2. Dihukum

2K 207 26
                                    

Jean, Joan, dan Juan berdiri tegak dan berbaris rapi di samping omnya dan menghadap ke arah omnya itu sambil menunduk. Bukan karena takut atau malu, tp karena sinar matahari, ya mereka berdiri tepat menghadap ke arah matahari, silau men..

"Selamat pagi semua." Jeri mulai membuka amanat upacaranya yang belum sempat dimulai tadi karena kedatangan tiga bersaudara.

"SELAMAT PAGI PAK."

"Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah liburan semester, gimana liburannya?"

"SENANG PAK."
"KURANG PAK."
"TAMBAHIN SETAHUN DONG PAK."

"Kalian sudah siap bersekolah lagi? Kelas kalian juga baru kan?"

"IYA PAK."

"Jadi bagi kalian yang naik kelas sebelas dan kelas dua belas, kelas kalian akan diacak kembali. Jadi mungkin teman sekelas kalian juga akan berubah. Daftar pembagian kelas ada di mading dekat lapangan, setelah upacara selesai kalian dapat melihatnya.

Dan bagi yang kelas sepuluh, karena kalian baru masuk jadi belum ada pembagian kelas. Kalian harus mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah terlebih dahulu, jadi untuk sementara semua kelas sepuluh berada di aula tengah. Kalian akan dibimbing oleh guru-guru pendamping dan anggota pengurus osis, mengerti?"

"MENGERTI PAK."

"Mengerti om.." Jeri menoleh ke samping mendengar jawaban tidak semangat dari tiga bersaudara itu. Ia menghela nafas melihat ketiga ponakannya itu.

Juan : Mata masih merem melek, rambut acak adul, gak pake topi ama dasi, trus kaos kaki di luar celana. Haduuuhhh...

Joan : Keadaannya gak jauh beda sama Gana, bajunya dikeluarin, rambut kaya sarang burung, gak pake dasi dan gak pake kaos kaki. Parah-parah..

Jean : Paling parah ini mah, dia penampilannya udah kaya preman. Rambut ngga disisir, baju gak dikancing, trus pake dobelan kaos mana warnanya item, gak pake dasi, gak pake topi, gak pake kaos kaki, yang paling parah sepatunya warna biru, padahal sepatu yang diizinkan hanya hitam dan putih. Tepok jidat dah ngeliatnya.

"Kalian tau kan yang sekarang ada di samping saya?"

"TAU PAK."
"JOAN PACAR SAYA ITU PAK."
"CALON SUAMIKUUUHH."
"JEAN CALON GUAA."
"TRIO BERANDAL"
"JEAN UKE GUE TUH PAK."

Anjir kalo ngomong gak dipikir - Jean

"Sudah diam semua, sekarang siapa salah satu dari kalian yang mau memberi hukuman pada mereka? Bebas terserah kalian."

Jean, Joan, dan Juan langsung melotot mendengar perkataan omnya itu. Apa katanya? Salah satu siswa memberi mereka hukuman? Awas saja jika ada yang berani.

Cukup lama tidak ada yang mau maju, membuat tiga bersaudara itu menyeringai. Tidak ada yang berani mungkin karena mereka takut dengan ketiga bersaudara itu. Semua tau, jika ada yang berani macam-macam pada mereka bertiga maka akan menjadi masalah.

Tapi mereka tidak kejam kok, paling ya bengkak tiga harian lah.

Setelah lumayan lama menunggu, ada seorang cowo yang berani maju. Jean yang sedari tadi menunjukkan senyum kemenangan seketika raut wajahnya berubah masam, dia kesal karena ada yang berani maju untuk menghukum mereka.

Huh dasar. Jean tau siapa dia. Ketos tahun lalu, sebelum digantikan oleh Jean. Tak percaya kan kalo Jean merupakan ketua osis, tp memang itu kenyataannya. Jean tidak membenci dia, tapi Jean tidak suka melihatnya entah karena apa. Jean juga tak suka karena dia yang sering sekali merecoki Jean apalagi saat Jean minta pertolongan mengenai osis.

Kembali ke cowo tadi, Jean benar-benar tidak menyukainya. Biarlah, siapa yang peduli dengan itu, sekarang yang penting hukuman apa yang akan anak itu berikan.

Cowo itu berdiri di sisi lain kepala sekolah menghadap ketiga bersaudara tepat di depan Jean karena memang Jean yang ada di tengah.

Cukup lama anak itu menatap Jean, ada apa? Jean yang sedang ditatap menaikkan sebelah alisnya, menunggu hukuman yang diusulkan si cowo sok berani itu.

"Saya mau mereka dihukum setimpal sesuai kesalahan yang mereka lakukan."

Masih tenang..

"Pertama, karena datang terlambat, 10 poin, hukuman lari keliling lapangan belakang lima kali."

Masih tenang..

Gampang itu mah buat mereka bertiga, biasannya aja lari dari kenyataan eaa.. apasih gaje

"Kedua, karena berpakaian tidak rapi dan tidak sesuai dengan ketentuan, 20 poin, hukuman membersihkan semua toilet yang ada di gedung barat."

Kompak. Jean, Joan, dan Juan sama-sama melotot mendengar penuturan cowo itu. Mereka disuruh membersihkan toilet? Ihh.. gak banget dah.

"Ketiga, rambut bukan warna alami, 20 poin, hukuman membersihkan gedung olahraga belakang."

Sudah 50 poin yang didapatkan oleh ketiga bersaudara itu. Jika mencapai 300 poin, maka mereka akan di keluarkan dari sekolah ini.

Sekolah ini sebenarnya peraturannya cukup ketat. Tp karena ketiga bersaudara itu adalah anak pemilik sekolah, mereka tidak akan dihitung poin pelanggarannya.

Dan apa ini? Dengan seenak jidatnya, cowo yang bahkan sedari dulu jarang berinteraksi dengan mereka kecuali pada Jean saat kegiatan osis memberi mereka poin. Ya memang sih dia ketua osis sebelumnya, tapi kan sekarang sudah tidak.

Ohh.. dia tidak tau apa yang akan terjadi setelah ini nanti.

"Dan karena poin telah mencapai 50, maka tidak boleh mengikuti pelajaran dalam tiga hari."

Memang di sekolah ini ada peraturan seperti itu. Jika mencapai 50 poin maka akan dikenakan skors tiga hari, 100 poin seminggu,150 poin dua minggu, dan jangan lupakan dengan buket tugas untuk dikerjakan. Jika telah mencapai 200 poin maka akan diberi surat peringatan, diharuskan menghadap kepala sekolah, dan diskors sebulan. Dan satu lagi, kalau sudah 300 poin maka jelas akan dikeluarkan dari sekolah.

"Itu saja, terima kasih."

Cowo itu tersenyum ke arah Jean, tp Jean? Huh.. sudah tidak terkondisikan lagi, orang yang melihatnya pasti akan lari ketakutan.

Wajahnya memerah menahan emosi, tangannya mengepal kuat, dan ya, jangan lupakan tatapannya yang menatap tajam cowo itu seakan ingin memakannya. Tp dia harus menahannya, dia tidak bisa memukul cowo itu di depan om nya.

Setelah cowo itu pergi dari hadapan Jean, Jeri selaku kepala sekolah kembali angkat bicara.

"Saya setuju dengan apa yang dikatakan Marva."

Iya, namanya Marva, Marvazean Elthanion, si mantan ketua osis Kharenza High School.

"Setelah upacara selesai, kalian bertiga harus segera melaksanakan apa yang Marva katakan tadi. Jika tidak, maka hukuman akan ditambah."

Jean, Joan, dan Juan kompak mendengus kesal mendengar omongan omnya itu. Mereka harus melakukan semua itu? Ohh yang benar saja.. mana mungkin lah yaaa.

Mereka bertiga langsung meninggalkan lapangan tanpa mengatakan apapun lagi, padahal upacara bendera belum selesai. Tapi mereka tidak peduli, mereka bahkan tak mendengarkan perkataan Jeri yang menyuruhnya berhenti.




Tbc.

MARVA(J/Z)EAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang