52

14.2K 1.8K 176
                                    

Jennie masih terduduk diranjang dengan bersandar pada kepala ranjang, juga selimut yang menutupi tubuhnya setinggi dada. Ia hanya diam sembari memperhatikan Lisa yang tengah memberikan riasan tipis di wajahnya.

"Kau akan menemui Jin oppa?" tanyanya kemudian.

Lisa memalingkan wajahnya dari cermin. "Dia bukan oppa-mu" ujarnya tak suka.

"kau akan menemuinya?" tanya Jennie membenarkan kalimatnya.

Lisa membalik tubuhnya setelah selesai, lalu mendekati Jennie yang masih bersandar di ranjangnya. Ia mengangguk seraya tersenyum kecil.

"Aku harus tau apa yang ia inginkan dariku kali ini" ujar Lisa, tangannya merapikan anak rambut Jennie.

Jennie mengambil tangan Lisa dan membawa tangan itu keatas pangkuannya untuk ia genggam. Sesekali, Jennie memberikan usapan kecil di punggung tangan Lisa. Tatapannya menyorot dalam pada manik hazel milik istrinya.

"Kau belum bisa memaafkannya?" tanya Jennie lembut.

"Aku sudah memaafkannya. Sama sepertimu yang sudah mengikhlaskannya" jawab Lisa lugas.

"Tapi hukumannya tetap harus berjalan. Ia harus mempertanggung jawabkan akibat dari perbuatannya" ujar Lisa.

"Dan mendapatkan sedikit hukuman dariku" batin Lisa.

Jennie mengangguk.

"Aku mengerti" ujarnya.

"Tapi kumohon jangan ada dendam, sayang. Aku tak ingin kau hidup dengan hati yang penuh dengan dendam dan kebencian. Hidupmu terlalu berharga untuk itu" mohonnya.

Lisa tak berpaling. Ia terus menatap teduhnya sorot mata Jennie.

"Aku mencintaimu Jennie. Wanita hebat dengan hati yang begitu luas" pujinya tulus.

Jennie terkekeh.

"Kenapa tertawa? Aku memujimu dengan sungguh" ujar Lisa kesal.

Jennie semakin tertawa, sementara raut wajah Lisa berubah cemberut. Begitu sadar dengan perubahan Lisa, Jennie segera menghentikan tawanya. Ia juga menjulurkan tangannya untuk membelai wajah istrinya.

"Terimakasih untuk pujiannya" ujar Jennie dengan ketulusan.

Tak berhenti sampai disitu, Jennie memajukan tubuhnya dan memberikan sebuah kecupan lembut di sudut bibir Lisa.

"Dan terimakasih untuk cintamu yang begitu luas" ujarnya yang berhasil membuat kemerahan di pipi Lisa muncul secara alami.

***

Wanita itu duduk dengan tenang, walau matanya terus berkeliaran melihat sekelilingnya. Sesekali matanya melirik pada jam kecil di tangan kirinya. Jarum jam tersebut terus berputar, sementara ia masih harus menunggu kehadiran seseorang yang menanti kedatangannya disini.

Tak lama, muncul seorang pria dari ruang seberang sana. Rambutnya terlihat berantakan tak terawat, wajahnya pun tampak pucat dan pakaiannya terlihat lusuh dan kotor. Ia memandang Lisa cukup lama sebelum akhirnya duduk di hadapan Lisa.

"Aku sudah meminta cukup lama" ujar pria itu membuka pembicaraan. Suaranya terdengar parau.

Dari jarak yang dekat ini, Lisa bisa melihat mata sembab pria itu. Ada beberapa lebam kebiruan juga di sekitar tulang pipinya. Cukup mengenaskan. Entah apa yang terjadi di dalam sana.

"Aku baru memiliki waktu" jawab Lisa seadanya.

Pria itu terkekeh dengan kepala tertunduk dan jemarinya yang terus memilin satu sama lain. Beberapa bulir keringat mulai berjatuhan di pelipisnya.

Entangled with The SupermodelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang