AS_16

3.1K 131 1
                                    

Dilain tempat, disebuah ruang rawat.
Mata yang sedari beberapa hari yang lalu masih tertutup, sekarang terbuka.

Shinta Mengerjap, dan melihat sekeliling. Ini dirumah sakit.

"Nona... Anda sudah sadar!?"

"Aku..."

Belum sampai Shinta menyelesaikan perkataannya, Shinta tersadar. Perut besarnya hilang.

"Anakku? Dia sudah lahir... Dimana dia"

Bibi Kim terdiam saat akan berbicara. Xiaokai sudah memesannya untuk tak berbicara.

"Jangan katakan apapun tentang anak ini... Aku takut dia bertambah kecewa"

Ya, bukan tanpa sebab Xiaokai mengatakan itu, karena kondisi sang bayi sangat lemah. Dan bisa saja terjadi hal yang tak terduga.

"Nona... Nona yang sabar ya!?"

"Maksud bibi!? Anakku sudah tidak ada!?"

"Nona ...."

Shinta terdiam. Wanita yang sedang berbaring itu seakan-akan segera meledak tapi sebisa mungkin dia memilih bertahan.

"Bibi, bisakah aku menghubungi teman-temanku... Aku ingin ada teman disini"

"Tentu...."

Bibi Kim segera merogoh ponselnya dan menghubungi Jane teman Shinta.

"Saya sudah menghubungi mereka nona.. dalam 30, menit mereka akan datang"

"Baiklah..."

Dan ya, seakan-akan menangis sangat tak berguna. Dia hanya ingin anaknya tetap ada disini.

30 menit lebih menunggu, Shinta akhirnya bertemu dengan ketiga temannya itu.

Jane, Lala, dan Laura sudah diambang pintu dan segera menghambur dipelukan Shinta.

"Ya ampun.. beberapa waktu tak bertemu denganmu sangat rindu"

"Aku juga..."

"Kamu jahat"

Ketiga gadis ini sangat suka mengoceh dan itu membuat mood Shinta membaik.

"Bibi bisa biarkan kami sendiri..."

"Baik nona"

Bibi Kim segera keluar dan membiarkan nonanya menghibur diri.

"Bagaimana keadaanmu?"

"Aku kehilangan bayiku"

"Ya Tuhan... Ini sangat mengerikan"

"Lalu setelah ini bagaimana?"

Mood mereka untuk bercanda sudah hilang, mereka hanya bisa membicarakan kedepannya.

"Aku akan pergi, kontrakku juga sudah habis"

"Pergi kemana? Indonesia bukan negara tujuan yang baik untuk menjauh"

Lala tahu arah pembicaraan mereka, pergi bukan dalam arti hanya keluar rumah tapi pergi menjauh sejauh jauhnya.

"Entah..."

"Apa kamu bisa bangkit lagi nanti?"

"Aku pasti bangkit"

"Kalau bagitu kenapa tak ke Belanda? Negara impianmu?"

"Belanda? Aku ingin..."

"Kalau begitu aku akan membantumu"

Jane sangat peduli dengan Shinta, karena Shinta sangat baik pada Jane.

"Kau akan berurusan dengan Xiaokai"

"Dia juga tak akan membunuhku..."

"Jane..."

"Jane benar... Dia akan membantumu... Kami sayang denganmu..."

"Terima kasih ..."

"Pulihkan badanmu... Dua hari lagi aku akan kemari lagi"

"Baiklah..."

"Kami akan pergi dulu... Dan Shinta selamat atas kelulusanmu"

"Terima kasih"

Keempat gadis itu saling berpelukan, dan membiarkan shinta istirahat.

"Nikmati waktumu selama masih disini"

"Ya..."

Shinta tersenyum dan melambaikan tangannya pada ketiga gadis itu.

Dan tak berapa lama, Xiaokai datang sambil membawa paper bag.

"Shinta..."

"Kai..."

"Bagaimana keadaanmu?"

"Aku sudah membaik..."

"Sayang... Maaf..."

"Aku tahu... Tak apa.. memang bukan takdir kita..."

"Kita akan memilikinya suatu hari nanti_

"Mungkin..."

"Aku tadi membawakanmu puding dan juga ayam panggang kesukaanmu"

"Benarkah?"

"Ya... Mau aku suapi?"

"Ya aku mau..."

Dengan senang hati Kai menyuapi Shinta. Dan Shinta juga senang menerima suapan itu.

Tapi pikiran Kai berkecamuk. Perkataan 'mungkin' dari Shinta tadi menggambarkan seolah-olah Shinta tak mau lagi mengandung anak mereka lagi.

Kai nampak gelisah. 

"Teman-temanmu tadi kemari?"

"Ya..."

"Cepatlah pulih, dan bermainlah lagi dengan mereka, mereka pasti senang"

"Aku tak akan bermain?"

"Kenapa? Mau melanjutkan S2?"

"Entah... Tak ada tenaga lagi mungkin untuk bersama-sama lagi"

Kai merasa sakit saat mendengar perkataan Shinta. Seakan-akan dia akan menjauh dan tak akan bertemu kembali.

"Kau harus punya tenaga..."

"Ya..."

Shinta tersenyum, dan memegang tangan Kai.

"Terima kasih sudah mau merawatku"

"Tak usah berterima kasih... Aku akan selalu merawatmu dan membuatmu bahagia"

Mendengar perkataan Kai, Shinta tiba tiba menangis tersedu-sedu. Ini benar-benar sulit.

"Sayang .. kenapa menangis... Jangan menangis aku disini"

"Kamu tak akan selalu ada untukku"

"Aku ada... Aku akan selalu menghapus air matamu dan membuatmu tersenyum..."

"Terima kasih, terima kasih..."

Mereka saling berpelukan dan membuat Kai semakin sakit. Seakan-akan ini pelukan terakhir mereka.

"Jane nanti akan datang kerumah, dia akan mengambil beberapa berkas kampus"

"Iya .. biarkan mereka datang"

"Iya..."

Sebenarnya Jane akan mengambil berkas penting Shinta untuk keperluan imigrasi

Ya, anak petinggi itu sangat bisa diandalkan kalau soal ini. Dia akan banyak ide.

Dan untung, semua berkasnya menjadi satu didalam laci belajarnya termasuk buku tabungan dan debit card miliknya.

Jane hanya perlu mengambilnya dengan dalih keperluan kampus.

"3 sampai 4 hari lagi kamu akan keluar, mau jalan-jalan?"

"Tidak... Sekarang saja, mengelilingi rumah sakit"

"Baiklah, akan aku ambilkan kursi roda .."

"Terima kasih...."

"Everything for you, darl..."

*****

Aku Simpanan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang