3. Kebun Stroberi dan Mas Marel
Hari ini kuliah pulang lebih awal, sebuah keajaiban yang sulit untuk didapatkan lagi. Selain itu ada hal lain yang membuat Caca semakin senang dan menganggap ini adalah hari terbaiknya sepanjang dia hidup di dunia selain hari kelahirannya. Kenapa begitu? Karena beberapa menit yang lalu Marel tiba-tiba mengirimkannya pesan, menanyakan kegiatan Caca hari ini dan berakhir mengajak Caca pergi jalan-jalan ke kebun stroberi.
"Mau kemana lo buru-buru banget?" tanya Olla.
"Jalan dong!"
"Dih, sama siapa?"
"Sama Mas Marel!"
"Ca, mending ikut gue ke psikolog. Takutnya saking lu berharap jadi ngehalu."
"Lo nggak percaya jadinya nih?"
"Nggak lah, ngapain gue percaya sama Lo. Musyrik!"
"Yaudah."
Caca tetap pergi meninggalkan Olla namun di tarik mundur oleh Olla.
"Seriusan Lo mau pergi sama Marel?"
"Mas Marel, Olla!"
"Whatever! Intinya Lo seriusan nggak ngibul?"
"Dua rius!"
Olla menatap tak percaya pada Caca, "Gue anter sampe depan. Gue nggak yakin sama Lo!"
"Ya Allah, La. Gue nggak halu seriusan anjir!"
Olla tak mau percaya, dia tetap menggandeng lengan Caca dan pergi ke gerbang depan. Benar saja disana sudah ada mobil Fortuner abu-abu bertengger di pinggir jalan.
"Tuh percaya kan?"
Olla masih tidak percaya, "Ah palingan Mas El ganti mobil, mana mungkin itu dalemnya Mas Ma-, Anjing!" ujarnya yang diakhiri umpatan karena tiba-tiba saja Marel keluar dari dalam mobil Fortuner abu-abu itu.
Laki-laki dengan wajah elok itu menyapa Olla dan Caca.
"Dia..?" tanya Marel pada Caca.
"Oh, dia Olla, Mas. Sahabat Caca."
"Oh, saya Marel. Salam kenal."
"Ya," jawab Olla sesingkat mungkin. "Yaudah gue cabut ya."
"Iya."
***
Marel dan Caca berjalan menyusuri perkebunan stroberi yang berada di dataran tinggi. Tempat ini tidak asing lagi bagi keduanya, karena memang sejak kecil Caca selalu diajak main ke kebun stroberi oleh Bunda dan Ayah tak lupa juga Marel juga kerap mengajaknya kemari. Itu yang menjadi alasan kenapa Caca sangat senang pergi kesana, mengingatkannya pada masa kecil dirinya dengan Marel dulu.
"Ca, jangan banyak-banyak makan stroberi nya," tegur Marel.
"Dikit lagi, Mas. Caca udah lama nggak makan stroberi disini."
Marel menghela napasnya, membiarkan adiknya itu makan buah merah itu. Dia duduk ke bangku kayu yang berada di pinggir kebun, memantau Caca dari sana seperti seorang Ayah menjaga anaknya. Memang selucu itu Caca di mata Marel.
Gadis yang sibuk memetik stroberi itu kini berlari menghampiri Marel dengan sekeranjang buah stroberi yang terisi setengah, dia duduk disamping Marel dengan senyum andalannya.
"Ca, jangan gede cepet-cepet ya. Gedenya nanti aja kalau Mas Marel udah punya anak."
"Kenapa? Emangnya Caca nggak boleh gede sebelum itu?"
"Nggak boleh, nanti Mas Marel bingung mau ajak main kamu kemana. Kan orang gede nggak suka diajak ke kebun stroberi."
"Kalau gitu Caca mau gede deh, biar bisa diajak ke klubing, kata Olla temennya Caca disana tuh seru. Isinya orang yang have fun dan bebas ngelakuin apa aja."
"Ca?" tegur Marel yang tau kemana perbincangan ini pergi.
"Mas Marel nggak ada niatan mau ajak Caca ke sana ya?"
Marel menggeleng, "Nggak akan, Ca. Mana mungkin saya rusak kamu dengan bawa kesana."
"Emang Caca serapuh itu apa? Sampai bisa rusak cuma karena diajak ke klubing."
"Ingat ya, Ca. Kamu tuh harus jaga pergaulan, kalau perlu jangan terlalu banyak bergaul sama orang yang paham sama dunia malam. Nggak baik, Ca."
"Mas Marel pergi ke klubing?"
"Pernah."
"Kalau gitu Caca nggak boleh deket-deket sama Mas Marel dong? Kan Mas Marel paham sama begituan."
"Ya nggak gitu toh Ca! Intinya jangan percaya sama orang yang udah rusak pergaulannya, apalagi laki-laki. Jangan sekali-kali mau diajak pergi kesana sama laki-laki."
Caca mengangguk sembari mengigit buah stroberinya. "Caca mau tanya boleh?"
"Apa?"
"Menurut Mas Marel perempuan yang ideal di mata Mas Marel tuh kayak apa sih?"
Marel terkekeh, dia mengusap rambut Caca dengan lembut. "Tiba-tiba banget pertanyaan begini kamu tanyain?"
"Jawab aja, Mas."
"Kalau menurut Mas Marel sih, cukup jadi perempuan yang jujur dan sederhana. Jujur dengan dirinya sendiri, nggak perlu cantik cukup sederhana aja. Karena cantik itu relatif, yang penting itu hati dan pola pikirnya."
"Berarti tipe Mas Marel itu yang bijak, sederhana, sama pinter?"
Marel mengangguk, "Ya begitulah kira-kira."
"Wah, susah banget. Speknya modelan Maudy Ayunda!"
Marel terkekeh, "Ca, tipe ideal mah nggak penting. Yang penting itu cara pembawaan diri wanita itu sama Mas Marel."
"Oh, gitu ya."
Diam-diam Caca mengerti cara memantaskan dirinya untuk berdiri disamping Marel. Dia makin mantap mengatur tanggal dan hari untuk menyatakan perasaannya pada Marel.
"Udah malem, Ca. Kita pulang ya?" ajak Marel yang dibalas anggukan kepala Caca.
Keduanya pergi meninggalkan Kebun stroberi dengan membawa beberapa kotak buah stroberi yang Marel beli untuk Caca.
***
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words (2021)
RomansaCaca mencintai Marel, tapi Marel tidak tahu dan tidak akan pernah mengetahui hal itu. Sebab bagi Marel, Caca hanya adik kecil yang selalu menjadi kecil di matanya. "Mas Marel dan Mbak Anin bakalan nikah, Ca. Besok Mas Marel bakalan datang buat ngel...