20. Pacaran

1.4K 158 8
                                    

"Makanya dengerin Bubu. Kemarin-kemarin udah Bubu bilangin buat istirahat ngeyel. Udah seharian nyiapin anniv, terus pulangnya bukannya istirahat malah lanjut belajar sampe tengah malem. Bubu juga udah bilang buat libur dulu manggung di cafe, malah kamunya ngga mau. Sekarang tau kan akibatnya?"

Jean yang memang masih di sana meringis mendengar Theo memarahi Marva. Tapi fokusnya tertuju pada perkataan Theo tentang Marva yang lanjut belajar sampai tengah malam setelah siangnya mempersiapkan acara anniversarry sekolah. Apa Marva sudah gila?!

Jean melihat ke arah Marva yang sekarang ada di pelukan Theo, sepertinya Marva butuh dipeluk kalau sedang sakit. Sekarang matanya beralih melihat Papinya yang masih di sana setelah tadi memasang infus pada Marva. Papinya itu juga menyarankan Marva untuk mengurangi aktivitas fisik dan lebih banyak istirahat.

Sepuluh menit berlalu, Dirga sudah meninggalkan ruangan karena harus memeriksa pasien lain. Theo juga akhirnya keluar ruangan karena ingin menemui Jonas.

Jean mendudukkan dirinya di kursi samping ranjang rumah sakit yang Marva tempati.Keduanya hanya diam, sangat sunyi, sampai kesunyian itu dipecahkan oleh suara deringan ponsel, ponsel Marva yang ada di meja samping ranjang.

"Ada apa, Chan?"

Chan? Ichan kah? Huh - Jean

"Kak, di mana? Gue tadi ke rumah Kak Marva tapi ngga ada orang."

"Maaf ya, Chan, Gue lagi di rumah sakit."

"LOH?! KAK MARVA SAKIT? DI RUMAH SAKIT MANA? ARZEAN KAN? ICHAN KE SANA."

"Ngga usah, cuma demam aja, besok udah pulang. Ada apa ke rumah tadi?"

"Gue mau minta tolong temenin beli kado buat Kak Ryan, tapi ngga papa kok, gue minta temenin Kak Jivan aja."

"Maaf ya, Ichan."

Beneran Ichan ternyata - Jean

Marva meletakkan kembali ponselnya, lalu menatap Jean yang merengut. Ia menggenggam tangan Jean.

"Maaf."

Jean mengangkat alisnya. "Maaf kenapa?"

"Ngga bisa nganter pulang." Jean hanya mengangguk.

"Kenapa?" Marva kembali berucap. "Mukanya cemberut mulu."

"Jangan sakit lagi!"

"Gue usahain. Ngga janji."

"Jangan sering begadang!"

"Iya."

"Makannya yang teratur!"

"Iya. Lo juga, Jean."

Jean kembali terdiam. Akhirnya Jean melepas genggaman tangan mereka lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. "Ichan tuh siapa elo si? Sering banget gue liat kalian barengan."

Marva terkekeh. Apa Jean sedang cemburu? Ingin rasanya Marva mendekap Jean seerat-eratnya tapi ia masih sayang badan, bisa-bisa badannya yang sekarang sudah lemes harus biru-biru kena bogem Jean.

"Temen, Je."

Jean bersedekap, menatap Marva lekat.

"Temen club jurnalistik dulu."

Jean kini mengangkat sebelah alisnya.

"Ichan udah ada pacar, Je."

Sekarang Jean membulatkan mulutnya, ber-oh ria. "Tapi kenapa sering banget sama lo?"

"Sini Je, duduk sini." Jean menurut, duduk di pinggiran ranjang menghadap Marva yang duduk bersandar pada kepala ranjang.

"Lo jelas tau 'Ruby Cafe' kan?" Jean mengangguk. "Bang Ryan, pacar Ichan, kerja di sana. Dulu, sebelum mereka pacaran, Ichan sering ngikut gue ke cafe sampe akhirnya dia suka sama Bang Ryan dan minta bantuan gue buat ngenalin dia ke Bang Ryan, karena gue lumayan deket sama Bang Ryan."

MARVA(J/Z)EAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang