Silakan Vote dan komentarnya jangan lupa.
Mari membiasakan diri mengapresiasi suatu karya.Happy Reading♡
***
Tok ... tok ... tok....
Siapa nih yang datang malam-malam?
Nggak tahu Fey lagi susah payah ganti perban apa?
Iya, struggle banget ganti perban sendirian pakai tangan kiri lagi.Gadis itu mau tidak mau beranjak dari sofa. Menghampiri pintu, lalu membukanya. Tanpa babibu si tamu langsung masuk dengan kedua tangan penuh barang bawaan.
"Heh, main masuk rumah orang aja lo," ujar Fey masih terkejut dengan kedatangan si tamu cantik yang kini meletakkan salah satu plastik putih di meja ruang tengah.
"Rumah temen gue bukan rumah orang," koreksinya.
"Rin, temen lo ini juga orang kali."
Yap, dia Karina. Sahabat Fey yang rumahnya di samping rumah Theo. Yang berarti cuma beda 4 rumah dari rumah Fey. Sudah biasa jika Karina tiba-tiba datang seperti tadi. Kadang juga langsung masuk. Tumben-tumbenan hari ini pakai ketuk pintu dulu.
Ruangan yang pertama Karina singgahi bukan ruang tamu ataupun ruang tengah. Tapi dapur. Fey kira Karina mau tiba-tiba masak di dapurnya, ternyata cuma mau ambil sendok sama segelas air mineral.
"Buat gue ya?" tanya Fey senang dapat makanan gratis. Ekspresi yang jelas jauh berbeda dengan Fey ketika di sekolah tadi.
"Duduk lo!" Sejutek-juteknya Fey masih lebih jutekan Karina. Tapi sebenarnya Karina baik kok anaknya. Lihat aja.
Mereka duduk manis di sofa ruang tengah. Tangan Karina bergerak gesit menyendokkan semangkuk bubur sayur yang sebelumnya ia bawa dari rumah. "Aaa!"
Fey menurut saja, bisa ribet urusannya kalau membantah omongannya Karina.
"Kok bubur sih, yang sakit kan cuma tangan bukan organ dalem gue," protes Fey tapi tetap buka mulut, menerima makanan-makanan enak itu untuk ia cerna.
"Protes sana ke mama gue."
Alis Fey terangkat. " Oh mama lo yang bikin? Pantes rasanya enak."
"Terus kalo gue yang bikin nggak enak gitu?" tanya Karina dengan wajah super datar. "Aaa!"
Fey kembali menyuap. "Eh tapi bentar deh, Tante Citra tahu dari mana kalo gue sakit gini? Lo yang bilang ya?"
"Ngapain gue bilang-bilang mama," balas Karina.
"Terus?"
Karina berhenti dari kegiatannya. Sendok yang tadi digenggam kini dia biarkan tergeletak di mangkuk. Hening yang diciptakannya membuat Fey mengerti apa yang telah terjadi.
"Tadi siang papa lo datang ke rumah gue, nitipin lo katanya--"
"Tolong jagain Fey ya, dia luka-luka lagi gara-gara habis berantem. Gitu 'kan?" ucap Fey seolah-olah sudah hafal di luar kepala.
"Yaa ... semacam itulah." Karina kembali menyuapi Fey.
"Tadi papa marah besar sama gue, Rin." Fey mulai bercerita. Sambil sesekali mengunyah tentunya.
"Marah gimana?"
"Ya gitu, panjang kalo diceritain. Ini gara-gara gue dapet surat DO."
Karina kaget sampai sendok terakhir yang mestinya disuapkan untuk Fey, malah ia makan sendiri. "Serius?"
"Eehhh ... bubur gue!"
"Jawab gue, lo beneran sampai di DO!?"
"Ck, iya, tuh suratnya." Fey menunjuk satu-satunya amplop putih yang ada di atas meja. Dengan gerakan seribu tangan, Karina menyambar kertas itu, kemudian membukanya. Kedua alisnya menukik, tidak percaya dengan apa yang ia baca.

KAMU SEDANG MEMBACA
To RAFEL
Teen Fiction"Lo mau tahu, Ka, kenapa gue pilih hidup sebagai pembangkang?" Raka terdiam membiarkan gadis itu mengungkapkan isi hatinya sendiri. "Karena ...." Tidak ada yang tahu alasan apa yang membuat Fey betah dikenal sebagai pembangkang ulung yang disegani...