23. Berantem

1.3K 156 0
                                    

"Hey! Ngelamun mas bro?"

"Weh iya nih bro. Dari tadi nungguin orang ngga dateng-dateng."

"Hahaha."

"Lama banget, dari mana aja kamu?"

"Hehe.. Tebak coba!"

"Pasti ketahuan Pak Tara." Jean kembali tertawa, Marva selalu tau tentang dirinya. "Ngapain kamu?"

Jean memberikan senyum terbaiknya sebelum menjawab. "Bolos hehe." Lalu memposisikan dirinya di kursi depan Marva. "Loh? Ngga bawa bekal?"

"Bubu kan lagi pergi, Jean."

Jean menepuk dahinya. "Oiya, lupa aku hehe."

"Jangan bolos-bolos mulu. Udah mau ujian semester ini."

Mendengar omongan Marva, Jean mengerucutkan bibirnya. "Cepet banget deh. Padahal baru aja ujian tengah semester kemarin, ini udah mau semesteran huh."

Marva terkekeh mendengar gerutuan Jean. Tangannya mengusap rambut hitam yang sudah cukup panjang. Ucapan Jean tentang ingin memiliki rambut seperti Yudha sungguhan dilakukannya.

"Dan nanti, ngga kerasa udah mau ujian akhir. Aku lulus deh."

Marva kembali terkekeh melihat raut Jean yang semakin cemberut. Karena jika sudah ujian kelulusan, artinya Marva akan pergi ke Amerika, meneruskan sekolahnya di sana. Yang artinya juga, ia akan jauh dari Jean.

Ditangkupnya pipi yang entah sejak kapan bertambah tembam itu. "Utututu, cemberut mulu."

"Apaswih lepas ah."

"Kamu bisa nyusul tahun depannya, Je."

"Setahun lama ya anjir."

"Ya gimana? Kalo aku ngga jadi dokter, ya aku harus belajar bisnis. Daddy nyuruh aku belajar di sana karena ada Grandpa yang bisa bantu aku, biar aku cepet punya kerjaan juga. Terus kata Bubu, abis itu bisa cepet nikahin kamuu." Mendengar kalimat terakhir Marva, Jean memasang tampang jijik.

Tapi lain di muka lain di hati. Jujur, Jean juga ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama sosok di depannya itu. Menurutnya, hanya Marva lah yang tahan akan sifat dan perilakunya selama ini.

Ditinggal setahun? Ya itu kalau Jean nantinya benar-bebar menyusul Marva berkuliah di sana. Tapi dilihat dari nilai-nilainya, itu sedikit sulit sepertinya. Jika Jean meneruskan sekolahnya di sini, berarti dia mungkin akan terpisah jarak dengan Marva 3 tahunan lebih. Huft.

"Bubu pengen kita cepat menikah." Marva kembali berbicara. "Bahkan Bubu udah heboh ngerencanain pernikahan sama Papi Dirga." Ucapnya lagi sambil mengusap tengkuknya.

Jean mengangguk-anggukan kepalanya sambil terkekeh. Papinya memang suka heboh, apalagi ini dipertemukan dengan Bubu. Yah, akhirnya Jean hanya bisa berharap agar dia tetap bersama Marva nantinya, sampai waktu yang lama atau bahkan selamanya.

***

"JEAN!!"

Bugh!! Bugh!! Bugh!!

"Ck! Hey! Jean stop!"

Marva masih berusaha menghentikan perkelahian antara Jean dan entahlah siapa itu, dibantu Joan dan Rey yang sudah sedari tadi di sana.

Saat waktu menunjukkan jam pelajaran terakhir, ramai seruan dari lapangan mengalihkan para guru yang sedang mengajar. Lalu Faro tiba-tiba memanggilnya untuk cepat ke lapangan karena Jean terlibat perkelahian. Langsung saja, Marva menuju lapangan tanpa peduli bahwa guru masih di kelas.

"Sialan lo!"

Bruk!!

"Marva!!"

Marva terkena pukulan keras saat memposisikan dirinya di depan Jean, bermaksud melindungi Jean. Karena Marva tak siap, dia terjatuh cukup keras.

MARVA(J/Z)EAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang