8. From Enemy To Be Lovely

1.3K 276 34
                                    

Seminggu ini aku sudah mulai terbiasa dengan identitas baru ku sebagai Ninda Bestari. Setiap hari syuting, siang dan malam, "Gangster in Love" juga  menggemblengku untuk banyak belajar mengatur raut wajah. Tidak masalah walau si picik Kristal mempersulit dan Samuel si licik terus mengganggu. Aku bertahan dalam banyak kesulitan akibat tindakan mereka berdua, tidak sih. Itu lebih ke Kristal saja. Samuel dan pemain yang lain jutru sangat koopertif bahkan bersedia membantu kekurangan ku.

Ku pikir ancaman Samuel hanya omong kosong waktu itu. Jadi seminggu ini hidupku hanya berkutat untuk mempelajari hidup Ninda. Mempelajari kontrak baru dari Multi Art, serta membandingkan baik buruk apabila aku berpaling pada Gunadigital.

"Bagaimana Nin, bisa kamu menyempatkan ketemu Bos Dita nanti malam?"

"Nanti malam, ya?"

"Ninda, kamu sudah jadi anak emas loh. Apalagi sih, yang bikin kamu ragu. Kita sudah sangat bersabar nunggu keputusan kamu. Bahkan aku sudah siap hanya akan fokus menangani kamu. Masalah asisten, akan mulai bekerja saat kamu sudah tanda tangan kontrak baru itu."

Mbak Dahlia yang cerewet mengutarakan maksudnya dengan gamblang. Sepertinya kesabarannya menghadapiku mulai pupus.

"Ngomong dong, Nin. Ih, ini anak makin kesini makin pendiam. Heran deh, gue!" Mbak Dahlia terlihat sangat kesal, asistennya bernama Fira tengah memindahkan beberapa pakaian dari koper yang kami bawa lalu menggantungnya di gantungan baju. Seminggu ini mereka berdua selalu menemani ku.

"Bukankah waktuku sampai akhir bulan ini. Ini masih minggu ke dua, Mbak. Biarkan aku berpikir sedikit lagi."

"Samuel ke sini, mau apa dia?" Fira berbisik girang di antara tubuhku dan Mbak Dahlia.

"Hai ladies," senyum manis Samuel membuat Fira hampir memekik. Aku maklum, kalau Fira mengidolakan dia.

"Aku dengar kamu sedang mencari asisten. Apakah kamu butuh bantuan, sayangku Latisya, oh Ninda maksudku." Seminggu ini sikap Samuel memang mencurigakan, dia tiba-tiba jadi sangat ramah dan suka curi-curi waktu untuk berbicara padaku. Kristal yang katanya adalah kekasih atau tunangan malah tampak perang dingin dengannya.

"Tidak terima kasih, Samuel. Kamu perhatian sekali. Biarkan itu jadi urusanku." Mbak Dahlia berbicara untuk ku.

"Baiklah kalau begitu. Aku hanya ingin berbicara dengan dia yang rupanya masih waspada padaku."

"Oh, sepertinya ada yang lupa telah mengancamku." Bukan sindiran, itu ku katakan terang-terangan.

"Hey, aku sudah merenungkan semua. Aku memang salah padamu. Setidaknya seminggu ini sikap bersahabat dariku adalah bentuk maaf yang sesungguhnya. Tolong lihat ketulusan ku."

Pembual, aku mengolok dalam hati. "Aku ingin menyiapkan diri. Bye!" Aku berdiri diikuti Fira yang menampakkan senyum bodohnya karena Samuel. Jesi Tan adalah tujuan ku, pria kemayu itu ada di tenda yang disiapkan khusus untuk merias para artis dan talen film ini.

Dia menangani langsung seorang figuran yang tubuhnya digambar sebuah luka melintang. Jesi Tan memang luar biasa kalau melihat betapa hasil dekorasi tubuh itu terlihat nyata.

"Kak Jesi, aku menunggu giliran."

"Hay, beb. Sebentar lagi selesai. Kau mau kan dipegang Rojalia dulu." Katanya memerintah Rojalia yang adalah pria maskulin tapi bertugas menjadi asistennya. Namanya Rojali, tapi Jesi Tan memanggilnya Rojalia.

"Its, oke."

"Itu yang ku suka darimu, tidak cerewet. Akan kupastikan finishingnya perfecto." Jesi Tan mengedipkan matanya yang hanya kutanggapi dengan kedipan mata.

"Aku tunggu di tendaku, Rojali." Sesaat aku berbalik, tubuh ini justru hampir menabrak Samuel yang mengekor. Mau apa sih, dia?

"Kalian mesra sekali, apa hubungan kalian meningkat from enemy to be lovely?" Canda Jesi dengan senyum menggoda.

"Mungkin saja."

"Tapi Kristal pasti sedih." Jesi memperlihatkan mimik begitu tertarik pada cara Samuel mendekatiku.

"Lupakan." Satu kata itu seharusnya bisa membungkam mulut sembarangan Jesi dan si Samuel yang tak sedikitpun ku sukai.

Aku berlalu dengan cara menghindari tubuh Samuel tanpa merasa perlu memandang padanya.

"Kamu sudah di tolak, Samuel sayang." Olok Jesi di belakang ku.

***

Properti film yang digunakan telah disiapkan sedemikian rupa, kru juga sudah memastikan keamanannya. Termasuk tali atau harnest yang digunakan untuk mengikat tubuh Ninda, saat nanti Candy menikam lalu mendorongnya dari ketinggian.

Om Tio menyarankan agar aku menggunakan figuran. Tapi aku menolak, di beberapa kehidupan sebelum ini aku adalah pertarung. Hanya adegan bergelantungan seperti itu aku tidak akan kesulitan. Aku sudah mengukur tubuh ini, seminggu memang sangat tidak cukup untuk menguatkan otot. Tapi setiap pagi setelah bangun tidur, aku selalu melakukan strength training untuk persiapan olah raga pencak silat yang akan aku geluti mulai bulan depan.

"Aku tidak bisa memiliki Barry, maka kamu juga tidak." Candy menekan pisau mengkilat pada perut Latisya. Sangking cemburunya Candy, tidak puas dia melakukannya sekali. Maka ditariknya benda tajam itu untuk ditekan sekali lagi.

Latisya membelalak, sakit dan perih dirasakannya. Tangannya yang gemetar menekan perutnya dimana benda tajam itu bersarang. Latisya terbatuk, darah segar muncrat dari bibirnya.

"Cut!"

"Ninda, efek muncratnya kurang dramatis. Coba beri tekanan di perut mu, agar sedikit cairan yang kamu simpan di mulut itu bisa muncrat lebih heboh."

Muncrat lebih heboh? Istilah Om Tio bikin pusing! Aish, merepotkan.

"Baik, aku ganti baju dulu." Itu mengapa kita perlu menyiapkan beberapa baju yang sama persis saat syuting.

Kru membantu melepas tali di tubuhku. Segera aku mengganti baju, karena tak ingin adegan kali ini tertunda. Ini adalah hari terakhir syuting sehingga dua minggu ke depan adalah jadwal premier dan promosi saja.

"Cut!" Sutradara menginstruksi dengan toanya yang legend. Mulutku kembali belepotan kensingtone gore alias darah palsu. Bajuku kembali merah dan harus ganti lagi.

"Kristal, emosimu kurang putus asa. Kalau ekspresi marah atau benci, siapapun bisa. Coba munculkan keputusasaan yang kental dalam rautmu, mengerti?"

"Maaf, aku akan berusaha" mulanya aku tidak curiga, ku pikir itu hanya kesalahan biasa. Tapi ketika berkali-kali Kristal melakukan kesalahan yang tak biasa, yang membuatku harus menyimpan kensingtone gore di mulutku berkali-kali juga dan lagi-lagi musti bongkar pasang harnest, aku tahu Kristal memang sengaja.

"Kau pikir aku tidak tahu kau mengerjaiku. Ku biarkan saja karena aku ingin semua orang tahu bahwa Kristal Angela memang dungu sampai mengulang 7x adegan mudah. Tapi kali ini jika kau gagal, kau hanya membuktikan otakmu memang otak udang." Kesabaranku sudah hilang, saat baju terakhir ku telah melekat.

"Lakukan dengan baik, sebelum aku sengaja terlambat melepasmu." Itu artinya Kristal yang tanpa pengaman apapun akan ikut terjun bersamaku ke bawah gedung.

"Dasar, perek tengil!" Makinya. Tapi ancaman ku efektif sampai adegan itu berhasil dan aku bergelantungan dengan teriakan semua kru.

Awalnya tidak ada yang salah, tapi ketika aku hendak mencapai jarak 7 meter, ku rasakan pengait pada harnest terlepas. Dan aku meluncur bebas dengan tali yang terlepas. Di bawah gedung, busa selebar enam meter telah dibentangkan. Sedikit tenang aku menyikapi kecelakaan ini. Cideraku tak akan fatal.

Tapi nasib baik tak selalu berpihak padaku. Tali yang terlepas menyebabkan ayunannya jadi diluar kendali. Aku jatuh pada tepi busa, sehingga mengharuskan aku menopang tubuhku dengan tangan kiri ketika hanya separuh tubuhku saja yang menjangkau busa. Sengatan nyeri di tulang lengan membuatku sadar, aku tidak mati.

"Mbak, nggak papa?" Dua orang yang panik datang, hendak mengangkatku yang tergeletak tepat di sebelah busa.

"Its, oke." Sepertinya tanganku terkilir atau malah retak.

Nyalakan bintang yess🙏

Tunangan Misterius PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang