Bab 17 | Meragukan Hati

1.7K 119 17
                                    

Ini hari minggu pertama sejak Mishall bekerja di rumah Tristan; dapat dijadikan alasan untuk menemui perempuan itu demi memastikan bahwa Mishall datang ke tempat bekerja pagi-pagi, atau malah keluyuran. Namun, ia harus lolos perizinan dari istrinya terlebih dahulu, yang entah di mana pagi ini.

Biasanya, perempuan itu akan berada di halaman untuk olahraga sebelum konflik besar kemarin terjadi. Namun, setelah penyakitnya kambuh, Shila lebih suka mengurung diri. Sayangnya, perempuan itu tidak ada di kamar, atau tempat favoritnya: perpustakaan. Pencarian Chandra baru membuahkan hasil ketika ia tiba di ruang santai. Menemukan istrinya tengah duduk di sofa, dengan seorang perempuan berusia setengah abad sedang lesehan samping meja untuk memijit kaki Shila.

"Bi Ana sudah balik lagi?" tanya Chandra basa-basi, sekadar untuk mendapatkan perhatian kedua perempuan itu.

Shila hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus pada buku di tangannya. Sementara Bi Ana memamerkan senyum untuk menyambut Chandra.

"Iya, Pak. Soalnya Bu Shila nggak terbiasa makan makanan di luar terlalu lama. Nggak terjamin higienisnya."

Chandra menyetujui ucapan Bi Ana dengan anggukan pelan. Ia mengarahkan langkahnya menghampiri Shila, lalu duduk di sofa yang sama dengan sang istri. Pandangannya mengarah pada Bi Ana, dan perempuan itu hanya butuh beberapa detik untuk memahami maksud pengusiran dari Chandra. Perempuan tua itu langsung pamit pergi, dengan alasan ingin membuatkan teh hijau untuk Shila.

"Kamu butuh sesuatu?" tanya Shila, setelah pintu ruangan terdengar tertutup usai kepergian Bi Ana. Ia melipat rapi selembar kertas dari buku yang ia baca, lalu menoleh pada Chandra.

"N-nggak."

Shila tampak sangat tahu kebiasaan Chandra, sehingga ia bisa dengan mudah menebak 'sesuatu' yang menyebabkan pria itu datang menemuinya ke sini. Ia meletakkan buku di atas meja, agar bisa mengubah posisinya menghadap langsung pada Chandra.

Merasa terdesak, Chandra tidak bisa menatap mata Shila untuk sesaat. Sehingga ia harus mengalihkan pandangan ke arah televisi yang tidak menyala terlebih dahulu, memberanikan diri sesaat, lalu menghadap Shila lagi.

"Aku dipanggil Tristan datang ke rumahnya," jawab Chandra. "Dia sama temen-temen lain pada kumpul di sana, mumpung lagi pada libur."

"Oke." Shila menjawab tenang. Ia berdiri dari sofa, sembari memperbaiki rok sepaha yang ia kenakan agar bebas dari kusut. "Ayo!"

"Apa?" Chandra balas bingung, tetapi tetap mengikuti Shila berdiri.

"Ayo pergi bareng." Shila memperjelas maksudnya. "Aku juga udah lumayan lama nggak ketemu temen-temen kamu. Masih jadi sampah dan polusi, atau udah lumayan berguna sebagai manusia?"

Gawat jika seperti ini.

Chandra kebingungan ketika berusaha mencegah Shila yang berjalan mendahuluinya keluar dari ruangan.

"Ini cuman buat cowok, Sayang." Chandra mencoba memberitahu, tetapi perempuan itu sudah keluar dari ruangan.

Chandra segera mengejar, dan berhasil menahan tangan Shila sebelum lebih jauh. Ia memutar tubuh ramping itu dengan mudah. Segera, ekspresi panik yang tanpa sengaja ia tampilkan, diubah agar tetap tenang. Ia tersenyum tipis pada Shila, dengan tangannya juga aktif mengusap wajah sang istri.

"Kamu nggak usah ikut, ya? Ini perkumpulan cowok soalnya. Temen-temen aku pada nggak bisa dikontrol, mereka sering bicara kotor, kasar, dan bakalan debat mulu sama kamu."

"Jadi, apa masalahnya? Aku bisa atasi semua hal. Bahkan teman-teman kamu itu."

"Masalahnya ...." Chandra kebingungan, sampai harus mendesis panjang sembari memeras otak untuk mencari ide.

Siswiku CandukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang