Sebelum lanjut alangkah lebih baik vote dulu. Dan jangan lupa komentarnya sembari membaca. Mari membiasakan diri mengapresiasi suatu karya.
Happy reading♡
***
Serasa senyap sepersekian detik, udara malam di sekitar Raka mendingin ketika dua pasang manik mata mereka saling bertemu. Memandang dengan arti yang berbeda.
Raka tidak pernah menyangka Fey akan bertindak sejauh ini. Dirinya sangsi jika gadis itu bisa melakukan sesuatu yang lebih meskipun sudah diberi ultimatum. Seharusnya Raka sadar, Fey bukanlah tipikal orang yang mudah dibungkam. Kini dia hanya bisa waspada terhadap apapun yang mungkin dilakukan Fey kedepannya.
"Kok lo bisa di sini?" ulang Raka menuntut jawaban dari Fey.
"Kenapa? Nggak boleh gue di sini?" tanggap Fey santai.
Raka semakin yakin kalau tujuan Fey ada di sana sembari mendekati adiknya hanyalah untuk mempermainkannya. Sebab kini gadis itu tahu betul apa yang menjadi sumber kelemahan Raka.
"Kalo tujuan lo ke sini cuma mau main-main sama gue, mending lo pergi aja. Jangan gunain Rayyan untuk jadi alat balas dendam lo ke gue," peringat Raka tegas.
Fey tertawa sarkas. "Main-main kata lo? Bukannya lo duluan ya yang main-main sama gue?"
"Lagian gue mana kayak lo, memperalat orang sakit," sambung Fey menyindir.
"Gue nggak bermaksud kayak gitu," sergah Raka yang seketika paham ke mana arah pembicaraan Fey.
"Gak bermaksud kayak gitu gimana? Lo pikir gue tuli waktu lo bawa-bawa Kak Tara buat ngancem gue?!"
"Karena kalo nggak gituㅡ"
"Udah-udah!" Sahut Rayyan menyela perdebatan sengit antar dua manusia di hadapannya itu. Bukannya apa, tapi akan jadi masalah jika suara mereka terdengar sampai ke bawah.
"Nggak usah berantem di sini bisa 'kan?" suara Rayyan memelan. "Obrolin pelan-pelan jangan pake emosi."
"Ck, udahlah mending gue balik daripada di sini terus. Mood gue mendadak nggak enak!"
Fey segera beranjak, kemudian merapihkan seragamnya sebentar sebelum mengambil tas ransel hitamnya.
"Gue anter ya?"
"Nggak perlu. Oh iya, thank's for today, Rayyan, senang bisa kenal elo," ucap Fey seraya menepuk bahu laki-laki berbaju pasien itu dua kali. Namun kali ini arah matanya melirik ke arah subjek lain yang menatap mereka tidak percaya.
Raka terdiam kaku dengan ribuan tanya yang siap ia lontarkan saat raga Fey sudah menghilang di balik pintu. Wajah cemasnya tidak dapat disembunyikan sehingga Rayyan langsung mengerti apa yang menjadi sumber keresahan kakak kembarnya itu.
"Kenapa dia bisa ada di sini sih?" Raka menggeram kesal ketika tahu bahwa Fey telah menemukan celah dari kelemahannya. Iya, Rayyan. "Kenapa juga lo bisa sedekat itu sama dia? Yan, Fey itu bukan tipe orang yang bisa kita dekati gitu aja!"
Rayyan menghela napasnya panjang. Dia sudah tidak heran lagi dengan tabiat Raka yang selalu mengkhawatirkannya. Rayyan paham, cuma kadang Raka terlalu berlebihan saja.
"Nggak apa-apa kok, Ka ... dia baik."
"Tahu dari mana?" Raka kalap. Hatinya tidak tenang dan dipenuhi rasa takut. Mungkin terdengar aneh, tapi tolong pahami posisi Raka sedikit saja. Sebab masalahnya di sini adalah, jika Fey saja bisa memperlakukannya seburuk itu, lantas bagaimana jika hal yang sama terjadi juga pada Rayyan? Raka sungguh tidak mampu membayangkannya.
"Lo baru kenal dia beberapa jam doang, Yan. Lo nggak tahu personality dia kayak gimana aslinya!"
"Gue tahu dia baik, karena gue bahkan udah kenal dia dari sebelum pertemuan hari ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
To RAFEL
Teen Fiction"Lo mau tahu, Ka, kenapa gue pilih hidup sebagai pembangkang?" Raka terdiam membiarkan gadis itu mengungkapkan isi hatinya sendiri. "Karena ...." Tidak ada yang tahu alasan apa yang membuat Fey betah dikenal sebagai pembangkang ulung yang disegani...