5. Call Me, Tama

1.6K 306 45
                                    

Ide ini lancar banget, ya ampun....
Gimana nasib Steve sama Kalisha 🤣

_________

Untuk mendukung pencahayaan, ruang tunggu itu memiliki jendela kaca yang letaknya lebih tinggi. Sehingga tetap menjaga privasi para artis. Sinar matahari membuat ruangan itu dipenuhi cahaya kuning yang cerah. Pria tersebut bermandikan cahaya matahari, tapi seluruh eksistensinya dikelilingi embun pagi beku. Sikapnya yang dingin dan tenang membuat siapa saja bergidik, termasuk aku.

Pria dengan bahu lebar yang mengenakan setelah navy itu memiliki fitur wajah dan postur tubuh seperti dewa. Setelannya yang mahal memeluk dirinya erat seolah dijahit khusus untuknya. Dia mirip dewa yunani kuno yang klasik tapi begitu menarik tak tertandingi. Tampan bukan lagi frasa yang cocok menggambarkan dirinya, pria itu terlalu sempurna. 

Aku tidak sempat berkedip saat wajah itu makin mendekat padaku, tidak sadar aku menggigit bibir sendiri serta merasakan paru-paru berhenti bernafas. Sesaat jadi ingat, aku telah melakukan hal bodoh karena sudah terintimidasi, apalagi matanya yang sedalam lautan menatap intens padaku.

"Sepertinya ini rejekimu, Nin. Dia bos agensiku. Ayo sapa dia dan ambil kesempatanmu." Tante Mariana menyenggol lenganku lalu maju tiga langkah untuk menyambut pria itu.

"Pemilik Gunadigital sedang sidak atau kunjungan biasa ini?" Tante Mariana mengulurkan tangannya yang diterima oleh pria itu dengan jabat tangan formal.

Tidak ada senyum sama sekali padahal Tante Mariana bersikap sangat ramah. Namun ketika tangannya yang besar dia pindahkan ke arahku, senyumnya terbit walau irit. Bukankah seharusnya aku merasa tersanjung? Nyatanya sejak aku beberapa detik lalu, aku tak.lagi mengaguminya. Malah memaki diam-diam saat menyambut jabatannya.

Mengapa dia? Apa takdir sebercanda ini denganku?

"Kamu seharusnya tahu aku, Ninda Bestari"

Oh ya? Tapi kenapa dalam ingatan Ninda, tidak ada sama sekali sosoknya? Aneh.

"H-halo, Pak Ta~" mataku jatuh pada tanganku yang diremas lebih keras, maka jangan heran aku jadi gagap. Saat mataku kembali pada wajahnya, bibirnya makin melengkung

"Call me, Tama."

Suara basnya yang dalam menumbuhkan perasaan terancam yang tidak bisa ku hindari. Entah kekuatan macam apa yang dimiliki pria dengan aura agung dan berkuasa ini. Sungguh, dia adalah jenis pria yang harus dijauhi.

"Hm?" Pria itu berdeham meminta persetujuan.

Aku mengangguk ragu, menarik tanganku agar dilepaskan. Mataku membola ketika dia menahan telapakku. Segera lengkung di bibirnya menjadi seringai yang mengerikan. Siall, dia kenapa?

"Y-ya, Tama." Ku hela nafas hati-hati, takut dia tahu kegugupan yang aku alami.

"Good girl."

Lagi paru-paruku berkhianat, ia berhenti bekerja demi merasai gerakan tak terduga Tamawijaya yang menyentuh poniku dengan ujung telunjuknya. Bahkan telingaku mendengar, suara-suara terperangah di sekitar akibat tindakan gegabahnya ini.

Setelah itu dia berlalu diikuti gerombolannya menuju ruang lain, aku masih mematung.

Seperti tak memberi kesempatan mencerna apapun yang menimpaku baru saja, Tante Mariana mengguncang tubuhku. "Apa hubunganmu dengan Tamawijaya, Ninda?"

"Tan, apa aku mengenalnya?" Aku bingung juga, tentu saja.

Bukan jawaban melainkan, tawa Mariana Paulin yang mirip lonceng gereja terdengar. "Kamu pasti sudah sangat menarik perhatian Tamawijaya. Tidak apa-apa, harusnya kamu senang."

Tunangan Misterius PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang