Story 9

0 0 0
                                    

Ketika Andriyan selesai latihan basket, Sindi menghampiri Andriyan dan membawakannya sebuah es batu, untuk menghilangkan rasa sakit yang ada di punggungnya Andriyan, "Ini es batu buat menghilangkan rasa sakit yang ada di punggung kakak, akibat dari tumpukan buku yang jatuh mengenai punggung kakak. Oh iya, sekali lagi aku mengucapkan terima kasih banyak, karena kakak sudah mau menolong aku." Sindi pun pergi meninggalkan Andriyan.
Malam pun tiba, Sindi yang merasa kesepian karena orang tuanya belum juga pulang, akhirnya memutuskan untuk menginap di rumah Salsa. Sindi yang merasa senang dengan kehadiran cinta yang ada dihatinya memilih untuk mencurahkan isi hatinya kepada Salsa. Salsa pun memberikan Sindi sebuah pendapat, bahwa sebaiknya Sindi mengungkapkan isi hatinya itu langsung kepada Andriyan. Tetapi Sindi menolak pendapat dari Salsa, karena dia terlalu gengsi untuk mengungkapkan isi hatinya itu kepada Andriyan, sebab dia itu cewek bukan cowok, jadi harus bisa jual mahal. Ketika mereka asyik mengobrol tentang rasa cinta Sindi ke Andriyan, tiba-tiba handphonenya Sindi berbunyi. Orang yang menelepon Sindi adalah bundanya. Bundanya menyuruh Sindi untuk pulang sekarang, karena kedua orangnya sudah sampai dirumah. Sindi pun berpamitan kepada Salsa dan meminta maaf kalau dia gak bisa menginap dirumahnya.

Sesampainya dirumah, Sindi memeluk kedua orang tuanya, karena dia merasa senang dengan kedatangan kedua orang tuanya. Tiba-tiba kedua orang tua Sindi menyuruh Sindi untuk tinggal dan kuliah di Amerika setelah Sindi lulus SMA. Bukan kebahagiaan yang terpancar diraut wajah Sindi, justru kesedihan yang terpancar diraut wajahnya, karena Sindi harus meninggalkan ketiga sahabatnya, yaitu Salsa, Bisma, dan Rangga. Dan lebih parahnya lagi dia harus meninggalkan orang yang dia cinta, yaitu Andriyan.

Keesokan harinya, Salsa, Bisma dan Rangga merasa aneh dengan raut wajah Sindi yang terpancar kesedihan.
"Sin... Kamu kenapa?" tanya Rangga dengan penuh heran, karena gak biasanya Sindi seperti ini.
"Gak apa-apa. Aku lapar, kita ke kantin yuk?" jawab Sindi dengan senyuman yang terpaksa diwajahnya.

Dikantin, Andriyan merasa ada yang aneh dengan sikap Sindi itu. Makanan yang seharusnya di makan oleh Sindi justru malah di diamkan begitu saja. Ketika Rangga mau menyuapi Sindi, Sindi memilih untuk pergi dan menyuruh temannya untuk tidak mengikutinya. Karena merasa khawatir dengan sikap Sindi, Andriyan diam-diam mengikuti Sindi dari belakang.
Ketika Sindi sedang berada di lapangan basket, dia mendengar langkah kaki menuju kearahnya. Dia sangka langkah kaki itu berasal dari teman-temannya, tetapi justru berasal dari orang yang dia cinta.
"Saya tahu kamu belum sarapan. Makanya saya bawakan kamu makanan. Tolong di makan ya?" kata Andriyan. Andriyan pun pergi meninggalkan Sindi.

Ketika Sindi masuk ke dalam kelas, semua sahabatnya termasuk Rangga merasa ada yang aneh dengan Sindi, karena raut wajah Sindi yang berubah-ubah. Tadi wajah Sindi terlihat sedih dan sekarang justru terlihat lebih bahagia dari yang sebelumnya. Sindi hanya mau curhat kepada Salsa saja, sedangkan Rangga dan Bisma tidak boleh tahu tentang perasaannya.

Bel istirahat pun berbunyi, ketika Salsa, Bisma dan Rangga mengajak Sindi ke kantin, Sindi lebih memilih untuk menemui Andriyan di lapangan basket. Tetapi Sindi tidak bilang ke sahabatnya kalau dia mau menemui Andriyan, sebab kalau sahabatnya tahu pasti Rangga marah ke Andriyan, karena ada rasa cemburu yang ada dihati Rangga.
"Ini minuman buat kakak," kata Sindi. Sindi memberikan Andriyan sebuah minuman. Sindi pergi meninggalkan Andriyan, setelah dia selesai memberikan minuman itu kepada Andriyan.
"Terima kasih buat minumannya," kata Andriyan kepada Sindi. Terhentilah langkah Sindi ketika dia mendengar kata terima kasih yang terucap dari bibir manis Andriyan. Pipi Sindi yang awalnya putih seputih salju, kini berubah menjadi merah merona seperti buah strowberri yang sudah siap untuk dipanen. Ketika Sindi membalikan badan dan membalas ucapan Andriyan, Andriyan sudah pergi untuk kembali bermain basket.
"Sa.. Kebiasaan banget, suka pergi tanpa pamit," kata Sindi. Sindi memanyunkan bibir karena bete dengan sikap Andriyan.

Ketika pelajaran di mulai, Sindi mulai senyum-senyum sendiri dan tidak memperhatikan apa yang sedang diajarkan oleh pak Jono. Pak Jono yang dari tadi memperhatikan sikap Sindi, membuat pak Jono mulai kesal dengan Sindi.
"Sindi!!" kata pak Jono.
"Iya kak Andriyan," kata Sindi. Sindi sedang membayangkan pak Jono sebagai Andriyan.
Setelah mendengar perkataan Sindi yang menganggap pak Jono adalah Andriyan, semua anak murid kaget dan pak Jono mulai kesal terhadap Sindi. Salsa mulai menyadarkan Sindi, kalau yang panggil nama dia adalah pak Jono, bukan Andriyan. Sindi terkejut, setelah dia tahu bahwa orang yang memanggil dirinya adalah guru yang terkenal paling galak disekolah yaitu pak Jono, bukan orang yang dia cinta. Pak Jono pun menghukum Sindi atas kesalahan yang dia perbuat.

Ketika Sindi selesai menjalankan hukumannya, untuk membersihkan toilet, tiba-tiba pintu toilet terkunci dari luar dan handphonenya Sindi juga berada didalam kelas, sehingga Sindi sulit untuk minta bantuan kepada temannya. Akhirnya Sindi memutuskan untuk berteriak meminta tolong, tetapi tak ada satu pun orang yang mendengar teriakannya. Pada akhirnya bel pulang pun berbunyi, tetapi tak ada seorang pun yang datang untuk menolong dia, termasuk teman-temannya. Tidak lama kemudian, terdengar langkah kaki, dan Sindi pun berteriak sekuat tenaganya supaya orang tersebut bisa mendengar suaranya. Sindi berharap orang tersebut bisa menolongnya. .
"Siapa pun yang ada di luar, tolong aku!!" kata Sindi.
"Sindi? Itu kamu kan?" tanya Andriyan. Ternyata suara cool itu berasal dari bibirnya Andriyan.
"Iya kak, aku Sindi. Kakak, kak Andriyan kan. Tolong aku, kak. Aku takut disini," kata Sindi dengan ekspresi yang merasa ketakutan.
Andriyan pun menyuruh Sindi untuk menjauh dari pintu, karena Andriyan akan mendobrak pintu tersebut. Setelah pintunya berhasil didobrak, Sindi memeluk erat tubuh Andriyan, sebab rasa takut yang dia rasakan dan Andriyan pun juga memeluk Sindi dengan erat. Tiba-tiba datanglah Salsa dan Bisma dengan senyuman yang ada diwajahnya, karena mereka merasa senang dengan kedekatan Andriyan dan Sindi yang bikin mereka jadi iri.
"Bisma... Kalau kita melihat mereka berdua berpelukan seperti itu, rasanya aku seperti nonton drama Korea. So sweat banget," kata Salsa sambil menggoda Sindi dan Andriyan. Sindi dan Andriyan melepas pelukannya itu, ketika Salsa berbicara seperti itu. Karena Andriyan takut salah tingkah didepan Sindi dan kedua temannya, akhirnya Andriyan memutuskan untuk pergi meninggalkan Sindi.
"Sindi, saya pergi dulu ya," kata Andriyan kepada Sindi.
"Iya kak. Hati-hati di jalan ya. Dan terima kasih sudah mau menolong aku," jawab Sindi sambil tersenyum.
"Akibat kalian datang sih, jadinya kak Andriyan pergi deh," kata Sindi. Sindi merasa bete, sebab Andriyan sudah pergi meninggalkan dirinya.

Bersambung...

Cinta dibalik SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang