*12 | Rayyan dan Rooftop

7 0 0
                                    


Vote dulu yuk, baru dibaca dan beri komentarnya. Mari membiasakan diri mengapresiasi suatu karya.

Happy Reading♡

***

Fey bergeming. Menatap gamang sebuah pintu dengan hiasan garis polisi yang melintang. Bagaimana bisa benda itu dipasang di sini? Memangnya pernah terjadi apa di tempat ini?

Banyak. Banyak pertanyaan yang menyapa kepala Fey sehingga si empu hanya menghabiskan waktu untuk diam di tempat. Kalau bukan karena rasa ingin tahunya yang meledak-ledak itu, mana mau Fey datang cuma gara-gara orang itu bilang, "Eh, temennya Raka, sini dong!"

Dan Fey betulan ke sana.

Butuh waktu 5 menit sampai akhirnya Fey menggenggam gagang pintu dengan keyakinan 50 persen. Sebab 50 yang lain masih membuatnya bimbang. Apakah ia harus masuk atau tidak? Namun pada akhirnya pintu itu terbuka juga.

Dia.

Iya, dia ...

Yang membukanya.

"Hai!"

Fey masih ingat di pertemuan pertama, sosok itu tampak gugup dan takut. Tetapi sekarang dia malah mengulas satu senyum lebar hingga deretan gigi rapihnya terlihat. Sekilas tampak tidak jauh berbeda dengan Raka. Tentu saja, mereka berdua kan kembar!

Cuma rambutnya.

Orang ini punya rambut lebih terang dibanding Raka. Raka hitam pekat, dan dia coklat terang. Mungkin itu bisa jadi patokan untuk Fey membedakan mereka.

"Ayo sini, malah bengong di situ." Dia menarik tangan Fey keluar.  Lantas, kini di sanalah mereka berada. Rooftop.

Cuaca sore ini masih bagus. Benar kata BMKG diprakiraan cuaca hari ini, 30 derajat. Cerah berawan. Tidak panas dan tidak mendung. Teduh, sesuai untuk menjadi latar kecanggungan yang terjadi di antara mereka berdua.

"Ekhem." Rayyan berdeham guna mengusir sepi. Habisnya dia bingung mesti bersikap seperti apa. Ini pertama kalinya dia berdekatan dengan temannya Raka.

"Ekhem, ekh--"

"Lo sekali lagi kayak gitu gue bakal pergi," Fey mengancam.

"Eh jangan!" Rayyan gelagapan sendiri seraya merentangkan tangannya. Mencegah Fey untuk tidak pergi begitu saja. "Jangan pergi dulu."

"Kenapa?"

"Kita kan belum kenalan!" Sebelah tangannya terulur, meminta jabat tangan dari si gadis. "Gue Rayyan."

Fey menaikan sebelah alisnya. "Udah tahu."

"Gue juga udah tahu lo, tapi tetap aja kita harus kenalan," ujar Rayyan sembari sedikit menggerakan tangan.

Netra Fey membola bersamaan dengan satu hela napas pasrah. Kemudian menyambut tangan Rayyan untuk ia genggam sesaat. "Gue Fey."

Benar saja, tidak ada 3 detik sampai kedua tangan yang bertautan itu terlepas.

"Jadi, lo suruh gue ke atas sini buat apa?" cecarnya cepat. Sementara Rayyan tampak tersentak dengan realita. Iya yaa ... Rayyan memanggil Fey ke sini bukan tanpa tujuan. Laki-laki itu ingin menyampaikan sesuatu.

"Eh, hmm ... itu ... hmm, ada yang mau gue omongin sama lo." Nada bicara Rayyan terkesan berhati-hati. Ditambah gesturnya yang langsung mengusap tengkuk belakang membuat gugupnya kian kentara. 

"Omongin aja, pasti nggak jauh-jauhkan dari lo dan kembaran lo itu?"

Namun detik setelahnya malah timbul hening. Hening pendek yang diakhiri dengan satu tarikan napas Rayyan yang panjang.

To RAFELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang