35

31.3K 3K 383
                                    

Jennie masih terduduk lesu di depan meja riasnya. Sudah 20 menit berlalu sejak kepergian Lisa dan ia sama sekali tak memiliki keinginan untuk beranjak. Jennie mengangkat kepalanya, menatap dirinya sendiri melalui cermin. Menghela napasnya kasar lalu kembali menundukkan kepalanya.

Siang ini ia memiliki janji temu dengan salah satu dokter untuk checkup. Untuk mengetahui kondisi kakinya terkini pasca seminggu yang lalu mengalami cedera.

Hal yang membuat semangat Jennie hilang dipagi ini adalah ketidakmauan Lisa untuk menemaninya pergi checkup. Padahal ia sangat mengharapkan alasan ini untuk dapat memperbaiki hubungannya dan Lisa. Namun sayangnya, semua harapan yang ia bangun sejak membuka matanya di pagi hari sirna begitu saja.

Empat hari sudah Jennie bertahan, diabaikan dan tak dianggap oleh Lisa. Selama empat hari itu juga Jennie menguatkan hatinya ketika mendapatkan perlakuan yang berbeda dari Lisa. Tak ada lagi sikap manis yang Lisa tunjukkan selama itu. Bahkan Jennie harus bersusah payah membuat dirinya tidur dengan nyaman karena tak ada pelukan seperti yang biasa Lisa berikan padanya.

Jennie beranjak dari duduknya menuju nakas lalu mengambil ponselnya. Ia telah memutuskan untuk meminta seseorang menemaninya.

"Halo. Apa kau sedang sibuk?"tanya Jennie tanpa berbasa-basi terlebih dulu.

"........"

"Apa kau bisa menemaniku pergi checkup?"tanyanya sekali lagi.

"........"

"Baiklah, kalau begitu jemput aku di rumah Lisa. Kutunggu"ujar Jennie dan segera mematikan panggilan telepon. Jennie bergegas bersiap.

Jennie keluar dari rumah setelah diberondong dengan bunyi klakson yang memekakkan telinga. Ia berjalan pelan menuju sebuah mobil yang telah terparkir tepat di depan rumah tersebut.

"Tidak mengerti kata sabar, Rosie?"ujar Jennie saat ia telah duduk rapih di dalam mobil. Ia menatap tajam pada seseorang yang duduk dengan wajah kesal di sampingnya.

"Aku sudah menunggumu lama, kau tau itu?"ujar Rose kesal.

"Dan kau tidak lihat jika kakiku ini sedang sakit"balas Jennie tak kalah kesal sembari menunjuk kakinya yang sakit.

Kedua bola mata Rose bergerak liar, melirik Jennie dari atas hingga bawah. Jennie yang merasa di perhatikan pun menatap bingung atas perbuatan sahabatnya itu.

"Wae?"tanyanya tak suka dengan cara Rose memandang dirinya.

"Kupikir kau membutuhkan waktu yang lama untuk berdandan. Ternyata hanya segini saja"ujar Rose dengan satu alis terangkat tinggi seolah meremehkan.

Jennie pun turut memperhatikan penampilannya saat ini. Ia menggunakan sebuah mini dress dengan potongan dada yang rendah. Dipadukan dengan tas serta sandal berwarna putih berlogo 'chanel'. Makeup yang ia gunakan pun hanya makeup tipis yang cocok untuk kegiatan sehari-hari.

Jennie mengerutkan keningnya saat ia rasa tak menemukan kesalahan pada penampilannya itu. Bahkan ia menganggap tampilannya ini adalah sebuah gaya yang manis.

"Apa maksudmu?"tanya Jennie tajam.

Rose mengibaskan sebelah tangannya. "Lupakan saja"ujarnya lalu mulai menjalankan mobilnya.

Seketika ia seperti mampu membaca isi pikiran Rose dan itu membuatnya berdecak sebal. "Kau sedang mengejek outfit ku atau makeup ku. Katakan"ujar Jennie.

Rose hanya diam seakan tak ingin lagi membahas hal tersebut. Karena menurutnya percuma saja, mungkin Jennie tak akan mengerti dengan sindiran yang ia berikan.

Entangled with The SupermodelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang