuki gerbang sekolah tanpa terlambat. Raka berhasil.
Setibanya mereka di sekolah, banyak pasang mata yang memandangi keduanya. Heran mungkin? Ya iyalah! Siapa sih yang tidak heran ketika melihat si biang onar satu motor dengan salah satu murid teladannya Naruna?

KAMU SEDANG MEMBACA
To RAFEL
Teen Fiction"Lo mau tahu, Ka, kenapa gue pilih hidup sebagai pembangkang?" Raka terdiam membiarkan gadis itu mengungkapkan isi hatinya sendiri. "Karena ...." Tidak ada yang tahu alasan apa yang membuat Fey betah dikenal sebagai pembangkang ulung yang disegani...