Bab 2 : Dilan si Sepupu

19.3K 683 9
                                    

Biaya parkirnya pakai Vote dan komen aja ya sis

Happy Reading❤️

2. Dilan si Sepupu

Caca menyapu pelataran taman belakang rumah yang sudah dipenuhi dedaunan kering dari pohon rambutan yang Ayah tanam saat Caca baru lahir. Umurnya sama seperti Caca saat ini, kalau kata Mas El, pohon rambutan itu saudara kembar Caca. Soalnya waktu kecil Caca kerap duduk di samping pohon itu, walaupun waktu itu masih kecil pohonnya. Bahkan sampai seringnya dikaitkan dengan pohon rambutan itu, akhirnya Ayah memberi nama pohon itu dengan nama Cici. Biar keliatan kembaran sama Caca.

"Ci, Lo demen banget gugurin daun ya? Emang segitu lebatnya daun Lo sampai sok-sokan gugurin daun sebanyak ini?" gerutu Caca.

Hari ini tanggal merah, makanya Caca tidak kuliah. Dan karena ini tanggal merah, jadi Ayah menyepakati mereka untuk kerja bakti membersihkan rumah. Kebetulan Caca kebagian nyapu taman belakang, walaupun tidak terlalu besar, tapi karena banyaknya daun-daun kering disana membuat Caca kesulitan kalau membersihkannya sendirian.

Entah memang keluhan Caca yang terlalu banyak atau Tuhan yang terlalu maha mendengar. Sedetik kemudian ada bala bantuan yang suka rela menawarkan diri menolong Caca menyapu. Siapa lagi kalau bukan Mas Marel.

"Ca, sini Mas bantu," ujarnya yang mengambil alih sapu lidi yang Caca pegang. Caca masih tidak bisa terbiasa dengan jantungnya yang berdebar setiap kali Marel datang, selalu membuatnya membeku di tempat.

"Ca, kamu ambil sorakan gih. Sama plastik sampahnya juga," titahnya namun Caca masih membeku di tempat. "Ca? Kamu denger saya kan?"

"Eh, iya Mas!"

Marel menyatukan kedua alisnya dengan heran, dia tertawa heran pada Caca yang terlihat salting sendiri. Caca berlari meninggalkan Marel, namun sedetik kemudian dia berbalik pergi kembali ke Marel.

"Mas tadi nyuruh apa?" tanyanya

Marel semakin geli melihat tingkah aneh Caca, "Ca, kamu mikirin apa sih sampai nggak fokus gitu? Saya tadi nyuruh kamu ambil serokan sama plastik sampah."

"Oh iya, hehe. Caca ambil ya!" dia kembali pergi masuk ke dalam rumah mencari benda yang dititahkan Marel.

Caca lalu kembali ke taman belakang, dia hendak memegang serokan itu namun di cegah oleh Marel.

"Kamu duduk aja disana, biar Mas Marel aja yang nyerokin."

"Tapi kan ini tugas Caca."

"Nurut aja, dek."

"Dek? Dalem mas ya Allah!" batin Caca.

Dia lalu pergi duduk ke kursi yang dimaksud Marel. Menatap lekat-lekat sosok Marel yang sibuk memasukkan tumpukan dedaunan kering itu ke dalam plastik sampah.

"Ganteng banget, kamu Mas. Jadi makin yakin buat confess ke kamu," gumam Caca.

Dikala asik menatap Marel, tiba-tiba saja datang Dilan si sepupu dari pihak Bunda. Dilan dan Caca itu seumuran, suka banget berantem, soalnya zodiak mereka katanya nggak cocok. Tapi walaupun kerap berantem, tidak menjadi alasan mereka tidak dekat. Bahkan apapun yang terjadi pada Caca pasti selalu Dilan ketahui, contohnya perasaan Caca pada Marel yang dia ketahui disaat Caca menutupi rasa itu pada orang lain. Atau bisa di bilang, Dilan tau segala hal yang Caca rasakan.

"Memandangmu, tai!" ujarnya yang meledek Caca.

"Sok asik Lo!" balas pedas Caca.

"Ya elah, sensi amat lu sama gue. Biasanya nih yang sensi-sensi gini sebenarnya sayang banget."

"Dih gak jelas Lo!"

"Ca, coba deh sehari suka sama gue. Lagian pacaran sama gue nggak ada ruginya juga kali."

"Najis banget gue suka sama Lo!"

"Wah, jangan Ampe gue kutuk Lo jomblo gara-gara najisin gue gini!"

"Kutuk gih, lagian kalau didunia ini cowok cuma Lo doang, gue mending jadi jomblo seumur hidup daripada harus pacaran sama Lo!"

Dilan terkekeh, dia memang suka sekali membuat Caca marah. Apalagi kalau bahas perihal pacaran, karena jujur saja Dilan juga nggak ada kepikiran untuk pacaran sama sepupu sendiri. Itu menggelikan menurut Dilan.

"Tapi Ca, kalau misalnya Mas Marel ngenalin cewek lain ke Lo. Apa Lo bakalan marah?"

"Nggak."

"Kan Lo suka, kok nggak marah?"

"Gue suka doang, belum memiliki dia. Ngapain gue marah? Kalau emang pilihan dia bukan gue, kenapa harus nuntut?"

"Anjay bijak."

"Lo sendiri, kapan mau tobat jadi playboy?"

"Lusa kalau nggak hujan."

"Beneran ya? Gue pake pawang ujan!"

"Dih nggak lah gue bercanda doang kali, Nyet!"

Keduanya terkekeh.

"Jawab jujur, kalau Mas Marel taunya cuma anggap Lo adek doang, gimana tanggapan Lo?"

Caca terkekeh, dia sudah tahu hal itu adalah fakta yang sulit untuk dia elak.

"Gak ada tanggapan. Gue bakalan tetap selalu berharap dia ada disisi gue, mau itu sebagai Abang atau yang lain."

"Tapi feel-nya beda, Ca. Perasaan Lo sama dia beda, pandangan Lo sama dia beda. Dia anggap Lo adik dan Lo anggap dia laki-laki."

"Lan, udah lah Lo bikin gue kesel lama-lama!"

Dilan menatap lamat-lamat sepupunya itu. Dilan tau Caca paling paham akan kondisi dirinya dan Marel saat ini.

"Ca, kalau nanti waktu ekspetasi Lo udah berakhir, dan waktu realita datang menghampiri Lo. Dan kalau diwaktu itu dia ngelukain Lo, gue siap jadi sandaran terbaik Lo. Sebagai Abang, sepupu, atau bahkan temen Lo sendiri. Gue siap, Ca. Asal Lo mau tumpahin segala perasaan Lo ke gue. Demi Allah gue siap jadi bahu terkuat yang bisa Lo jadiin pegangan."

***

B

ersambung...

Ini Dilan

Apapun ceritanya, vibes anak Bandung ya Haechan👍

Three Little Words (2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang