AS_17

3K 154 5
                                    

Hari ini Jane datang lagi membawa sebuah tas bermerk Dior. Duduk disebelah Shinta sambil mengecek ponselnya.

"Lalu bagaimana?"

"Sudah siap ... Amersfoort, Utrecht, Belanda?"

"Amersfoort? Itu kota yang cukup tenang.."

"Kamu tahu banyak tentang Belanda..."

"Hmmm..."

"Sesuai pesanmu kemarin... Sebagian uang tabunganmu aku belikan sebuah rumah kecil disana"

"Terima kasih..."

"Jangan begitu, setelah ini kamu akan tinggal diluar seorang diri... Kau harus pintar-pintar menyambung hidup"

"Aku tahu..."

"Berganti lah pakaian, sambil menunggu sopirku datang"

"Iya ..."

Dengan pelan Shinta beranjak dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi.

Shinta memakai dress panjang dengan masker, baju yang sama dengan Jane.

"Apa kau benar-benar sudah sembuh?"

"Hanya sedikit nyeri di bagian jahitan perut...tapi bisa dikendalikan..."

"Baiklah... Aku akan keluar lebih dahulu..."

"Iya..."

Jane segera keluar, dan setelah 20 menit Shinta yang keluar. Tak ada yang curiga.

Jane melewati pintu depan, dan Shinta melewati pintu samping.

Shinta dengan santai berjalan, dan tak mengundang sebuah kecurigaan.

Sampai didepan ruangan bayi, Shinta berhenti.

Ada banyak bayi disana, dia berharap ada bayi miliknya disana. Dan dia melihat bayi mungil di dalam box inkubator. Bayi sangat mungil dan terlihat sangat rapuh.

"Seandainya bayi imut itu milikku..."

Shinta segera berjalan kembali sambil sesekali mengusap air matanya.

Ini akan berakhir, kesedihannya akan hilang.

Sampai dipintu samping, sebuah mobil Van menyambutnya.

Didalam sudah ada Jane yang akan mengatakannya ke bandara.

"Apa ada yang sakit?"

"Tidak..."

Shinta segera melihat kearah depan. Di Kursi kemudi terlihat seorang sopir, tapi dia begitu familiar tapi siapa?

"Sopirmu baru?"

"Emm... I-iya .. sopirku yang biasa menemani ayah jadi mengambil sopir lain"

"Oh..."

"Kamu tak ingin berpamitan dengan Xiaokai?"

"Tidak... Kalau aku berpamitan apa aku boleh pergi?"

"Mungkin boleh...."

"Ya memang boleh, aku itu hanya simpanan... Jadi tak apa kalau pergi"

"Tapi sepertinya dia begitu peduli denganmu"

"Karena aku mengandung anaknya..."

"Shinta...."

"Aku memang berkata benar..."

"Jangan berkata begitu... Selagi dia tak mengucapkan itu, masih ada banyak kemungkinan...'

"Sudahlah..."

Shinta lalu diam, tak mengatakan apapun. Melihat jalanan yang sedikit ramai karena jam makan siang.

Shinta masih betah terdiam sampai mobil milik Jane berhenti di bandara Changi.

"Aku akan mengantarmu sampai dalam"

"Tak usah..."

"Kau masih sakit... Biarkan supirku yang membawa kopermu"

"Aku bisa .."

"Jangan membantah..."

"Baiklah..."

Shinta dan Jane berjalan beriringan, sedangkan supir Jane ada dibelakang mereka.

"Kamu lebih diam... Apa mau diundur saja?"

"Tak usah... Aku hanya gugup .."

"Tenangkan dirimu..."

Mereka terus saja berjalan ke gate keberangkatan. Sampai didepan gate, Shinta menoleh ke segala arah.

Siapa yang dia tunggu, toh lelaki yang dia cari tak mungkin mencarinya saat istrinya ada dirumah.

"Jane... Kenapa supirmu memakai masker dan topi?"

"Kau lupa, ayahku seorang petinggi dan dia supir pribadinya... Yang pasti dia menjaga kerahasiaan identitas"

"Oh...."

Shinta melihat sekeliling lagi, dan tersenyum.

"Sebentar lagi aku akan naik, jaga dirimu baik-baik ya...."

"Tak ingin kamu pikirkan lagi?"

"Tidak... Aku akan merindukan kalian"

"Baiklah... Jaga dirimu baik-baik.."

Shinta tersenyum dan lekas melangkah menjauh, menghampiri supir yang membantunya membawa koper.

"Terim kasih, sir...."

Shinta juga tersenyum pada supir itu, dan lekas melangkah pergi menuju gate.

Mengikuti prosedur yang berlaku, Shinta sudah tak terlihat.

Sedangkan kedua orang yang mengantarkan Shinta masih tetap berdiri ditempat.

"Tak kamu cegah?"

"Tidak ... Bukankah ini salah satu impiannya"

"Ya... Tapi bukankah, ini sangat menyakitkan?"

"Tentu menyakitkan... Aku mencintainya..."

Lelaki yang mengaku sebagai supir ayah Jane, membuka masker dan kaca matanya. Dan lelaki itu adalah, Xiaokai.

"Kamu sudah memutuskan untuk melepaskan Shinta, kelak serindu apapun jangan menghampirinya..."

"Aku tahu..."

"Sesuai janjimu jangan pernah mencari tahu tentang Shinta, selagi dia tak kembali kemari..."

"Ya..."

"Mobil aku bawa pergi, hubungi saja asistenmu"

Jane melangkah pergi, dan meninggalkan lelaki itu sendiri.

Sedangkan Xiaokai memilih tetap tinggal, gadis itu sudah tak terlihat tapi kelebatan bayangan Shinta masih saja ada.

"Aku berharap banyak padamu, Shinta... Pergilah, kejarlah impianmu... Dan berbahagialah... Kelak jikalau kita bertemu lagi, maka kita memang berjodoh"

Xiaokai berbalik dan pergi.

Ya kemarin, Jane datang ke kantornya dan menceritakan semuanya.

Jane mengatakan kalau  Shinta mengalami depresi. Dan Xiaokai tahu itu.

Dan akhirnya, Xiaokai menyetujui keinginan Shinta.

"Biarkan dia mandiri, Kai... Jangan mencarinya hanya embel-embel kamu cinta dan anak yang kamu sembunyikan... Aku yakin, Shinta akan lebih tenang tanpa kamu usik"

Perkataan Jane masih membekas. Ya, gadis seumuran dengan Shinta itu adalah kerabat dari ibunya.

Dia tak dekat dengan Xiaokai tapi mereka saling kenal. Hanya saja keduanya tak terlalu mau mementingkan hubungan keluarga.

Jane memang benar, dengan membuat Shinta mandiri membuat gadis itu kuat dan tak gampang ditindas.

Dan semoga gadis itu menjadi bunga yang lebih cantik kelak saat mereka bertemu lagi.

*******

Aku Simpanan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang