Sebelum mulai baca, ayo vote dan jangan lupa komentarnya.
Mari membiasakan diri mengapresiasi suatu karya.Happy Reading♡
***
"Fey, lo mau gue anter nggak?" Theo secara sukarela memberi penawaran ketika melihat Fey yang baru saja turun dari lantai dua. Pakaiannya sudah rapih, dan tentunya Fey juga sudah mandi.
Sore ini rencananya Fey akan menemui Kakaknya. Sudah beberapa hari ini dia gagal pergi. Kasihan Tara, dia pasti kesepian tidak kunjung ditengok sang adik.
"Boleh deh, dari tadi gue pesan gojek nggak datang-datang," sahut Fey menggerutu.
"Ayo!" Theo mengambil kunci motornya. Sebetulnya dia sudah menyiapkan motornya sejak tadi. Theo tahu hari ini Fey pasti akan pergi.
"Eh, Karina sama yang lain udah pulang?"
"Udahlah, nunggu lo mandi mah seabad kemudian baru kelar," balas Theo sembari berjalan keluar.
Fey mengikuti Theo keluar setelah mengambil helmnya di rak.
"Terus kenapa lo masih di sini?"
Theo diam.
Bisa-bisanya Fey masih tanya soal itu. Ya jelas untuk mengantar Fey-nya lah!
Ups, salah ya. Kalau dalam Bahasa Indonesia -nya berarti tanda kepemilikan, sedangkan Timotheo Gevran tidak pernah benar-benar memiliki Fey lebih dari yang dia inginkan. Maka imbuhan itu sebaiknya dibuang jauh-jauh dari kamus Theo. Demi kebaikan hati laki-laki itu. Fyi, kalau kalian belum tahu, Theo sebenarnya suka Fey. Panjang kisahnya, tapi nggak mungkin diceritakan di sini, nanti Theo ngamuk.
"Gue males pulang." Satu jawaban singkat itu mengundang tatapan mencela dari Fey.
"Iya, nggak usah pulang sekalian!" Fey kemudian naik ke atas motor dengan helm yang sudah terpasang sempurna di kepalanya.
"Ayo jalan!"
"Meluncur!"
Motor kawasaki merah itu akhirnya meninggalkan pekarangan rumah Fey yang sepi.
***
Naik motor bersama Theo bukanlah hal yang membosankan. Sepanjang jalan yang mereka lalui pasti selalu ada saja bahan obrolan. Theo tuh aslinya santai dan seru, enak kalau buat jadi partner hangout.
Tapi ... dari sekian banyak obrolan yang mereka bangun, mulai dari curhat, menggibah, bahkan saling melempar lelucon, kali ini kenapa harus hal itu yang Theo tanyakan.
"Tadi Raka ngapain?"
Fey bungkam. Bukannya apa, tetapi Fey sendiri pun bingung dengan apa yang terjadi siang tadi. Semua terjadi begitu cepat. Entah kedatangannya, entah cara bicaranya yang jelas dan nggak bertele-tele, dan entah kepergiannya. Dia menghilang begitu saja dengan salam dan amplop putih yang tertinggal dalam genggaman Fey.
Mengingat surat itu, Fey sungguh masih tidak percaya. Bagaimana bisa pihak sekolah mencabut sanksi Drop Outnya? Semudah itu? Apa alasannya?
Fey menyesal tidak bertanya dulu pada lelaki itu dan malah membiarkannya pergi. Jika begini, apakah dia harus menemui Raka cuma untuk menanyakan kebenarannya?
"Ngasih surat."
Theo mengernyit keheranan. "Surat?"
"Iya, surat pembatalan Drop Out," cicit Fey pelan.
Ckiiittt ....
"Hah!?"
Ban motor Theo benar-benar berhenti detik itu juga. Untung Fey tidak punya riwayat penyakit jantung, jika ada mungkin dia sudah tamat.

KAMU SEDANG MEMBACA
To RAFEL
Teen Fiction"Lo mau tahu, Ka, kenapa gue pilih hidup sebagai pembangkang?" Raka terdiam membiarkan gadis itu mengungkapkan isi hatinya sendiri. "Karena ...." Tidak ada yang tahu alasan apa yang membuat Fey betah dikenal sebagai pembangkang ulung yang disegani...