Bab 19 | Keistimewaan Shila

1.7K 116 22
                                    

Jika kemarin-kemarin ibu Mishall bisa memaklumi keberadaan Chandra di hari sekolah, maka di hari minggu ini, dia tidak bisa menyembunyikan raut tidak nyamannya sejak Chandra turun dari motor.

"Hari minggu, masih harus awasi Mishall, Pak Chandra?" tanya perempuan itu, bahkan mengabaikan sapaan dari Chandra.

Chandra berhenti sebentar di teras rumah. Tersenyum memaklumi.

"Iya, Bu. Maaf sebelumnya, tapi ... Mishall memang sudah melampaui batas anak bawah umur. Saya harus pastikan bahwa dia tidak kembali lagi ke pekerjaan lamanya."

"Harus Pak Chandra langsung gitu, yang awasi?"

"Ibu bahkan tidak bisa melawan ucapan Mishall, bagaimana saya bisa berikan tugas ini ke Ibu?" balas Chandra, telak. Namun, ekspresinya tetap tenang dengan senyum di bibir.

Bukannya Chandra tidak tahu, perempuan itu sebetulnya ingin mempekerjakan Mishall agar bisa memenuhi kebutuhan mereka, tetapi tetap mempertahankan image ibu yang baik pada dirinya. Ck. Chandra mendadak merasa geram pada ibu seperti ini.

Perempuan itu jelas menunjukkan ketidaksukaan kentara atas ucapan Chandra, tetapi sudut bibirnya diangkat secara paksa.

"Silakan masuk, Pak." Ia mempersilakan, sembari duduk di kursi. "Seperti di rumah sendiri," lanjutnya dengan penuh penekanan seolah ingin menyinggung tindakan Chandra yang tanpa segan menjelajahi seisi rumah sebelum dipersilakan.

"Terima kasih." Chandra tidak mau terlalu peduli. Ia melangkah masuk, melewati pintu, dan langsung menuju pintu kamar Mishall untuk mengetuk beberapa kali.

Pintu terbuka, menampilkan Mishall yang mengenakan kaus dengan luaran berupa jaket denim biru tua, serta celana dengan bahan yang sama. Ada satu hal yang membuat Chandra sedikit terkejut. Rambutnya.

"Kok bisa cepet panjangnya?" tanya Chandra. Ia meraih sejumput rambut Mishall, untuk memastikannya. Padahal, kemarin masih pendek, karena rencananya, hari ini mereka akan ke salon untuk memperbaiki potongan rambutnya.

"Pak Tristan nggak suka rambut saya pendek." Mishall menepuk kasar tangan Chandra dari rambutnya. "Makanya, kemarin Pak Tristan ngajakin saya buat nyambung rambut."

Chandra mendengkus, tampak kesal. Tangannya berada di pinggang, untuk memperjelas kejengkelannya. "Jadi, kalau yang minta Tristan, kamu langsung penuhi gitu?"

Mishall mengangkat bahunya sekali. "Hm. Dia bos saya."

"Itulah kenapa, saya paling nggak suka kamu deket sama dia. Jangan sampai baper, dia itu playboy. Cuman mainin perempuan, terus buang. Dia nggak suka terikat sama siapa pun," ucap Chandra memberi peringatan. Ia tidak membutuhkan balasan berupa pengiyaan atau penolakan atas penjelasannya, dan langsung meraih tangan Mishall untuk digenggam lembut, ditarik keluar dari rumah.

"Kalian mau ke mana?" tanya ibu Mishall, dengan mata memicing curiga. "Bukannya tadi cuman mau ngawasi Mishall, Pak Chandra?"

"Saya perlu mencarikan dia kegiatan yang bermanfaat, supaya tidak kembali lagi ke pekerjaan lamanya."

"Harus seperti itu, Pak Chandra?" Perempuan tua itu semakin menantang, sembari melirik ke lengan Mishall yang masih digenggam Chandra.

"Harus seperti ini, kecuali Ibu sendiri yang mau dukung Mishall buat berubah? Tapi saya katakan dengan jelas, ngasih perintah, ngasih larangan saja-itu bukan mendukung namanya. Kalau usaha Ibu cuman dua hal itu, saya pun bisa lakukan di sekolah. Ibu harus bekerja, agar Mishall tidak jual diri lagi. Ibu harus memberikan dia hobi baru, harus mencarikan dia teman-teman yang baik, dan selalu teliti mengawasi ke mana pun dia pergi, dan dengan siapa saja. Bisa, Ibu?"

Siswiku CandukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang