13. Asisten Atau CCTV?

1.2K 259 42
                                    

Doble up 😆
Makasih ya 😘

Dengan Tama, aku tidak bisa bersikap tegas. Dari yang ku pelajari dalam ratusan kali kehidupan, pria dominan macam Tama ini hanya bisa dihadapi dengan satu cara. Maka aku bertekad, akan membuat pria itu menjauh dari hidupku secara perlahan.

Saat aku bangun di pagi hari, seorang perempuan mengaku bernama Alvia Samsuri melayaniku dengan siaga. Saat ku tanya dia bergerak atas perintah siapa, jawabnya sudah kuduga, Tuan muda Tamawijaya Wiguna.

Aku yang enggan dilayani oleh orang asing tentu bersikap waspada. Jangankan dengan orang baru seperti Alvia yang adalah orangnya Tama, dengan Mbak Dahlia saja aku merasa tak nyaman.

"Perkenalkan ibu, nama saya Alvia Samsuri usia 26 tahun. Panggil saya Alvia saja." Lebih tua dua tahun denganku.

Gadis itu menyerahkan selembar kertas penuh dengan informasi pribadinya padaku yang segera ku baca cepat.

"Saya pegawai Pak Tamawijaya, saat ini memang saya dipekerjakan oleh beliau. Tapi saya bersedia bersumpah setia hanya pada ibu seorang, sesuai keinginan Bapak agar ibu bisa merasa aman dan nyaman.

Sebelah alisku terangkat sebelah, sungguh tertarik dengan apa yang disampaikan Alvia ini.

Tamawijaya masuk dari pintu dengan seorang pria yang datang ke rumah tempo hari untuk menyerahkan kartu nama. Penampilan Tama sudah rapi dengan jas kerja yang menawan.

Terpesona adalah rasa yang tak bisa ku hindari sekarang ini.

Hanya aku tak boleh terus begini, kalau tidak aku bisa jatuh cinta.

Kembali pada Alvia, "Baik, kalau begitu, siapa bos kamu?" Aku berniat mengetes Alvia, dengan adanya Tamawijaya di sini seharusnya Alvia akan menunjukkan kesungguhannya.

"Ibu." Jawabnya tanpa ragu.

Oh, menarik. "Siapa yang harus kamu dahulukan, aku atau dia?" Aku menunjuk Tama dengan tatapan mata yang diikuti oleh Alvia. Padahal dengan menyebutnya 'dia' detak jantungku meningkat drastis.

Tama hanya menaikkan sebelah alisnya, matanya yang tajam menatap aku dan Alvia menakutkan. Gadis itu memang terlihat taat tapi lebih ke takut. Kasihan sekali dia. Tama pasti sudah menganggunya dengan auranya itu.

"Dia bertanya padamu" suara bass Tama membuat suhu ruangan ini menurun. Alvia menjawab dengan terbata-bata.

Dasar Tama!

"Tentu Ibu Ninda." Gadis itu mencuri pandang pada Tama lalu menunduk mengkeret.

Aku tersenyum senang, "yang gaji kamu siapa?" Lanjutku penasaran, tanpa ada maksud apapun.

Alvia mengangkat kepalanya, menatap aku dan Tama bergantian, kali ini wajahnya dipenuhi keragu-raguan.

"Bapak." Katanya sembari memejamkan matanya, mungkin takut jawabannya salah di mataku dan Tama.

Aku terkekeh tanpa suara, merasa lucu. Saat mataku dan Tama bertemu, kekehanku otomatis berhenti. Salah satu sudut bibir Tama berkedut, pria itu tersenyum simpul.

Langkahnya memupus jarak dengan tubuhku yang berada di atas ranjang. Lengan kokoh Tama diletakkan di kepala ranjang rawat dengan mantap, untuk mengunci tubuhku. Aku berusaha menebak apa yang dia inginkan, tapi Tama adalah rahasia terbesar yang tak bisa diungkapkan.

Ku gigit bibirku sebagai pertahanan terkahir.

"Nda..."

Aroma mint keluar dari mulutnya yang tepat berada di depan bibirku. Padahal aku baru saja bangun. Jadi aku menahan nafas, selain takut intimidasinya, aku juga takut mulutku bau singa.

Tunangan Misterius PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang