Chandra membawa smartphone miliknya dari ruang tengah menuju perpustakaan tempat Shila membaca beberapa buku kegemarannya. Ia menunjukkan layar pada sang istri, yang ditanggapi dengan dingin.
"Aku boleh keluar sebentar? Ambil obat kamu dari Widya," lapor Chandra usai Shila melirik sebentar perpesanannya barusan.
Tidak langsung menjawab, Shila malah menurunkan sedikit buku bacaannya hingga ke atas paha. Kacamata bacanya juga diturunkan hingga bersandar di ujung hidungnya yang lancip. Mata Shila bergerak-gerak seolah berpikir, lalu ditutup oleh embusan napasnya yang panjang. Nyaris bersamaan dengan bahunya yang terangkat tidak acuh, Shila juga memberikan jawaban melegakan.
"Silakan."
"Terima kasih. Aku nggak bakalan lama."
"25 menit cukup?" tanya Shila sedetik usai Chandra memberikan janjinya.
25 menit?
Chandra tertegun. Perjalanan menuju rumah Widya saja bisa memakan waktu lebih 30 menit, belum kembali. Namun, karena Shila menunjukkan ekspresi dingin tak tersentuh, maka Chandra mengangguk dua kali. Ia melirik jam tangannya, kemudian meninggalkan perpustakaan mini dalam rumahnya menuju halaman. Pada motor gede miliknya untuk ia kendarai dengan kecepatan dua kali lipat dari biasanya—bahkan lebih jika suasana jalanan lengang.
Namun, ia terhalang oleh lampu merah. Chandra berdecak seraya memukul kepala motornya dengan kesal. Ketika menoleh ke samping, ia mendapati murid favoritnya—untuk disuruh-suruh— juga sedang mengendarai motor matic entah ingin ke mana.
"Aksa?" tegur Chandra.
"Eh, Pak Chandra?" Aksa tidak kalah kaget, karena dia di sini tanpa mengenakan helm dan masih di bawah umur untuk membawa motor. Sementara yang ia ajak bicara ini adalah guru yang terlalu menomorsatukan aturan.
"Kamu mau ke mana?" Dibandingkan mempermasalahkan kondisi Aksa, Chandra malah menanyakan tujuan si ketua OSIS.
"Ke apotik, Pak. Mau beli barang," jawab Aksa sedikit kikuk. Terbukti dengan sikapnya yang langsung mengusap tengkuk gugup.
Chandra mengetukkan jemarinya terlebih dahulu di bagian gas motor. Menimbang-nimbang.
"Kamu bisa bantu saya?"
"B—bantu apa, Pak?"
Chandra bergeming sejenak. Semakin cepat jemari kanannya terus mengetuk-ngetuk gelisah.
Padahal, baru kemarin sore ia mengatakan pada dirinya sendiri untuk tidak lagi mementingkan gadis lain daripada istrinya. Namun, entah kenapa. Kenapa, alasannya Chandra tidak tahu. Jelasnya, ia tidak bisa tenang sejak semalam karena tidak pernah berinteraksi murid yang ingin diubahnya menjadi lebih baik selama dua hari ini.
Chandra mencengkeram erat gas motor. Ia masih sibuk berpikir, ketika denging klakson dari belakangnya terdengar karena lampu sudah berubah hijau. Aksa sendiri tidak langsung menarik gas motornya demi menunggu gurunya berbicara.
"Kamu bisa belikan saya obat?" Chandra buru-buru merogoh saku celananya untuk mengeluarkan ponsel, lalu saku kiri untuk mengeluarkan uang beberapa lembar. Rumah Widya terlalu jauh untuk ia tempuh dalam waktu singkat, sementara Shila tidak boleh curiga sama sekali. "Saya akan sangat berterimakasih jika kamu mau membantu."
"Bisa, Pak." Aksa sedikit bersemangat menjawab.
Lalu, setelah penyerahan ponsel dan uang, keduanya meninggalkan jalanan tempat pemberhentian barusan menuju dua arah yang berbanding terbalik. Chandra menggunakan semua kecepatan yang motornya bisa di antara sesaknya pengendara lain. Menyelip sana-sini secepat yang ia bisa, agar segera sampai di rumah tujuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siswiku Canduku
Romance18+ | ROMANSA || BACA ULANG Bertengkar dengan sang istri, hingga menjadikan kelab sebagai pelarian. Bertemu wanita malam, dan berhubungan dengannya. Esoknya, Chandra mendapati fakta wanita yang ia tiduri semalam adalah siswinya sendiri. _______ Di d...