*17 | Rumah Sakit dan Perasaan

3 0 0
                                    


Jangan lupa vote dan komentarnya!

Happy Reading♡

***

Tahu nggak sih kebas rasanya kayak gimana? Kalau tahu, ya itulah yang saat ini sedang Fey rasakan. Wajah cantiknya lagi-lagi memerah. Memar dan goresan luka bertengger seperti biasanya. Fey menghela napas sesaat sadar kalau dirinya sudah berada di tempat yang tidak asing lagi.

Ini pasti Rumah Sakit!

Mana di ruangan Fey sepi. Tidak ada siapapun yang Fey lihat sedari awal ia membuka mata. Derita anak yang hidup sendiri memang begini. Tapi tumben teman-temannya tidak menjaganya. Pergi kemana mereka? Apa keenam manusia itu sudah tidak setia kawan lagi?

Enggaklah, Fey bercanda.
Dia mana mungkin berpikiran begitu kepada sobat-sobat baiknya itu. Fey mengerti mereka juga punya kehidupan yang lebih penting daripada menjaganya.

Pintu ruang rawat Fey dibuka. Memunculkan seorang laki-laki dengan hoodie hitam. Fey tahu pakaian itu pasti bukan miliknya. Sebab yang dipakai Raka sekarang ini adalah hoodie milik Theo.

"Oh, udah bangun ternyata," cicit Raka sambil membawa nampan makanan. "Ayo, makan dulu!"

Fey mencoba bangkit duduk. Ia memandangi setiap pergerakan Raka yang telaten menyiapkan makanannya. Tidak ada bantahan karena mendadak Fey teringat sesuatu. Raka kenapa bisa ada di sini?

"Lo bolos?" tanya Fey ketika Raka duduk di samping ranjangnya sambil membawa mangkuk bubur.

"Nggak bolos," sanggah Raka.

"Terus, kok lo ..."

"Bisa di sini?" Raka menebak, diikuti anggukan kecil Fey. "Gue izin sakit."

"Aaa, coba," titah Raka seraya menyodorkan sesendok penuh bubur ke depan mulut Fey. Entah setan dari mana yang mengambil alih raganya, Fey menurut. Ia tetap membuka mulutnya dan membiarkan makanan lembek itu masuk ke saluran cernanya tanpa penolakan. Padahalkan Fey bisa makan sendiri, kedua tangannya masih sehat wal afiat meski ada beberapa luka di sana.

Memilih untuk tak ambil pusing dengan kegiatan suap-menyuap itu, Fey lebih tertarik menanyakan pertanyaan di otaknya. "Tapi lo gak sakit tuh, bohong ya."

"Kok bohong, lo nggak lihat muka gue masih sakit? Nih," ujar Raka sambil menunjuk memar-memar di wajahnya yang mulai berubah warna.

"Cih, cuma luka segitu aja sampai nggak masuk, cemen lo," ejek Fey dengan wajah remeh.

Raka terkekeh pelan mendengarnya. Bukannya tersinggung, lelaki itu justru menganggap kalimat Fey barusan seperti lelucon. Lucu pokoknya. "Gue kan bukan lo yang emang makanan tiap hari."

Fey mencebik. Baru akan menyahuti ucapan Raka, tetapi lelaki itu malah menyumpal mulutnya dengan bubur. Kurang ajar sekali, mana ujung bibirnya masih perih lagi.

"Jangan banyak-banyak, buburnya nggak enak!" Fey mendelik tapi tetap memproses makanan itu di mulutnya.

"Iyaa, nih sedikit nih." Raka mengurangi banyaknya bubur di sendok sebelum benda itu sampai di Fey.

"Minum," pinta Fey. Sadar atau tidak, tapi ... KENAPA FEY JADI MANJA BEGINI?!

Raka mungkin tidak sadar karena dia langsung memberi botol air mineral kepada Fey tanpa berpikir apa-apa. Sejujurnya di detik pertama Fey sudah sadar dengan kelakuannya, tapi bodo amatlah. Malu juga sudah kepalang tanggung. Istilahnya sudah kejebur, ya menyelam aja sekalian.

"Terakhir nih, aaa." Fey melahap suapan terakhirnya.

"Sedikit banget," gumam Fey pelan. Dia masih lapar. Dari kemarin Fey memang belum makan, jadi bubur yang biasanya tidak habis ia makan karena rasanya tidak enak, kini bisa habis tak bersisa. Rasanya Fey mau minta lagi, tapi malulah!

To RAFELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang