Silakan Vote lebih dulu sebelum lanjut baca. Dan jangan lupa komentarnya!
Happy Reading♡
***
"Perilaku manusiaㅡhaachh ... terbentuk karenaㅡhaacchh ... beberapa faktor, yaitu ㅡ haaccchh!"
Presentasi Fey dan Avi kala itu berlangsung tidak kondusif karena Fey yang terus bersin-bersin. Lengannya disenggol Avi sehingga mau tidak mau presentasinya ia hentikan sejenak. Fey menoleh. Wajahnya yang merah sana-sini membuat Avi menyangka bahwa Fey sakit.
"Kamu kenapa? sakit?" tanya sang guru, rupanya sadar ada yang tidak beres dengan kondisi anak muridnya satu itu.
Fey menggeleng namun bersinnya menjelaskan semua. Dia sudah tidak bisa menyangkal lagi. Ini gara-gara hujan semalam. Waktu ia pulang dengan ojek online-nya, hujan deras tiba-tiba turun di pertengahan jalan. Menyebabkan tubuhnya basah kuyup seketika itu juga.
Tubuh Fey yang memang dasarnya sensitif, bila kena hujan gerimis pun besoknya pasti langsung demam. Seperti saat ini.
"Ke UKS aja yuk, lo pucet banget," ajak Avi, wajah cemasnya kentara sekali.
Fey belum buka suara sebelum bu guru sosiologi yang dari tadi diam memerhatikan, langsung menyahut, "Iya, lebih baik langsung ke UKS saja, biar presentasinya diganti ke hari lain."
"Avi anak PMR 'kan?" tanya bu guru kepada Avi.
Yang ditanya mengangguk semangat. "Iya, bu."
"Anter gih, kasihan mukanya udah pucet banget gitu," titah bu guru.
Avi menggangguk, lalu menggiring Fey keluar menuju UKS. Dituntunnya Fey meski dengan langkah tertatih menyusuri koridor panjang kelas 12. Ketika sampai di depan ruang kelas IPA 1, tubuh Fey rasanya seakan ditarik paksa grafitasi. Lalu,
Bruuk!
"Fey!" pekikan Avi membuat pintu ruang kelas itu terbuka. Para murid yang ada di dalamnya pun berebut ingin lihat apa yang baru saja terjadi.
Tidak terkecuali Raka yang saat itu memang duduk di baris dekat jendela. Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana tubuh Fey tak sadarkan diri. Dengan cepat dirinya beranjak keluar kelas menghampiri dua perempuan itu.
"Felicia kenapa, Vi?" tanya Raka agak panik. Namun ia coba menahan diri karena enggan menambah buruk keadaan. Tidak boleh ada banyak pertanyaan, karena Fey harus cepat-cepat di bawa ke ruang kesehatan.
"Dia sakit, tolong bantu bawa ke UKS, bisa?" pinta Avi memohon.
Raka mengangguk cepat. "Bantu gue naikin dia ke punggung gue."
Avi dan beberapa murid yang ternyata sudah mengerubungi mereka langsung membantu. Tubuh lemah Fey mereka naikkan ke daksa lebar itu. Kemudian tanpa menunggu lama, Avi dan Raka beserta Fey dalam gendongan, segera menuju ruang kesehatan dengan langkah cepat namun tetap berhati-hati.
***
Dibaringkannya tubuh Fey di atas brangkar. Kini giliran Avi yang berperan. Sebagai anak PMR yang baru demisioner, Avi tentu masih hapal dengan tindakan yang harus dilakukan untuk pertolongan pertama. Jadi Raka memilih mundur, memberikan Avi ruang lebih.
"Obat demamnya habis, Vi?" tanya Raka ketika ia mencoba mencari-cari paracetamol di lemari obat. Raka dan Avi saling berpandangan sejenak.
Avi meringis. "Yahh ... kayaknya anak PMR belum nyetok lagi deh."
"Gimana nih? kasihan Fey badannya panas banget," rengek Avi panik sendiri.
Raka bergeming di tempatnya sembari memikirkan hal yang mesti dilakukannya. "Gue beli obat dulu sebentar," cetusnya seraya berlari keluar ke arah parkiran. Meninggalkan Avi yang kembali sibuk menyadarkan Fey dengan berbagai cara.

KAMU SEDANG MEMBACA
To RAFEL
Teen Fiction"Lo mau tahu, Ka, kenapa gue pilih hidup sebagai pembangkang?" Raka terdiam membiarkan gadis itu mengungkapkan isi hatinya sendiri. "Karena ...." Tidak ada yang tahu alasan apa yang membuat Fey betah dikenal sebagai pembangkang ulung yang disegani...