Suasana tenang dan hening terasa begitu nyata. Matahari yang mulai condong ke barat menyinari area pemakaman dengan lembut, memberikan cahaya keemasan yang menenangkan. Di antara deretan batu nisan, terlihat seorang pria tampan dengan kemeja hitam, Zafran, menaburi bunga di atas makam adiknya.
Zafran terduduk di samping makam dengan wajah yang sedikit lesu. Dia menatap nisan bertuliskan nama adiknya, Zahira, dengan penuh duka. Rasa kehilangan yang begitu dalam terlihat jelas di matanya yang sayu. Ini hanyalah tentang luka yang kembali terbuka setelah bertahun-tahun dia balut dengan susah payah. Fakta yang mati-matian dia acuhkan selama ini kembali menghantam pikirannya, menjadi beban yang sulit ia lepaskan.
Angin sepoi-sepoi berhembus, menggoyangkan daun-daun pohon yang berdiri kokoh di sekitar pemakaman. Suara gemericik daun seolah menjadi latar belakang kesedihan Zafran, menambah keheningan yang menyelimuti suasana. Burung-burung berkicau pelan di kejauhan, seakan turut berduka dalam keheningan sore itu.
Zafran mengingat kembali hari-hari bersama Zahira, adik yang selalu ia lindungi dan sayangi. Namun, kenangan itu juga membawa rasa bersalah yang tak pernah hilang. Dia merasa gagal menjaga Zahira dari bahaya yang merenggut nyawanya. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh membasahi pipinya. Dia merasakan perasaan kotor dan tidak berdaya yang pernah menghantui adiknya, kini menghantui dirinya.
Dia teringat cerita ibunya tentang bagaimana Zahira berubah setelah kejadian mengerikan itu. Dari gadis ceria menjadi pendiam dan trauma. Zafran tak bisa melupakan bayangan adiknya yang selalu termenung dan menangis. Hatinya hancur setiap kali mengenang saat-saat itu. Dia terus menyalahkan dirinya sendiri, merasa bahwa jika saja dia bisa berada di sana, mungkin semuanya akan berbeda.
Zafran mengusap nisan Zahira dengan lembut, seolah mencoba menghapus semua luka dan rasa sakit yang pernah ada. "Maafkan aku, Zahira," bisiknya dengan suara bergetar. "Aku tidak bisa menjagamu dengan baik." Dia merasakan kehadiran adiknya di sana, seolah Zahira masih mendengarnya. Rasa bersalah dan kehilangan yang selama ini dipendam semakin terasa kuat.
Di tengah keheningan sore itu, Zafran berusaha menerima kenyataan yang sulit. Kehilangan ini adalah bagian dari hidupnya yang harus ia hadapi, meski berat. Dia tahu bahwa adiknya tidak ingin melihatnya terus-menerus menderita. Dengan berat hati, Zafran berdiri dan mengucapkan salam terakhir kepada Zahira, berjanji untuk mencoba melanjutkan hidupnya sambil membawa kenangan adiknya dalam hati.
Masih di area sekitar pemakaman, Zafran terduduk di salah satu bangku kayu yang terletak di bawah pohon rindang. Dia hanya termenung di sana, menatap lurus ke depan dengan pikiran yang melayang jauh. Suasana tenang dan hening di sekitar pemakaman membuatnya semakin tenggelam dalam lamunannya. Langit mulai berubah jingga, tanda bahwa senja telah tiba dan sudah waktunya Zafran untuk pulang.
Namun, dirinya enggan untuk kembali ke rumah. Rasa bersalah yang mendalam terhadap Zahira membuatnya merasa malu dan tidak sanggup menghadapi kedua orang tuanya. Dia merasa gagal sebagai kakak, tidak mampu melindungi adiknya dari bahaya yang merenggut nyawanya. Rasa bersalah itu terus menghantui pikirannya, membuatnya merasa tak layak untuk mendapatkan kasih sayang dan pengampunan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words (2021)
RomanceCaca mencintai Marel, tapi Marel tidak tahu dan tidak akan pernah mengetahui hal itu. Sebab bagi Marel, Caca hanya adik kecil yang selalu menjadi kecil di matanya. "Mas Marel dan Mbak Anin bakalan nikah, Ca. Besok Mas Marel bakalan datang buat ngel...