7. SMA JAYA BIRU

48 22 1
                                    

7. SMA JAYA BIRU

****

Ini hari pertama Rachel masuk sebagai murid baru setelah mengurus surat pindah juga keperluan lain. Perempuan dengan masker sensi duckbill putih itu memutar bola mata, malas. Dari balik kaca jendela taksi dia membaca tulisan besar diatas gerbang sekolah.

'SMA JAYA BIRU'

Dirumah, Arson menyarankan Rachel naik angkot sebab ongkosnya lebih murah daripada taksi. Apa mau dibilang, walaupun jatuh miskin sifat perempuan itu terbilang masih sama. Angkuh, sombong dan juga pemilih. Rachel mengabaikannya. Tetap memilih taksi dengan alasan konyol. Image.

Rachel membayar ongkos sebesar 50 ribu menggunakan uang hasil endorse. Jika Rachel tidak pandai memanage uang, selalu berfoya-foya untuk hal tidak berguna, bisa jadi uangnya habis dalam waktu sekejap. Begitu turun, mobil warna biru tersebut melaju.

Kaki Rachel berjalan masuk kedalam area sekolah. Mata cokelatnya menyapu lingkungan yang sama sekali tidak menarik.

"Astaga ini sekolah apa sih gak jelas banget isinya?! Gak terkenal pulak!" Rachel memandang sekitar. 180 derajat jauh beda sama sekolahnya dulu yang super elit.

"Mana siswanya maruk lagi! Kayak gak pernah liat orang aja, heran gue!!"

Semua siswa yang berada disekitar memperhatikannya, intens. Dari ujung kaki hingga kepala. Membuat Rachel menaikan satu alis tanda bahwa dia tidak suka—risih. Rachel ingin melabraknya namun ingat statusnya. Lalu mendadak seseorang menubruknya dari belakang membuat perempuan itu tersungkur, menggeram dalam hati.

"Sorry, sorry, sumpah gak sengaja. Sini aku bantu," Tangannya hendak membantu Rachel berdiri tetapi Rachel langsung menghempaskan.

"Don't touch me!" Rachel membentak.

Perempuan itu terdiam.

Gatau bahasa inggris nih, dalam hati Rachel.

Sebelum disentuh kembali, mata Rachel menyorot sengit. "Gue bilang jangan sentuh gue! Paham gak sih lo?!"

"Sakit tau lutut gue! Makanya kalo jalan hati-hati dong, liat pake mata bukan dengkul!" Rachel berdiri sendiri. Membersihkan roknya yang tertempel pasir kecil. Meninggalkan perempuan itu yang menatapnya, aneh.

"Papa tuh bisa nggak sih cariin aku sekolah yang elitan dikit kek! Mana orangnya pada annoying! Nyesel banget gue pindah kesini!" Mulutnya tiada henti mengoceh sambil berjalan di lorong sekolah dengan perasaan kesal.

Baru hari pertama, bagaimana besok? Atau besok lagi? Dan seterusnya.

"Ini dimana lagi ruang guru? Dari tadi gak nemu!" Kepalanya memutar kiri kanan.

Sepanjang lorong Rachel tak kunjung menemukannya. Berakhirlah ia duduk di bangku panjang depan perpustakaan berpapasan dengan itu seorang perempuan keluar dari sana sembari membawa beberapa tumpuk buku paket dikedua tangannya.

Perempuan itu tersenyum. Mengambil duduk disamping Rachel, memakai sepatu. "Lho adek kok gak masuk kelas?"

Adek? Dikira gue kelas sepuluh apa?! batinnya gedeg.

Lantaran tak terima, Rachel membuka maskernya dan menjawab dengan songong, "Gue anak baru. Lo tau dimana ruang guru? Soalnya, gue dari tadi muter-muter gak nemu."

Perempuan itu mematung ditempat. Matanya tidak berkedip. Membuat Rachel keheranan lantas ia lambaikan tangan didepan wajah cewek itu. "Hello, are you oke?"

Perempuan itu terhipnotis sejenak. Begitu sadar, ia menutup mulutnya. Terkejut batin. Wajah Rachel sangat familiar diingatannya. Seolah pernah melihat tapi lupa dimana.

SELEBGRAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang