*02 | Pembalasan

49 6 4
                                    

Silakan vote dan komentarnya. Mari membiasakan diri untuk menghargai suatu karya.

Happy Reading ♡

***

"Semua udah siapkan, Ga?"

Pagi yang semestinya berjalan dengan damai dan tentram itu tidak lama lagi akan terjadi kekacauan. Siapa lagi dalangnya kalau bukan kedua manusia yang kini bersembunyi di balik pohon akasia besar.

"Udah, sesuai rencana." Seperti yang sudah disepakati sebelumnya. Angga dengan senang hati menjadi relawan untuk membantu Fey menjalankan aksinya. Jika dipikir-pikir, ia juga sudah lama tidak berbuat jahil. Jadi kali ini ia dan Fey akan bersenang-senang.

"Bagus," Fey melirik arlojinya. "Sekarang setengah tujuh, mungkin nggak lama lagi dia dateng."

Semua bersiap di tempatnya. Menunggu sampai target mereka muncul. Hingga 10 menit kemudian, sebuah motor warna hitam merah melaju di jalan itu. Si target yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba.

"Dia dateng, siap-siap!"

Kemudian ...

Ciiitttt ...

Suara gesekan antara ban dan aspal jalan yang berdecit terdengar. Motor Raka berhenti mendadak di sebuah gang kecil ketika di hadapannya sudah berdiri sekelompok anak umur sepuluh tahunan yang berjejer seperti pagar. Lelaki itu bingung, kenapa anak-anak itu menghadangnya.

Raka menaikkan kaca helmnya. "Minggir, dek. Jangan di tengah jalan!" Peringat Raka yang tidak digubris sedikitpun oleh anak-anak itu. Mereka justru semakin menampilkan wajah pongah. Seakan menantang Raka.

"Abang nggak boleh lewat sini, kalo mau lewat sini ada syaratnya," kata salah satu anak yang berdiri paling tengah. Paling mencolok dengan padanan jaket kulit hitam, snapback, serta kacamata hitam yang bertengger di pangkal hidungnya. Oh dan jangan lewatkan dua magnet kecil di telinganya serupa tindik.

Ck, luar biasa anak jaman sekarang.

"Adek lo, Ga. Gila nggak ada lawan emang," komentar Fey takjub.

"Siapa dulu abangnya. Nggak sia-sia gue pinjemin jaket sama topi gue," Angga menunjuk dirinya bangga.

"Kacamatanya?"

"Kacamata mah punya dia bekas manasik haji waktu TK dulu."

Fey geleng-geleng kepala. Totalitas betul adik Angga yang satu itu.

Di samping itu Raka mencoba tetap tenang meski sejujurnya dia pun sudah jengkel dengan para anak-anak nakal di hadapannya. Bukannya sekolah malah jadi preman. Kasihan orang tuanya.

Sekali lagi Raka menghela napas sebelum mulai berkelit dengan pasukan bocil itu. "Apa syaratnya?"

"Syaratnya, abang harus kasih apa yang kita mau."

"Kalian mau apa?"

"Kita mau ...," Anak itu terhenti sejenak. "Mau ...." anak itu tampak berpikir keras.

"Mau ...."

Menyerah, anak berkacamata hitam itu akhirnya berbisik ke teman sebelahnya. "Ton, kita mau minta apa nih?"

"Minta duit, minta duit."

"Minta sarapan ajalah, udah laper nih," usul anak disebelahnya lagi.  

"Sama aja, nanti uangnya juga buat beli uduk."

Pada akhirnya pertanyaan Raka berujung menjadi konversasi panjang antar para bocah SD tersebut. Waktu yang semakin cepat berotasi itu membuat Raka frustasi sekaligus geram. Lima belas menitnya terbuang sia-sia menunggu kapan konfrensi bundar dadakan itu selesai. kalau begini terus bisa-bisa Raka terlambat.

To RAFELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang