7. Banyu Indraningrat

1.3K 271 17
                                    

Syuting hari berikutnya, setelah kemarin aku harus mengulang banyak sekali adegan. Membuat Kristal dan Samuel yang beradu peran denganku mencibir meremehkan.

Latisya membuang mata, dia berjalan menyimpang menghindari Barry. Tapi pria itu ingin gadisnya memberi kesempatan ke dua. Maka Barry menarik Tisya hingga tubuh mereka saling bertabrakan. Kedekatan itu disinari cahaya senja yang syahdu. Mereka saling berpandangan menyelami rasa rindu. Semua orang hanyut dalam adegan.

Ada air menggenang di kelopak Latisya. Barry yang begitu mencintai gadis ini memberanikan diri mengangkat tangannya yang bergetar untuk membelai pipinya.

Dari tatapan si pria, butiran rindu membumbung menjadi pusaran yang ingin disalurkan.

Betapa cantik dan murni gadis di depannya ini. Candy atau wanita simpanan lainnya bukan apa-apa dibandingkan gadis ini. Barry menyesal belum memutuskan Candy saat dia membawanya ke markas. Padahal Barry hendak mengukuhkan gadis ini menjadi seorang istri.

Rasa rindu yang menyakitkan juga dirasakan Latisya. Ingin sekali dia melarikan dirinya ke dada Barry, menghilangkan rindu yang meraja. Tapi kebrengsekan pria ini membuatnya takut, bahwa kata maafnya hanya di bibir saja.

Aku dengan mudah memerankan perasaan ini karena aku juga pernah punya seseorang yang selama ratusan tahun kurindukan tapi tak bisa kumiliki.

Latisya, si gadis yang lara masih mempertahankan rasionalitasnya, rindu miliknya sebaiknya dia hempaskan. Barry telah mendua, siapa yang menjamin pria itu akan berubah selamanya?

Sepenuhnya aku telah masuk dalam peranku sebagai Latisya. Menepis rasa jijik pada Samuel demi profesionalisme.

"Lepaskan aku, Bar..." Wajah dingin yang kesakitan ini seharusnya sungguh membuat siapa saja iba. Siapapun tahu cinta Latisya masih besar untuk lelaki itu. Latisya melepas jemari Barry dari pipinya yang dingin.

"Jangan menghindar lagi, dengar penjelasanku sayang..." Barry menarik pinggang Latisya hingga mau tak mau tubuh kami menyatu.

Konsentrasiku pecah, ketika wajah Samuel terlalu dekat denganku. Sekilas aku melihat nafsu menjijikan terlintas dalam matanya yang dalam.

Aku melotot, dalam kepalaku menyumpahi Samuel. Awas saja kau berani mendekatkan wajahmu lebih dekat lagi.

Benar saja, wajahnya turun menuju wajahku. Spontan aku memundurkan kepala menghindari Samuel.

"Cut!"

"Kamu lupa Ninda, kamu harusnya memejamkan mata menahan sedih dan kecewa. Bukan malah melotot kejam begitu. Satu lagi, lupakan masalah kalian. Sempurnakan aktingmu, paham?" Om tio kembali menegurku.

"Ihh, dasar artis karbitan. Kurang pro lah ya. Akting begitu aja kagak bisa!"

Itu suara mengejek Kristal, sayangnya aku tidak melihat ekspresinya karena aku memilih fokus pada Latisya. Kembali aku masuk dalam peran, ingin adegan ini segera selesai.

"Siap?" Tanya sutradara memandangku lekat. Aku mengangguk yakin, kali ini aku harus bisa menepikan rasa jijik pada Samuel yang terus menatapku dengan seringai.

"Mulai dari adegan nomor 14. Siap kalian?" Om Tio memberi instruksi.

"Siap."

"Satu, dua, tiga, action!"

Aku masih diam, menunggu momen.

Ku bayangkan kematian pertamaku. Aku memohon pada Sang Kuasa agar mengampuni salahku. Tapi Sang Kuasa menghukum agar Yaswanta, maha guruku yang melakukannya sendiri. Aku bertarung melawannya, sesekali memohon agar tak membunuhku. Tapi saat aku terdesak dan lari, dia melepaskan anak panah tepat ke jantungku. Mataku membola, kaget dan shock. Jantungku yang yang terluka, tapi hatiku yang sakit luar biasa.

Tunangan Misterius PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang