Sebelum mulai membaca silakan vote dan komentarnya jangan lupa.Mari membiasakan diri mengapresiasi suatu karya!
Happy Reading♡
***
Gelap.
Bagian terluar dari sebuah bangunan bekas gudang seluas 200 meter persegi itu tampaknya tak terawat dengan baik. Di sekitarnya hanya ada tanah lapang tanpa pemukiman penduduk. Hal itu semakin menjadikan bangunan itu terlihat sebagai satu-satunya bangunan tak terpakai di sana.
Fey dan kelima temannya itu sudah berada di depan pintu masuk. Mereka pandangi bangunan itu dengan sorot mata heran. Bagaimana tidak heran, bisa-bisanya Keenan and the genk menjadikan gudang kosong ini markas besar. Ya walaupun memang betulan besar juga sih. Tapi vibes-nya itu lho, mirip tempat-tempat angker di film horor.
"Gue nggak habis pikir deh, kenapa mereka demen banget sih di tempat horor kayak gini?" Gerutu Deo menyuarakan isi hatinya yang sedari tadi gusar memikirkan nasibnya yang akan masuk ke dalam sana. Bukannya apa, tapi Nadeo ini takut setan. Takut ketempelan katanya. Hm, memang penakut sekali teman Fey satu itu.
"Mereka kayaknya sengaja nyuruh kita ke sini," celetuk Jeje santai. Nadeo lantas menoleh cepat.
"Kenapa gitu?"
"Biar kalo lo mati, nggak ada yang tahu," jawab Ardan asal sembari melangkah mengikuti Fey yang sudah berjalan maju tanpa suara.
Nadeo menjengit. Nyalinya tiba-tiba ciut detik itu juga. Angga dari belakang menepuk bahu Deo seraya menertawakan sohibnya yang sedang overthinking. Seperti ada kebahagiaan tersendiri aja gitu kalau lihat Deo ketakutan. "Tenang aja, De, kalo lo mati malem ini, gue yang bantu nguburin lo."
"Yee, sembarangan aja lo Juki!" seru Deo tertahan.
Fey mendadak ragu. Dengan tangan yang sudah bertengger di gagang pintu besar, ia bergeming hingga menarik atensi dari kelima sobatnya. Seolah tahu apa yang dipikirkan Fey, Theo menyentuh bahunya. Lelaki itu menatapnya penuh yakin, seakan-akan berkata, Nggak apa-apa, buka aja, jangan mundur.
Hal yang membuat Fey ragu adalah mereka. Lima orang laki-laki yang sebetulnya nggak perlu ia cemaskan. Toh, setiap harinya aja kerjaan mereka cuma cari ribut. Tapi ... untuk masalah ini, Fey merasa berat. Karena biar bagaimanapun, ini masalahnya. Target Keenan hanya dirinya, Fey tahu itu.
Netra Fey beralih menatapi satu per satu kawannya, mulai dari Ardan di ujung kanan dan Deo di ujung kiri. "Sebelum masuk, gue minta sama kalian, jangan gegabah. Ini markas mereka dan nggak ada yang tahu skenario apa yang udah mereka buat di dalam sana ..."
Fey menghela napas sejenak sebelum melanjutkan, " ... nanti di dalam, biar gue yang hadapin Keenan, kalian tetap waspada, jaga diri dari apapun bentuk serangannya."
"Tapi Fey, lo kan ...," Ucapan Jeje terhenti sebab Theo memberi isyarat untuk tidak membantah apapun.
"Jangan khawatirin gue, Je. Gue nggak apa-apa," kilah Fey berusaha untuk tidak terlihat lemah di hadapan yang lain. "Ya udah kita masuk sekarang."
Dengan langkah perlahan namun pasti, Fey memasuki bangunan itu setelah membuka pintu lebar-lebar. Tidak jauh berbeda dari suasana di luar tadi, di dalam pun gelap masih mengukung mereka. Hanya ada tiga lampu pijar yang dinyalakan di ujung sana. Tepat menerangi beberapa manusia yang sedang duduk santai sambil merokok dan bermain kartu. Suara pintu, juga langkah kaki Fey beserta teman-temannya sepertinya mampu menarik perhatian mereka. Hingga semuanya menoleh. Termasuk Keenan.
Laki-laki itu menyeringai, lantas berdiri menyambut para tamu yang sudah ia nanti-nantikan sejak tadi.
Di dekatinya Fey seraya berkata, "Wah wah wahh, lihat siapa tamu yang datang malam-malam begini. Selamat datang the beauty and ...," Keenan tersenyum remeh. "... the five dwarfs."

KAMU SEDANG MEMBACA
To RAFEL
Teen Fiction"Lo mau tahu, Ka, kenapa gue pilih hidup sebagai pembangkang?" Raka terdiam membiarkan gadis itu mengungkapkan isi hatinya sendiri. "Karena ...." Tidak ada yang tahu alasan apa yang membuat Fey betah dikenal sebagai pembangkang ulung yang disegani...