49

20.4K 2.1K 373
                                    

Lisa menatap sendu pada Jennie, ia dapat melihat dengan jelas betapa banyaknya ketakutan juga keraguan dari sorot mata itu. Sangat yakin ia katakan jika wanita yang ada didepannya ini tengah berbicara dalam tekanan yang cukup besar.

"Kau yakin tidak ingin memiliki anak bersamaku?" tanya Lisa meyakinkan sekali lagi namun Jennie diam membisu dengan kepala tertunduk.

Tangan Lisa meraih Jennie, membawa wanita itu kedalam dekapannya. Beberapa kali Lisa mengusap kepala hingga punggung Jennie, dan beberapa kali pula ia menepuk pelan punggung Jennie memberikan rasa aman dan nyaman untuk istrinya.

Jennie memejamkan matanya, menikmati setiap perlakuan Lisa yang begitu lembut hingga membuat hatinya melemah. Namun rasa sesak di dadanya semakin membuncah. Ia turut membalas pelukan Lisa dan semakin menenggelamkan wajahnya pada leher Lisa, sembari mengontrol dirinya yang ingin sekali menangis keras.

Kehangatan itu terjadi selama beberapa saat. "Lisa" panggil Jennie lemah.

Lisa melepaskan pelukannya, membenarkan tatanan rambut Jennie yang sedikit kusut. Pandangannya tak lepas dari raut wajah Jennie yang pias serta matanya yang berkaca-kaca.

"Kondisiku saat ini tidak akan baik untuk mengasuh bayi. Aku takut semakin tertekan lalu anak kita yang akan menerima akibat buruknya" jelas Jennie.

Lisa tersenyum kecil kemudian meraih tangan Jennie yang terasa dingin. Beberapa kali ia meniupnya sampai rasa hangat mulai menjalar.

"Jangan memikirkan tentang anak terlebih dahulu sayang. Saat ini, kita hanya harus fokus pada kesembuhanmu" ujar Lisa lembut.

"Tapi aku tau kau menginginkannya dan keluargamu juga membutuhkan keturunan untuk menjadi pewaris" sanggah Jennie.

Jennie juga tak salah jika berpikiran begitu mengingat Lisa adalah anak tunggal dari pasangan suami istri tersebut. Lisa tersenyum simpul, tak membenarkan pun menyalahkan pikirannya.

"Dan kau juga menginginkannya, bukan" ujar Lisa membuat Jennie segera terdiam.

Lisa mengusap pelan punggung tangan Jennie yang masih berada digenggamannya. Menatap dalam pada istrinya yang tengah dilanda gundah dihati.

"Kau sangat menyukai anak-anak, aku tau itu. Mustahil rasanya jika sekarang kau mengatakan tak ingin memilikinya" jelas Lisa.

"Jangan memikirkan masalah itu dulu, fokus saja pada kesembuhanmu juga hubungan kita kedepannya. Kurasa masih banyak hal yang harus kita lakukan berdua sebelum nantinya fokus pada anak-anak" ujar Lisa.

Satu-satunya cara yang harus Lisa lakukan saat ini hanyalah meyakinkan Jennie, membuatnya tak mengkhawatirkan hal-hal yang dapat mengganggu pikiran juga kenyamanannya. Disituasi seperti ini, Lisa hanya perlu mengalah dan mengesampingkan egonya. Toh, ia juga belum terlalu memikirkan tentang memiliki anak.

Perkenalan mereka cukup singkat dan jalan tak selalu mulus. Kemudian dihadapkan dengan banyaknya masalah yang menerpa seusai pernikahan ini, tentu sedikit banyaknya memberikan pertimbangan bagi Lisa.

Terlebih Jennie menerima begitu banyak beban di dirinya. Lisa tak akan setega itu untuk memberikan lebih banyak lagi beban pada istrinya. Jalan mereka masih sangat panjang untuk menikmati semua kebahagiaan yang pantas didapat.

"Kau yakin bisa bersabar selama itu? Bahkan aku sendiri tak mengetahui waktu  pasti dari kesembuhanku" tanya Jennie.

Lisa mencondongkan tubuhnya mendekat pada Jennie. "Aku bahkan bisa menunggu untuk mengambil hatimu berkat kata 'sabar' itu" bisik Lisa lalu ia terkekeh pelan sembari menjauhkan tubuhnya kembali. Jennie turut tertawa, ia memukul pelan lengan Lisa.

Entangled with The SupermodelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang