3. KENYATAAN PAHIT

65 29 11
                                    

3. KENYATAAN PAHIT

****

RUMAH INI TELAH DISITA.

"A-apa?"

Rachel terdiam beberapa detik memandang tulisan tersebut. Perempuan itu langsung lemas, tidak sadar paperbag ditangannya sudah jatuh dilantai marmer. Antara percaya tidak percaya. Bahkan pikiran buruk mulai membayangi. Lantas Rachel masuk ke dalam rumah dengan perasaan tak menentu. Disana ia menemukan lelaki paru baya berjas kemeja kerja sedang duduk merenung dengan jemari tertaut didepan dahi.

Semoga keadaan baik-baik saja.

"P-papa," panggil Rachel. Suaranya gemetar.

Arson—lelaki tersebut mengangkat kepala. Mengusap jejak air mata di pipi begitu suara Rachel menusuk indera pendengaran. Rachel berjalan pelan kearah Arson dengan sorot mata kosong. Seolah dunia telah berhenti untuk keluarga mereka.

Rachel masih belum mengerti. Apa yang terjadi?

"Papa ini ada apa? Semua baik-baik ajakan Pa?" Sebenarnya Rachel enggan bertanya karena takut spekulasi itu tepat.

Arson bergeming. Memejamkan mata juga menutup mulut rapat-rapat membuat Rachel terus memperhatikan sembari menunggu jawaban pasti. Bukan tidak mau menjawab. Arson takut bila putri pertamanya ini tidak akan sanggup menerima kenyataan pahit yang menimpa mereka sekarang.

"Hel...," Arson diam.

"Kenapa ada tulisan begitu didepan Pa?!!"

Rachel menuntut padanya. "Pa jawab Rachel Pa?!!"

"Perusahaan bangkrut," jawab Arson.

Kening Rachel mengernyit tidak paham. "Bangkrut?"

Rachel tersenyum pedih. "Bohong?!Papa bohong kan sama Rachel?!"

"Papa nggak bohong, sayang. Ini nyata. Perusahaan Papa jatuh bangkrut dan kita bakal angkat kaki dari sini," Arson memperjelas.

Mendadak jantung Rachel sesak luar biasa. Hatinya merasa diremuk jadi berkeping-keping, yang tadi berbunga bak taman dalam sekejap berubah jadi kelabu. Perempuan itu menggeleng dengan pandangan nanar hanya mendengarnya. Enggak mungkin. Mimpi? Iya ini mimpi.

"Rachel gak mau pindah dari sini! GAK MAU! Rumah ini udah nemenin Rachel dari kecil Pa!"

"Semua udah disita bank termasuk mobil kamu," ujar Arson agar Rachel paham. "Kita enggak punya apa-apa lagi sayang."

"Enggak punya gimana?! Aset-aset berharga Papa, aset tanah, tabungan Papa?" sungut Rachel, cepat. "Kita bisa ubah semua Pa. Rachel nggak mau pindah dari sini!"

"Semua udah habis untuk bayar ganti rugi Hel," Arson menjawab.

Rachel putus asa.

"Jadi sekarang kita jatuh miskin?"  Mendengar pertanyaan bernada lirih itu dengan berat hati Arson mengiyakan bahwa mereka jatuh miskin.

Shock. Bisa bayangkan betapa hancurnya perempuan itu ketika semua berbalik. Kaya jadi miskin. Dia tidak bisa lagi menikmati segalanya. Hidup mewah, foya-foya bareng temen, makan enak, belanja barang mahal. Sanggupkah batin Rachel menerima dalam waktu mendatang? Entahlah Rachel ingin mati saja.

"Maafin Papa Hel," ucap Arson.

"Mama mana Pa?" tanya Rachel pada Arson dengan sendu.

Sejak diruang tengah yang diselimuti suasana sedih, Rachel tidak melihat figur Mamanya untuk sekedar memberi kekuatan disamping Papa. Kemana Mama? Rachel ingin memeluknya agar rasa sakit ini mereda walaupun Mama juga merasakan hal sama. Rachel mengedarkan pandangan kanan kiri mencari sosok perempuan yang telah melahirkannya itu. Namun tidak kunjung ada, mengundang sesak campur pedih direlung hati Arson dan segera berdiri memeluk Rachel tiba-tiba.

SELEBGRAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang